Tulus..

1215 Words
Teddy membawaku berkeliling tanpa ada tujuan untuk sekedar menghabiskan waktu dan sepanjang perjalanan kami hanya diam, sementara kepalaku terlalu nyaman bersender pada pundaknya. Tanpa terasa hari mulai senja, Teddy mengantarku pulang. Ketika kami telah sampai di ujung jalan menuju rumahku. Teddy menghentikan mobilnya yang membuatku bingung. Aku semakin bingung ketika dia memegang daguku dan mengarahkan wajahku agar memandangnya. Dia melepaskan daguku dan mulai berkata, “Kamu tau, aku menunggu saat seperti ini sudah lama, saat dimana aku akan mengatakan semua kebenaran padamu. Kebenaran bahwa aku telah jatuh cinta padamu sejak pertama kali kita bertemu di kampus. Aku tulus mencintaimu dan aku hanya ingin kamu tau itu. Aku tidak menuntut agar kamu membalas cintaku, sungguh tidak, karena ketulusanku tidak pernah menuntut balasan apapun. Cukup kamu tau mengenai perasaanku dan tidak ada yang bisa melarangku di dunia ini untuk mencintaimu”.   Aku benar-benar tercekat. Ini semua diluar dugaan, pernyataan cinta dari Teddy membuat denyutan aneh dalam hatiku yang aku tidak tau penyebabnya. Mataku menatap semakin dalam pada manik  mata Teddy dan aku mendapatkan sebuah kejujuran disana. Degupan hatiku semakin kencang dan entah keberanian dari mana, tiba-tiba aku mendekatkan wajahku pada Teddy, yang tanpa aba-aba disambut oleh Teddy dengan mendaratkan bibirnya diatas bibirku. Singkat, kemudian dia melepasnya. Melihatku yang tidak memberi penolakan, membuat Teddy kembali berani mendaratkan bibirnya diatas bibirku, irama jantungku sudah diluar oktaf dan aku tidak peduli karena bibir yang kini menempel di bibirku sukses memberikan sebuah sengatan listrik pada sekujur tubuhku. Membuat tubuhku menegang dan perlahan merespon kecupan Teddy yang begitu manis terasa di bibirku.   Kecupan bibir itu kini berubah menjadi lumatan-lumatan lembut dan aku membalasnya dengan memberikan akses pada lidah Teddy untuk menjelajah ke dalam mulutku hingga sesekali lidah kami saling bertautan. Aku semakin merasa aneh dengan tubuhku karena kini memberi respon yang sungguh diluar dugaan. Aku menikmatinya dan cumbuan ini membuat tubuhku b*******h, nafas kami semakin memburu. Teddy kemudian melembutkan lumatannya sebagai pertanda bahwa cumbuan panas ini harus segera diakhiri karena posisi kami saat ini berada di dalam mobil dan di pinggir jalan raya. Kami saling melepaskan tautan bibir kami dan Teddy menggantinya dengan kecupan hangat di keningku. “Kamu harus pulang dan istirahat, nanti aku hubungi ya”, ucap Teddy lembut sambil membelai rambutku dan kujawab dengan anggukan. * * * Sudah hampir seminggu sejak kejadian ciuman dari Teddy itu, kami mengisi hari kami dengan kesibukan pekerjaan apalagi kini Ibu Nuri telah kembali ke kantor, beliau membawa tambahan pekerjaan untuk kami setelah menghabiskan hampir seminggu di ibu kota. Aku merasa komunikasi dengan Teddy semakin intens, kami selalu makan siang bersama bahkan ketika libur, kami saling mengunjungi agar bisa makan bersama. Ketika aku hendak mengembalikan uang sewa rumah yang dibayarkan oleh Teddy, dengan tegas Teddy menolaknya meski beberapa kali aku rayu agar menerimanya namun semuanya sia-sia hingga kuurungkan niatku tersebut. Hubungan kami memang semakin baik dan Teddy semakin sering melibatkanku dalam tiap aktivitasnya.   Setelah sebulan berlalu, hari ini bertepatan dengan hari ulang tahun Teddy namun sayang keluarganya telah membuatkan dia acara khusus untuk keluarga bahkan Teddy sampai cuti dan aku memberikannya waktu untuk menikmati hari bersama keluarganya. Teddy hanya membagikan foto-foto dari acara keluarga tersebut. Membagikan foto adalah salah satu kesepakatan tidak tertulis dan tidak pernah kami sampaikan sebelumnya karena itu murni cara kami berkomunikasi untuk saling menyampaikan mengenai kegiatan kami masing-masing.   Keesokan harinya, Teddy datang terlambat bahkan sangat terlambat, dia datang sesaat sebelum jam makan siang. Aku telah selesai merapikan meja hendak beranjak untuk keluar makan siang, tiba-tiba Teddy muncul. “Hei, maaf tadi krodit banget ngurusin klien barunya si tante, jadi gak sempet ngabarin kamu. Makan siang bareng yuk, aku harus nemenin pengukuran lagi nih sama BPN abis kita makan siang. Aku ke kantor cuma ambil dokumen doang sama jemput kamu siihhh”, kata Teddy sambil mengerlingkan mata kirinya seperti menggoda. Aku memutar bola mataku malas namun jauh dilubuk hatiku, aku sangat merindukannya dan merasa bahagia mendengar dia kembali ke kantor untuk menjemputku. “Baiklah, jadi kamu traktir dulu trus sebagai gantinya aku harus nemenin kamu panas-panasan di lapangan? Dasarrrr.. gak mau rugi ya”, jawabku sambil berdiri dan melangkah keluar lebih dulu dari ruangan kami. “Yes”, pekik Teddy yang membuatku menoleh dan memberinya senyuman termanisku siang ini.   Kami sudah berada di sebuah rumah makan sederhana yang lokasinya tidak jauh dari tempat kami akan melakukan pengukuran tanah dengan BPN, setelah kami menyelesaikan makan siang kami, Teddy pun mengajakku berjalan sedikit menuju lokasi tanah yang dimaksud untuk pengukuran. Aku menutupi kepalaku dengan dokumen dari tanah yang dimaksud karena matahari begitu menyengat siang ini. Teddy pun mempercepat pekerjaannya dengan para petugas BPN dan kemudian mendekatiku. Dia menarik lembut pergelangan tanganku dan mengajakku berjalan mendekati sebuah bangunan seperti rumah kecil yang tidak terawat namun ketika kami sampai di halaman rumah tersebut, aku menganga, ternyata rumah kecil ini sangat indah, dilihat dari depan memang seperti tidak terawat dan tidak menarik namun ketika telah berada di halamannya, mataku disuguhkan dengan taman bunga mawar beraneka warna yang kini sedang mekar-mekarnya.  Mataku tertuju pada sebuah mawar unik dengan kelopak kecil berwarna hijau, tiba-tiba pikiranku melayang pada masa kecilku. Aku memiliki nenek dan kakek yang tinggal di pedesaan, mereka adalah petani kebutuhan pangan, sawah mereka menghasilkan padi, kebun-kebun mereka menghasilkan bermacam sayuran untuk dijual namun mereka juga sangat menyukai bunga. Di setiap sudut rumah mereka dibuatkan sebuah taman kecil yang masing-masing berisi tanaman bunga beraneka warna, bunga yang dominan di taman-taman ini adalah mawar. Salah satu bagian taman yang berada di sudut rumah, posisinya persis diluar jendela kamarku, nenek tanami dengan bunga mawar berwarna hijau. Awalnya aku tidak sadar jika itu adalah bunga mawar, aku pikir bunga aneh yang hanya tumbuh daun namun lambat laun aku sadar bahwa yang hijau dipuncak tanaman bunga tersebut bukanlah daun melainkan kelopak mawar yang indah. Tiba-tiba cairan bening menetes tanpa bisa dicegah, menyentuh punggung tanganku yang sedang membelai kelopak mawar hijau dihadapanku. Seketika hatiku pilu karena tiba-tiba aku merindukan kampung halamanku. Teddy yang sedari tadi memperhatikanku dari sebuah kursi kayu di depan rumah kemudian beranjak untuk menghampiriku dan menyodorkan sebuah sapu tangan untuk mengusap air mataku. "Kangen kampung?", tanya Teddy lembut sambil membelai rambutku. Aku hanya bisa mengangguk karena sungguh hatiku kini sedang pilu merindukan nenek kakek dan orang tuaku. Aku merantau sendiri ke ibu kota berbekal ijasah SMA dan akhirnya bisa menyelesaikan kuliah strata 1 ku sebagai sarjana hukum yang kemudian memutuskan untuk menjadi notaris. Aku bekerja keras bahkan tanpa mengenal libur untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupku dan membiayai kuliahku. Dana yang sesekali dikirimkan oleh orang tuaku selalu aku tabung dan suatu saat nanti akan aku jadikan sesuatu yang berharga untuk orang tuaku. Teddy menggiringku untuk duduk di kursi kayu yang lebih dekat dengan taman, dia menarik kepalaku dan menyandarkannya pada bahunya.  Degh.. Tiba-tiba jantungku tidak karuan, lamunan mengenai kampung halamanku pun sirna, berganti dengan perasaan yang sulit aku kendalikan. Rasanya jantungku sudah melorot ke perutku hingga dadaku terasa makin sesak. "Sungguh perasaan yang aneh", batinku. Ketika aku sedang asik dengan pikiranku, tiba-tiba tangan Teddy menangkup wajahku, memberikan kecupan hangat pada keningku dan beralih ke bibirku untuk dijelajah. Aku sudah terbawa suasana, aku hanya bisa menikmati perlakuan manis Teddy. Ini pertama kalinya aku bertemu laki-laki yang bahkan hanya dengan ciumannya saja aku sudah merasakan perasaanku melayang. Seolah-olah dia bisa mengirimkan gelombang listrik melalui ciumannya tersebut. "Ted...", panggilku dengan suara pelan. Teddy kemudian melepaskan ciumannya. "Aku kebelet pipis", kalimat ini membuat Teddy yang wajahnya telah memerah menahan gairah akhirnya berubah menjadi wajah lucu dan tertawa cukup keras karena pengakuanku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD