Chapter 7

2606 Words
“Jadi nama kamu Mira? Tapi mengapa saat itu kamu berniat bunuh diri kalau pada akhirnya saat ini kamu menyesal?” tanya Elana setelah berusaha membujuk sosok hantu tersebut bercerita padanya sejak setengah jam lalu. Hantu wanita itu biasa di panggil Mira oleh orang terdekatnya dan ia mati karena bunuh diri akibat di putuskan oleh kekasihnya. “Saat itu aku merasa sangat malu karena telah mengandung benih dari lelaki tak bertanggung jawab tersebut, aku tak ingin keluarga terutama orang tuaku menanggung malu dengan apa yang sudah anaknya lakukan, aku merasa sangat benci dengan diriku sendiri,” sergah Mira sambil memukul perutnya dan menampar dirinya. Perasaan Elana terenyuh saat melihat wanita yang ada di sampingnya itu menyesal melakukan semua hal yang membuat dirinya dan orang sekitarnya terjebak dengan masalahnya sendiri. Namun penyesalannya kini terasa sangat sia- sia karena ia tak bisa berbuat apa pun. “Hentikan jangan salahkan diri mu lagi Mira, kamu harus bisa menerima serta memaafkan segala sesuatunya agar bisa kembali ke alam yang lebih baik,” kata Elana yang tanpa sadar meneteskan air mata. Dalam kasus bunuh diri tak akan membuatnya mudah untuk membawanya pergi ke alam yang seharusnya ia berada. Arwahnya akan terus tersesat di dunia ini kecuali ia bisa memaafkan dan mengikhlaskan semua yang telah terjadi. “Bagaimana aku bisa memaafkan lelaki b******k itu setelah ia tak ingin bertanggung jawab dengan apa yang ia lakukan padaku, kini ia sudah menjalin hubungan dengan wanita yang lain,” tangis Mira pun pecah saat kembali menceritakan tentang laki- laki yang sudah menghancurkan hidupnya. “Mengapa setiap manusia bisa melakukan hal sebodoh ini dalam mencintai pasangannya, padahal jika mereka ingin membuka lembaran hidup baru dan memperbaiki kehidupannya mungkin bisa menjadi langkah yang lebih baik dari pada harus bunuh diri seperti ini. selain mereka menghukum diri mereka sendiri di dunia, mereka juga menghukum diri mereka sendiri di alam yang tidak seharusnya mereka tempati saat ini,” batin Elana yang merasa sangat gemas saat mengingat kembali beberapa arwah yang bernasib sama seperti Mira. Tapi ia juga tak bisa menyalah para arwah sepenuhnya karena itu pun sudah menjadi jalan takdir mereka. Mungkin keberadaan Elana saat ini lah yang bisa membantu serta membimbing mereka untuk ke jalan yang sesungguhnya. “Aku ingin sekali bertemu dengan kedua orang tuaku dan meminta maaf kepada keduanya karena sudah menyakiti perasaan mereka dengan caraku, apakah kamu bisa membantuku?” tanya Mira dengan tatapan memohon kepada Elana namun wanita itu saat ini ingin beristirahat. “Baiklah kau bisa istirahat terlebih dahulu, sebelumnya aku ucapkan terima kasih kepada mu karena sudah berniat ingin membantuku,” kata Mira yang sangat mengerti dengan apa yang di rasakan oleh Elana. Elana pun tersenyum dan pergi meninggalkan Mira yang masih duduk di terasa kamarnya. * * * Pukul empat sore Elana sudah sampai di depan Rumah Mira di mana ia tinggal bersama dengan kedua orang tuanya. Bendera kuning masih terpampang jelas di depan Rumah tersebut karena Mira baru saja meninggal dunia dua hari yang lalu. Elana pun mengambil nafasa panjang dan membuangnya secara perlahan untuk mempersiapkan diri bertemu dengan orang tua Mira dengan segala konsekuensinya. “Permisi..” kata Elana saat sudah berada di teras depan rumah Mira dan mengetuk pintu rumah tersebut. Tak lama Elana mendengar seseorang dari dalam memutar kunci lalu membuka pintu Rumah tersebut yang tak lain adalah Ayah dari Mira. “Dia Ayah, El,” bisik lirih Mira di telinga Elana. “Maaf anda siapa ya? Dan mencari siapa ya?” tanya beliau ramah kepada Elana. “Saya temannya Mira, Pak dan kedatangan saya ke sini untuk bertemu bapak dan Ibu, boleh saya masuk?” jawab Elana yang sempat membuat raut wajah beliau berubah bingung dengan kehadirannya untuk bertemu kedua orang tua Mira. “Boleh Nak, silahkan masuk ke dalam,” kata beliau yang mempersilahkan Elana untuk masuk ke dalam Rumahnya. “Silahkan duduk Nak, biar saya panggilkan Istri saya.” Beliau pun masuk ke salah satu kamar dan Elana pun memutuskan untuk duduk di sebuah sofa yang terlihat usang. Ya Rumah Mira tidak seperti Rumahnya malah Rumah Mira bisa di hitung selebar satu petak kamar tidurnya. Elana bisa menyimpulkan kalau Mira dan keluarganya hidup sederhana bersama di tempat ini. Tak lama kedua orang tua Mira keluar dan duduk bersama Elana untuk mengetahui alasan kedatangan wanita itu mencari keduanya. Ada perasaan takut dan juga bingung yang tersirat di wajah keduanya yang bisa di rasakan oleh Elana. “Ada apa anda mencari saya dan Suami saya? Apakah Mira mempunyai hutang- piutang dengan anda?” tanya sang Ibu kepada Elana yang langsung di jawabnya dengan menggeleng. “Lalu apa alasan yang sebenranya, Nak?” tanya sih Bapak. “Sebelumnya perkenalkan nama saya Elana, maksud tujuan saya datang ke sini adalah untuk menyampaikan pesan dari almarhumah Mira,” jawab Elana yang semakin membuat keduanya bingung namun penasaran. “Pesan apa ya, Nak?” “Jadi Mira ingin meminta maaf kepada Ibu dan juga Bapak karena telah pergi dengan cara yang tidak wajar. Dan juga Mira..” “Anak itu sudah membuat malu keluarga kami Nak dengan mengakhiri hidupnya sendiri dalam keadaan hamil muda,” jelas sang Bapak yang terlihat putus asa. Sementara sang Ibu mulai meneteskan air mata saat sang Bapak kembali mengingatkan hal tersebut. “Ayah tahu dari mana kala Mira hamil?” tanya Mira tepat di depan wajah sang Ayah yang tidak bisa melihat sosok dirinya. “Hamil? Bapak tahu dari mana?” tanya Elana yang berusaha mewakili pertanyaan dari Mira. “Dia meninggalkan testpack di atas meja riasnya saat itu, entah siapa laki- laki yang merengut keperawanannya? Yang jelas saat ini kami merasa sudah tidak punya muka, Nak,” jelas beliau yang membuat Mira menangis hingga Elana pun ingin menangis. “Saya rasa Mira saat ini sedang menyesali perbuatannya Pak, Bu, namun ia sendiri tak bisa menyampaikannya secara langsung kepada Bapak dan juga Ibu jadi ia menyuruh saya datang ke tempat ini,” kata Elana yang membuat keduanya menatap heran kepada dirinya. Elana pun sudah siap jika nantinya ia di cap sebagai wanita gila. “Apa maksud kamu?” tanya sang Ibu yang bingung. “Percaya atau tidak, saya bisa melihat arwah Mira yang berada bersama kita di sini dan sedang menyesali keputusan terakhirnya,” jawab Elana dengan detak jantung yang berdebar karena ia sendiri merasa sangat takut saat menyampaikannya. “Apakah kamu ingin menipu kami dengan mengatakan hal tersebut?” seru sang Bapak yang tak percaya kalau Elana mampu melihat arwah orang yang sudah meninggal. Beliau pun juga tidak percaya dengan tahayul macam itu. “Buat apa saya menipu Bapak dan Ibu? Karena toh kedatangan saya benar- benar ingin menyampaikan hal yang memang saat ini Mira ingin sampaikan,” seru Elana yang berusaha sekuat hatinya menahan amarahnya yang di cap sebagai penipu oleh beliau. “Pak, sabar dulu mungkin saja apa yang di sampaikan Nak Elana ini benar,” kata sang Ibu yang berusaha percaya dengan perkataan Elana. “Kalau memang benar ia bisa melihat arwah Mira bisakah dia tanyakah kepada Mira apa keinginan terbesar kami sebagai orang tua untuknya?” tanya beliau yang ingin meyakinkan dirinya sendiri kalau memang arwah Anaknya ada bersama dengan mereka. “Mira..” lirih Elana sambil menatap hantu wanita tersebut. “Keinginan terbesar Bapak dan Ibu adalah melihat diriku sukses tanpa harus menjalani hidup susah seperti mereka berdua,” kata Mira sambil menahan tangisnya yang juga di ucapkan oleh Elana kepada kedua orang tua Mira. “Mira, Anakku benarkah kamu ada di sini, Nak?” lirih sang Bapak dengan tangisnya yang pecah saat mendengar pernyataan yang di sampaikan oleh Elana karena hanya tersebut hanya beliau dan Mira yang mengetahuinya. “Nak, jika memang benar kamu ada di sini, Ibu dan Bapak sudah memaafkaan dan berusaha mengikhlaskan kepergian mu, Nak,” ungkap sang Ibu sambil menangis tersedu- sedu di bahu Suaminya. “Elana aku minta tolong pada mu beritahukan tentang buku tabungan yang selama ini aku sisihkan dari uang jajan Ibu dan Bapak yang berada di atas lemari pakaianku,” pinta Mira kepada Elana sebelum mereka memutuskan untuk pergi. “Ibu dan Bapak, aku ingin menyampaikan sesuatu dari Mira kalau semasa hidupnya ia sempat menyisihkan uang jajan yang kalian berikan dalam bentuk buku tabungan yang sekarang ia letakkan di atas lemari pakaian miliknya.” Keduanya pun kembali terkejut dan melirik satu sama lain. Sang Ibu pun memberi kode kepada Suaminya agar segera melihatnya agar mereka bisa kembali meyakini kebenaran tentang Mira. “Sebentar ya, Bu,” kata sang Bapak yang langsung bangkit dan masuk ke dalam kamar yang lain dan posisinya berada di sebelah kamar mereka. Sesampainya di dalam kamar beliau langsung mendekati lemari pakaian dan berjinjit dengan tangannya yang meraih ke atas lemari. Lalu ia menemukan sesuatu dan mengambilnya, kedua kaki beliau seketika melemas dan merinding saat mengetahui sebuah kebenaran yang ia lihat dan rasakan sendiri saat itu. “Sebentar Nak El, Ibu susuk Bapak ya,” kata sang Ibu yang sudah sangat penasaran hingga ia pamit untuk melihat Suaminya yang masih berada di kamar Anaknya. “Bu..’’ lirih sang Bapak dengan tangisnya yang sudah pecah saat melihat sang Istri masuk ke dalam kamar anak mereka. Kini posisi bapak sudah duduk di depan lemari karena merasa lemas. “Pak, apa yang di katakan Nak Elana benar- benar nyata kalau ia masih bisa melihat arwah anak kita,” seru sang Ibu yang sudah berada di hadapan Suaminya dan bisa melihat buku tabungan yang di genggam Suaminya. “Elana, aku berterima kasih sekali karena kau mau melakukan banyak hal untukku walau Bapakku sempat tidak mempercayaimu tapi aku meminta maaf pada mu ya,” seru Mira yang merasa sangat senang dan juga merasa sangat bersalah kepada Elana tentang sikap Ayahnya. “Tidak apa- apa Mira tapi satu yang aku minta dengan mu, setelah ini belajarlah untuk menerima serta mengikhlaskan apa pun yang sudah terjadi dengan mu saat ini agar kau bisa segera pergi ke tempat yang seharusnya,” kata Elana yang di jawab anggukan oleh Mira. Tak lama Bapak dan Ibu pun keluar dari kamar anaknya untuk kembali bertemu dengan Elana. “Nak Elana apakah Mira masih ada di sini?” tanya sang Bapak. “Ia masih ada di sini, ia pun bisa melihat dan mendengar apa yang Bapak dan Ibu lakukan tetapi ia tak bisa berbicara langsung dengan kalian berdua, namun jika ada yang ingin di sampaikan katakan saja saya bersedia menjadi perantara Bapak dan Ibu untuk Mira,” kata Elana sambil tersenyum. “Mira, Bapak dan Ibu sudah memaafkan apa yang sebenarnya terjadi tapi kami juga ingin setelah ini kamu bisa tenang tanpa harus memikirkan kami berdua dan kami sangat menyayangi mu Nak sampai kapan pun itu,” seru Sang Bapak dengan sekuat tenaga untuk menahan tangisnya. Mira dan sang Ibu sama- sama menangis mendengar ucapan Bapak. “El tolong katakan padanya kalau setelah ini aku sudah merasa damai dan tenang tapi aku mohon jangan katakan kalau aku belum menemukan jalan untuk pergi ya,” lirih Mira dengan tangisnya yang tersedu- sedu dan Elana pun menjawabnya dengan menganggukkan kepala. “Apa yang di sampaikan Mira, Nak El?” tanya sang Ibu. “Ah Mira bilang kalau ia kini sudah merasa damai dan tenang, Bu,” jawab Elana sambil tersenyum. “Syukurlah kalau begitu,” kata sang Ibu membuang nafas lega saat mendengar ucapan Elana barusan. “Baiklah Bapak dan Ibu, Aku ingin segera pamit karena hari sudah semakin gelap dan aku masih ada urusan lainnya,” pamit Elana yang merasa misinya sudah selesai saat ini. “Terima kasih kepada Nak Elana karena sudah repot- repot datang untuk membantu kami dan juga Mira, semoga kebaikan Nak Elana nantinya di balas dalam bentuk yang lain oleh Tuhan,” kata Bapak yang berusaha tersenyum di depan Elana. “Sama- sama Pak, Bu, semoga kepedanya kalian berdua bisa menjalani hidup yang lebih baik lagi dan jangan dengar ucapan buruk dari orang lain tentang apa yang sudah terjadi karena saya percaya semua sudah tertulis di jalan takdir kita masing- masing,” kata Elana yang sama – sama mengingatkan agar sesautu hal yang buruk tak akan pernah terjadi lagi. Bapak dan Ibu pun mengangguk tanda setuju dengan perkataan Elana. Kini wanita itu bangkit dari tempat duduknya dan berniat keluar dari rumah tersebut yang di antar langsung oleh pemilik Rumah. Setelah benar- benar selesai Elana pun pergi meninggalkan Rumah tersebut namun tepat beberapa meter di hadapannya Elana melihat seseorang sedang mengintai Rumah Mira. Wanita itu penasaran siapa yang memperhatikan Rumah Mira hingga ia memutuskan untuk mendekatinya namun lelaki itu berlari menghindari Elana. Elana pun ikut berlari untuk mengejarnya dan beruntung Elana bisa lebih dekat saat tanpa sengaja lelaki itu tersandung dan merintih kesakitan. “Itu dia Elana, lelaki brengkes itu,” kata Mira dengan sorot mata tajam saat melihat lelaki itu. “Kau adalah lelaki yang menghamili Mira, bukan?” tanya Elana dengan tatapan sinisnya. “Dari mana kau tahu kalau dia hamil karena perbuatanku?” tanya lelaki itu yang merasa ketakutan karena ucapan Elana barusan. “Kau tak perlu tahu dari mana aku mengetahuinya tapi karena diri mu Mira memutuskan untuk mengakhiri hiddupnya dasar lelaki pencundang,” sergah Elana yang merasa jijik melihat lelaki yang ada tepat di hadapannya dengan duduk di aspal. “Apa kata mu? Pecundang? Kau salah menilaiku karena Mira lah wanita bodoh yang ingin memberikan keperawannya dengan cuma- cuma kepada ku,” kata lelaki itu yang tersenyum tanpa merasa bersalah sama sekali. Elana yang mendengarnya merasa geram hingga mengepalkan kedua tanganya lalu mengayunkan tangannya dengan cepat ke arah lelaki itu. “Bruukk..” satu pukulan itu berhasil membuat wajah lelaki itu memerah dan terasa panas walau sebenarnya kepala tangan Elana juga terasa sakit dan panas saat ini. tapi Elana berpikir ini tak sebanding dengan apa yang di rasakan oleh Mira yang melihat lelaki itu meremehkan Mira. “Dasar wanita kurang ajar..” serunya yang kini tersulut emosi karena Elana berani memukul wajahnya hingga terasa sangat sakit. lelaki itu pun bangkit dan berusaha ingin membalas apa yang Elana lakukan kepadanya dengan satu pukul. Elana pun berusaha untuk melarikan diri dari lelaki itu namun kedua kakinya saling bertautan hingga ia tersungkur jatuh ke tanah. Lelaki itu tersenyum dan berniat ingin melayangkan pukulannya lagi. Elana pun pasrah jika memang lelaki itu akan memukul dirinya hingga kini usaha terakhirnya adalah menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Tapi keberuntungan berada bersama dengan Elana saat ada seseorang yang sedari tadi sudah memperhatikan keduanya dan dengan cepat menahan pukulan tangan lelaki yang ingin memukul Elana. Setelah itu ia memutar tangan lelaki itu ke belakang untuk mengunci agar lelaki di depannya tidak kembali berbuat macam- macam. “Elana buka mata mu,” seru Mira yang membuat Elana membuka matanya dan kini ia merasa sangat terkejut dengan sosok orang yang menolongnya saat ini. orang itu tak lain adalah Attala yang sejak sore tadi memperhatikan kemana Elana pergi karena ia ingin mencari celah untuk bisa tetap mewawancarai Elana dengan usaha yang ia punya. “Apakah kau tidak apa- apa?” tanya Attala yang di jawab anggukan oleh Elana namun bersamaan dengan itu lelaki yang sedang dalam kuncian Attala terlepas saat dengan keras ia menginjang kaki Attala dan menyikut perut Attala lalu setelah itu ia kabur meninggalkan keduanya. Elana pun berusaha bangkit dan menghampiri Attala yang tengah merasa kesakitan akibat pukul di perutnya dan juga salah satu kakinya. Elana merasa sangat bersalah karena demi menolong dirinya lelaki itu jadi merasakan hal yang seharusnya tidak ia rasakan. “Apa kau ingin ke Rumah sakit?” tanya Elana panik. “Tidak usah karena ini hanya sakit ringan namun bisakah kamu membantuku berjalan menuju mobilku?” kata Attala yang menolak di bawa ke Rumah sakit oleh Elana dan ia meminta Elana membantunyan pergi menuju mobilnya yang terparkir beberapa meter dari tempat mereka berdiri saat ini. Elana pun membantu Attala untuk segera menuju ke mobil laki- laki tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD