Chapter 8

3060 Words
“Dasar wanita gila, berani sekali ia mempermainkan diriku seperti tadi. Apa dia pikir candaan dia tadi lucu?” Sergah Attala saat ia sudah berada di dalam rumahnya dan kini sedang duduk di ruang tengah setelah meletakkan rantang berisi makanan serta tasnya. Ya Attala merasa sangat kesal karena sikap Elana tadi yang terkesan meremehkan dirinya yang ingin mewawancarainya. Seharusnya Elana tak melakukan hal itu jika memang tak ingin pandangan tentang dirinya di cap sebagai wanita gila. Namun saat Attala sedang mengomel sendiri tentang Elana pada dirinya, perut Attala berbunyi karena merasa sangat lapar apalagi saat ini sudah pukul dua belas siang dan waktunya untuk makan siang. “Lebih baik aku makan dulu, urusan menghadapi wanita gila itu nanti saja aku urus,” seru Attala sambil meraih rantang makanan yang di berikan oleh Ibu Tumini tadi. Ia pun membukanya dan menjejerkan rantang tiga tingkat itu di atas meja lalu bangkit dari sofa untuk pergi ke dapur mengambil minum dan sendok. “Ah aku tidak bisa menyerah karena di satu sisi aku merasa gengsi kalau pekerjaanku tak terselesaikan dengan baik, di sisi lain aku sudah berjanji untuk mencari info tentang wanita itu dan membawanya menemui keluarga Andri,” seru Attala di sela makan siangnya saat pikirannya kembali berputar tentang Elana. Setelah makan siang, Attala memutuskan untuk mencari cara bagaimana Elana mau di wawancarai olehnya hingga tercetuslah ide untuk mengamati sosok Elana dalam beberapa hari ini. untuk mencari hal apa yang wanita itu sukai dan tidak sukai. Attala juga berharap kalau Elana memiliki titik lengah agar ia dengan mudah membantu wanita itu untuk di jadikan imbalan karena menolongnya. Pukul tiga sore Attala sudah berada di sekitar rumah Elana dan mengawasi rumah wanita itu dari jauh untuk mengetahui segala aktivitasnya. Sebelumnya Attala sudah menyiapkan beberapa camilan dan juga minuman untuk memenaninya memperhatikan sosok Elana. Walau ia terlihat seperti seorang psikopat yang sedang memperhatikan mangsanya sungguh lelaki ini tidak peduli, asalkan ia mendapatkan hasil yang setara dengan kerja kerasnya. Lima belas menit kemudian Attala melihat Elana keluar dari Rumahnya seorang diri menggunakan sebuah taksi. Saat itu juga Attala mulai mengikuti taksi yang membawa Elana pergi, entah kemana yang jelas ini adalah hal yang baik baginya karena jika wanita itu berada di luar Rumah ia lebih mudah memantau aktivitas Elana. * * * Tepat pukul enam sore, Attala sudah merasa bosan karena Elana tak kunjung keluar dari rumah yang di datanginya saat ini. hingga Attala memutuskan untuk keluar dari mobilnya dan bersandar pada mobilnya untuk menyesap rokok miliknya serta menikmati angin yang menerpa tubuhnya. Entah kenapa sekitar rumah ini sungguh sepi padahal baru pukul enam. Tak lama Attala melihat sosok Elana yang keluar dari rumah tersebut namun ia berlari mengejar seorang pria menggunakan jaket hodie. Attala juga melihat bagaimana Elana dengar berani meninju wajah sang pria dengan tangannya sendiri saat lelaki itu tersungkur ke tanah hingga Attala menggelengkan kepala melihat sikap wanita tersebut. “Barbar sekali wanita ini, apakah ia tidak takut jika nantinya pria itu menyerang balik dirinya? Ini sungguh berbahaya tapi apa yang harus aku lakukan?” seru Attala yang terlihat kebingungan saat melihat Elana yang sedang berbicara dengan pria tersebut. “Benar kan kataku barusan tapi aku tidak bisa melihatnya seperti itu, aku harus membantunya,” seru Attala membuang puntung rokoknya dan menginjaknya untuk mematikan api saat melihat kini sosok Elana yang sedang tersungkur di tanah. Attala berlari dan menahan tangan pria tersebut yang ingin memukul Elana lalu ia memutar kedua tangan tersebut ke belakang untuk mengunci tubuh sang Pria. Attala merasa beruntung karena ia bisa datang tepat waktu untuk menolong Elana. “Apakah kau tidak apa- apa?” tanya Attala untuk menanyakan kondisi Elana yang terlihat ketakutan dan shock. Namun belum ia mendapat jawaban dari Elana pria di depannya telah menginjak kakinya dengan keras hingga Attala melepaskan pegangan tangan sang Pria lalu setelah itu ia kembali meringis kesakitan saat pria itu menyikut perutnya dan kabur. “Sialan..” pekiknya pelan yang merasa gagal sudah bersikap sok keren di hadapan Elana. Elana pun bangkit dan menghampiri dirinya yang tengah merasakan sakit yang luar biasa. “Apa kau ingin ke Rumah sakit?” tanya Elana kepada Attala yang terlihat panik dengan kondisinya saat ini. “Tidak usah karena ini hanya sakit ringan namun bisakah kau membantu berjalan menuju mobilku?” Tolak Attala yang berusaha menahan rasa sakitnya agar Elana tidak menganggap dirinya lemah. Namun Elana membantunya berjalan menuju mobilnya dan di sesampainya di mobil ia mengambil air mineral untuknya dan Elana yang terlihat masih merasa takut. “Ambillah air ini dan minumlah karena aku yakin saat ini kau sedang merasa shock tentang apa yang terjadi dengan mu barusan,” seru Attala sambil memberikan sebotol air mineral kepada Elana saat rasa sakit di dirinya sudah menghilang sedikit. Elana menatap Attala dengan air mata yang perlahan menetes hingga ia merasa kebingungan. “Kenapa?” tanya Attala lagi namun kali ini tangis Elana pecah karena baru kali ini saat ia merasa kesusahan untuk membela arwah ada orang yang menolong dirinya. Biasanya orang- orang hanya menilainya sebelah mata. “Hey jangan menangis, semua sudah baik- baik saja,” seru Attala sambil memeluk Elana agar wanita itu merasa tenang dan selain itu ia tak ingin jika tangisan Elana membuat orang salah paham. Elana menangis sejadi- jadinya namun setelah Attala mengusap punggungnya perlahan tangis itu mereda. Elana sendiri merasa sangat malu karena orang yang sempat ia perlakukan buruk telah menolongnya. “Apakah sudah terasa membaik?” tanya Attala saat Elana masih berada dalam pelukannya. Wanita itu pun melepaskan pelukannya lalu menghapus air matanya. “Lebih baik sekarang kau masuk ke dalam mobilku biar aku yang mengantarkan mu pulang ke rumah karena akan sangat berbahaya jika kau memaksakan diri untuk pulang sendirian,” suruh Attala yang tidak ingin Elana pulang sendiri setelah apa yang terjadi padanya. Attala pun keluar dari kursi penumpang di bagian depan dan kini memutar pindah ke kursi pengemudi. Sebelum Elana masuk, Attala merapihkan beberapa camilan dan minuman yang terlihat berantakan. Elana sendiri bingung haruskah ia mengikuti lelaki yang baru ia kenal hari ini tapi lelaki ini juga yang sudah menolong dirinya hingga wanita itu tenggelam dalam lamunannya. Attala menatap heran mengapa sosok Elana masih bergeming di sana. “Ayo masuk sekarang, apakah kau tidak takut jika pria tadi memanggil teman- temannya ke sini untuk mengepung kita,” seru Attala dengan kemungkinan terburuk apalagi tempat ini sangat asing baginya. Dan mungkin bisa saja lelaki itu memiliki dendam dengannya dan juga Elana atas apa yang mereka berdua lakukan tadi. “Baiklah,” jawab Elana cepat yang takut jika memang ucapan dari Attala itu benar. Wanita itu kini masuk dan duduk sejajar dengan Attala lalu menutup pintu mobil. “Ah jika kau ingin minum air itu, kau bisa minum, tenanglah aku tidak akan meracuni diri mu,” kata Attala sambil menujuk botol air mineral tadi yang ia letakkan di dasbor mobilnya sambil dalam keadaan menyetir. Elana dengan ragu mengambil botol tersebut dan menenggak isi botol minuman tersebut karena tenggorokannya sendiri terasa serak dan kering akibat tadi ia berteriak kepada lelaki yang sudah menyakiti hati Mira. Namun Elana baru menyadari kalau sosok Mira sudah menghilang dari sisinya entah kemana hingga Elana mencari sosok Mira di kursi penumpang yang ada di belakang. Attala bingung saat melihat gelagat wanita tersebut yang sedang mencari sesuatu. “Ada apa?” tanya Attala yang melirik Elana sebentar dan kembali fokus menatap ke jalan. “Ah tidak apa- apa,” jawab Elana yang kembali menyandarkan tubuhnya ke kursi. Sekitar dua puluh menit kemudian keduanya sampai di depan gerbang rumah Elana dan Attala pun membukakan pintu mobilnya untuk Elana yang terlihat sudah membaik. “Sudah sampai,” kata Attala dan Elana pun turun dari mobil Attala. “Terima kasih sudah ingin membantuku dan mengantarkan diriku pulang, aku merasa tidak enak karena telah merepotkan diri mu yang padahal kita baru bertemu hari ini dan aku sendiri memperlakukan mu dengan tidak baik hari ini, tapi apa yang harus aku lakukan untuk membalas kebaikan mu?” jelas Elana yang benar- benar menyesal dan merasa sungkan serta ingin membalas budi pada lelaki yang ada di hadapannya ini. Sedangkan Attala tersenyum dalam hati karena mangsanya sudah memakan umpan yang ia berikan walau sebenarnya ia tulus menolong Elana hari ini tapi ia tak ingin menyia- nyiakan kesempatan emas ini apalagi ia sudah mengorbankan dirinya sendiri. “Sebenarnya kau tak usah membalas hal apa pun kepadaku, namun jika kau memaksa bagaimana kalau kau mentraktirku makan siang di tempat favoriteku?” seru Attala yang berharap kalau Elana akan menyetujuinya. “Baiklah aku akan mentraktir mu makan siang besok, tapi di mana kita akan bertemu?” tanya Elana yang menyetujui ajakan Attala karena ia sendiri mempunyai maksud khusus untuk mengetahui sosok anak kecil yang ia sempat lihat hari ini. “Oke besok pukul dua belas siang, aku akan menjemput mu di sini karena rumahku berada tidak jauh dari sini,” jawab Attala sambil tersenyum senang karena Elana menyetujui permintaannya. “Oke, aku setuju kalau begitu aku akan masuk ke dalam sekarang,” pamit Elana yang ingin segera masuk ke dalam. “Ya silahkan karena aku juga ingin pulang, jangan lupa mengunci seluruh pintu di rumah mu ya sebelum tidur,” seru Attala yang tanpa sadar mengusap puncak kepala Elana begitu saja lalu ia berjalan masuk ke dalam mobilnya. Elana merasa sangat bingung mengapa Attala bersikap sangat manis kepadanya hingga timbul perasaan aneh yang tak pernah ia rasakan. Sebelum Attala pergi ia membuka kaca jendela mobilnya dan menatap Elana yang masih bergeming di tempatnya berdiri saat ini. “Sampai jumpa besok ya.” “Blush..” wajah Elana seketika memerah saat melihat Attala tersenyum kepadanya lagi. Namun Elana hanya bisa melambaikan tangan ke arah Attala dan berjalan masuk ke dalam rumahnya. “Perasaan apa ini? Mengapa aku merasa sangat nyaman dengannya seperti sudah sangat lama aku mengenalnya dan juga membuat jantungku berdebar sangat kencang padahal kami baru bertemu hari ini? entahlah aku bingung tapi setidaknya besok aku harus membalas budi padanya,” seru Elana saat sudah berada di dalam kamarnya dan kini ia meletakkan tasnya dan bersiap untuk segera mandi sebelum makan malam. # # # Sementara itu dalam pulang Attala tak henti- hentinya tersenyum dan berteriak di dalam mobilnya karena sangat senang. Lelaki itu merasa sebentar lagi tujuan terbesarnya akan tercapai dan pekerjaannya akan cepat selesai serta karirnya akan meroket. Sesampainya di rumahnya Attala mendapatkan telefon dari sang bos yang ingin menanyakan perkembangan Attala hari ini dalam menghadapi sosok Elana. Apakah anak buah yang paling ia percaya mampu mengerjakan tugasnya dengan baik? Sedangkan Attala sendiri tak sabar ingin memberitahukan kepada sang Bos kalau rencanakan akan berjalan dengan lancar. “Halo Bos, selamat malam,” kata Attala sambil tersenyum semeringah padahal sang Bos juga taka akan melihatnya tersenyum. “Wah malam ini sepertinya kau sedang sangat bahagia Attala dari nada bicara mu, apakah kau mendapatkan sesuatu yang menarik hari ini?” tebak sang Bos saat mendengar Attala menjawab panggilannya dengan nada bicara bahagia. “Ah tidak juga Bos hanya saja sepertinya akan ada hal baik yang datang pada diriku,” jawab Attala sambil membanting tubuhnya di atas tempat tidur saat memasuki kamar tidurnya. “Oh ya baguslah kalau begitu tapi bagaimana dengan pertemuan pertama me dengan Elana? Apakah kau sudah berhasil membujuknya agar mau di wawancarai oleh mu?” tanya sang Bos yang tidak ingin basa- basi lagi dan Attala pun sudah menunggu pertanyaan ini sedari tadi. “Soal itu awalnya sangat sulit dan saya mendapatkan sebuah penolakan sepertinya ia terlalu takut untuk di wawancarai lagi,” jawab Attala yang ingin berbasa- basi terlebih dahulu untuk memancing reaksi sih Bos. “Oh ya? Lantas kau gagal dalam pekerjaan ini?” tanya beliau lagi yang penasaran apakah Attala akan menyerah. namun ia tak percaya seorang Attala akan dengan mudahnya menyerah apalagi ia mengingat betul bagaimana pria ini menjawab panggilan telefonnya dengan nada semeringah. “Belum di bilang gagal namun sepertinya ada kesempatan untuk diriku dapat mewawancarai wanita tersebut,” seru Attala dengan cepat karena ia paling tidak senang mendengar kata gagal untuk setiap tugas yang ia kerjakan. “Benarkah kau memiliki kesempatan itu? Jika memang benar kau memilkinya kau tak usah terburu- buru dalam melakukannya karena seorang wanita seperti Elana mungkin perlu sedikit waktu untuk lebih mengenal dan terbiasa untuk mengungkapkan rahasia terbesarnya,” jelas sang Bos yang membuat Attala seakan bersemangat mendengarnya. “Apakah akan seperti itu Bos nantinya?” tanya Attala yang sebenarnya belum mengerti cara mendekati seorang wanita apalagi yang akan mengungkap rahasia terbesarnya. “Gunakan sistem tarik ulur saat mendekati dirinya jika memang ia merasa sudah nyaman dengan keberadaan dirimu barulah kau bisa pura- pura menghilang agar ia mencari mu dan saat itu juga baru kamu tanyakan apa rahasia terbesarnya, dan aku akan menghubungi mu dua minggu lagi untuk mengetahui kabar selanjutnya,” kata sang Bos memberi saran kepada Attala agar misi Anak buahnya dapat berhasil. “Baiklah Bos kalau begitu aku akan menggunakan strategi yang kau sarankan,” jawab Attala dan sang Bos mengakhiri obrolan tersebut. Entahlah Attala baru kali ini mendengar sang Bos memberikan saran untuk dirinya dalam kasus ini walau baginya ini hal yang aneh tapi bisa jadi opsi kedua jika memang usahanya akan gagal nantinya. “Lebih baik aku mandi lebih dahulu dan mengisi perutku lalu beristirahat karena hari ini terasa lebih panjang dan melelahkan,” seru Attala yang bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan masuk menuju kamar mandi. * * * Esok hari seperti janji mereka semalam, kini mereka sudah berada di Restoran favorite Attala yang menjual mie paling enak menurutnya. Dengan rekomendasi dari Attala, Elana memesan mie yang sebelumnya belum pernah ia makan sama sekali karena memang ia belum pernah ke tempat ini. “Ah terima kasih kau sudah mengajakku makan siang di sini,” kata Attala membuka obrolan di antara mereka sambil menikmati makan siang mereka. “Mengajak mu? Heem lebih tepatnya aku membalas budi atas apa yang sudah kau lakukan kemarin malam padaku,” kata Elana yang mengoreksi perkataan Attala barusan. “Ah iya maafkan karena aku telah membuat kesalahan pada mu,” canda Attala yang meminta maaf kepada Elana. “Oh ya apakah kau sudah berkeluarga?” tanya Elana basa – basi karena ia tak mungkin langsung menanyakan sosok anak kecil yang saat ini sedang berada di samping Attala sambil menatap dirinya. Sosok yang memang sama persis ia lihat kemarin siang. “Apa maksud mu menikah?” tanya Attala yang percaya kalau ia mendapatkan pertanyaan tersebut dari Elana. Attala sampai berpikir kalau Elana sepertinya mulai tertarik dengan dirinya hingga timbul pertanyaan itu. “Ya menikah dan telah memiliki seorang anak,” jawab Elana sambil menikmati makanannya tanpa menatap Attala. “Aku belum menikah apalagi memiliki seorang anak dari wanita lain karena pacaran pun saja aku tidak pernah sampai detik ini,” jawab Attala yang membuat Elana tak percaya kalau sosok lelaki yang bisa di bilang tampan dan terlihat playboy tidak pernah berpacaran. “Dasar penipu,” bisik Elana yang terdengar samar oleh Attala. “Kau bilang apa barusan? Aku tidak mendengarnya,” kata Attala yang ingin mengetahui apa yang di katakan Elanan barusan. “Ah tidak hanya saja aku ingin bertanya apakah kau memiliki seorang adik perempuan berum..” “Tunggu mengapa kini kau seolah sedang mengintrogasi diriku? Apakah kau sudah mulai tertarik denganku?” potong Attala yang gemas dengan segala pertanyaan dari Elana tentang dirinya. “Hah..” Elana tersenyum miris tak percaya karena lelaki di hadapannya ini sungguh berlebihan dalam menilai segala pertanyaannya barusan. “Apakah sangat jelasa kalau aku memang tertarik dengan mu?” tanya Elana balik sambil tertawa kecil. “Ya kelihatannya seperti itu,” jawab Attala santai yang membuat Elana seakan muak mendengarnya. “Kau hanya salah paham saja, kalau aku memberitahukan alasan dari pertanyaanku saat ini mungkin kau akan menganggapku gila,” jawab Elana ketus kepada Attala. “Aku tak pernah bilang kalau dirimu gila tapi dirimu lah sendiri yang menilainya,” jawab Attala yang kesal setiap kali Elana mengatakan hal tersebut tanpa menanyakan penilaiannya tetang Elana kepadanya. Elana merasa malu dengan ucapan Attala barusan hingga ia memutuskan untuk menghentikan makannya dan memanggil pelayan karena ingin membayar makanan dan minuman yang telah mereka pesan. “Aku rasa makan siang kali ini sudah cukup untuk membalas budi dan aku akan membayarnya lalu pergi,” kata Elana yang membuat Attala terdiam karena misinya belum selesai untuk membujuk Elana. “Tunggu, biar aku yang membayar makanan ini karena aku adalah pria yang mengajak mu makan siang ini,” seru Attala yang sudah mengambil dompet dari sakunya dan bersamaan dengan itu pelayan sudah datang membawa bill. “Tidak usah karena aku sudah bilang ingin membalas budi kepada mu,” kata Elana yang segera mengambil dompet di tasnya dan mengambil beberapa lembar uang namun ia kalah cepat karena Attala sudah memberikan uang kepada sang pelayan dan menyusuhnya pergi. “Apa yang sebenrnya kau inginkan? Bukankah semalam kau bilang ingin aku meneraktir mu sebagai balas budiku namun sekarang kau sendiri yang melanggarnya hingga membuat aku yang berhutang budi pada mu,” kata Elana kesal dengan apa yang di lakukan Attala barusan. “Oke aku akan meminta cara yang lain agar aku bisa membalas budi kepadaku,” seru Attala sambil tersenyum. “Apa? Jangan meminta hal yang macam- macam dan cepat katakan karena aku tak ingin bertemu lagi dengan mu,” seru Elana yang ingin segera mengakhiri hal tersebut. “Kau hanya perlu mau aku wawancarai saja, bukankah itu sangat mudah untuk kau penuhi,” kata Attala memberikan persyaratan kepada Elana  yang mungkin bisa saja wanita itu penuhi. Elana merasa geram ternyata ini alasan sebenarnya lelaki yang menolongnya kemarin malam demi tuntutan pekerjaannya. “Aku pikir kau lelaki yang tulus ingin menolongku kemarin malam tapi ternyata kau sengaja mencari kesempatan di tengah kelemahanku,” seru Elana dengan menahan tangisnya yang merasa benar- benar sangat kecewa. Attala yang mendengarnya pun terdiam daan kini merasa bersalah. “Kau perlu ingat satu hal, sampai kapan pun aku tak akan membuka mulutku untuk jurnalis yang memanfaatkan keadaan seperti mu,” seru Elana yang bangkit dari tempat duduknya lalu pergi meninggalkan Attala. “Elana, tunggu kau salah paham..” seru Attala yang berusaha menahan Elana namun wanita itu tak mau mendengarkannya dan pergi. Beberapa pasang mata melihat apa yang terjadi pada keduanya namun Attala berniat menyusul wanita tersebut. “Pak sebentar ini uang kembalian anda,” tahan seorang pelayan saat Attala menuju pintu keluar. “Ambilah aku tidak butuh itu,” kata Attala yang melanjutkan langkahnya untuk mengejar Elana. “Terima kasih Pak,” seru sang pelayan yang sempat terdengar oleh Attala.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD