#3: neighbour

1866 Words
Oke. Ashley berusaha mengingat siapa dirinya. Ashley Brook dari San Fransisco yang mencoba peruntungan kecilnya di kota besar Los Angeles. Umur 24 tahun. Ashley baru saja lulus 2 tahun yang lalu. Kesimpulannya, Ashley bukan anak kecil lagi yang merona hanya karena genggaman tangan seorang laki-laki asing. Geggaman tangan seperti ini adalah hal yang biasa. Faktanya, Ashley merona karena laki-laki ini. Ashley tidak tau ia merona karena apa. Karena genggaman tangan laki-laki di depannya atau malu karena Ashley berusaha kabur dari laki-laki yang menolongnya. Meski laki-laki ini tampak berbahaya, sepertinya hanya Ashley yang berpikir demikian. Bagaimana tidak? Beberapa perempuan yang lewat bahkan terang-terangan memperhatikan perut sixpack laki-laki ini. Bahkan, beberapa terang-terangan sedang menggigit bibirnya. Oke. Ini Los Angeles. Ashley tidak bisa menunjukkan sifat kolotnya di kota sebesar ini. Mungkin, ini adalah hal yang wajar bagi penduduk kota Los Angeles untuk menggoda laki-laki asing yang panas. “kau benar-benar ingin membawaku ke alamat tadi, kan?” ujar Ashley masih ragu. Laki-laki asing itu menoleh pada Ashley masih berusaha menghentikan pendarahan di hidungnya. Ia berhenti berjalan dan Ashley ikut berhenti waspada. Namun, itu adalah kesalahan lainnya. Karena, Ashley kini bisa melihat dengan jelas apa yang dilihat perempuan-perempuan lewat tadi. Ashley tidak pernah melihat perut sixpack yang menggiurkan seperti ini. Laki-laki ini jelas sering fitness di gym. Ashley meneguk ludahnya tanpa sadar dan segera mengalihkan pandangannya ke laki-laki asing itu. Laki-laki asing itu mengangkat sebelah alisnya di saat sadar Ashley juga ikut tergiur dengan perutnya. Ashley tersenyum kikuk sementara wajahnya memerah karena malu. Oh my! Kenapa Ashley jadi perempuan m***m seperti ini? Rileks! Ashley mencoba menenangkan dirinya sendiri. Ashley punya Edward di San Fransisco. Laki-laki asing ini hanya laki-laki berpenampilan berantakan yang seksi dan hanya berniat membantunya. “kau sudah membuat hidungku berdarah, nona. Apa kau mau tersesat di Los Angeles?” ujar laki-laki asing itu kesal. Ashley menggeleng keras. Perjalanannya dari San Fransisco saja sangat melelahkan. Ashley terpaksa harus naik bus panas untuk menghemat ongkos. Ashley bahkan yakin wajahnya sudah terbakar saat ini. “bagus! Kalau begitu, sebaiknya diam saja ikuti aku. Atau, aku akan meninggalkanmu disini” ancam laki-laki itu. “warga Los Angeles tidak sepeduli itu untuk menolong perempuan berpakaian aneh” Ashley melotot. Apa laki-laki ini baru saja mengejeknya? Ashley menunduk memperhatikan pakaiannya. Oke. Ashley memang memakai pakaian aneh yang sudah kusam. Ashley tidak punya pilihan. Bagi Ashley, pakaian hanya berguna untuk menutup tubuhnya saja. Ashley tidak punya waktu untuk mengurus masalah fashion. Kedua orangtuanya meninggal saat dia di kelas tiga Sekolah Menengah Pertama. Ashley bahkan harus bekerja sambilan untuk memenuhi kebutuhannya dan Alec, adiknya. Melihat Ashley yang terdiam, laki-laki itu mulai merasa bersalah. Apa dia sudah melewati batas? Ashley memang membuat hidungnya berdarah tapi ia tidak melakukannya dengan sengaja. Laki-laki itu menatap ke angkasa putus asa. Apa yang ia lakukan hingga terlibat dengan perempuan ini. “warga Los Angeles memang secuek itu, nona! Nah, ayo kuantar” ujar laki-laki itu melunak. Kali ini Ashley menurut. Ia memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang. Laki-laki itu tidak lagi menghentikan pendarahannya di hidung dengan baju kaosnya. Tapi, perempuan yang melewati mereka masih memperhatikan laki-laki itu. Pada akhirnya, Ashley sadar. Mereka tidak hanya memperhatikannya karena perut sixpack yang ia tunjukkan sebelumnya. Ashley akui laki-laki ini memang tampan. Laki-laki ini memiliki wajah tegas yang mendukung penampilannya yang kelihatan berbahaya. Sinar mata laki-laki ini tajam. Rambutnya yang hitam membuatnya terlihat lebih berbahaya lagi. Terlebih, penampilan, tindikan dan tato itu membuatnya seperti pria panas yang berbahaya. Meski Ashley tau, laki-laki itu mengatakan yang sejujurnya. Ashley sudah berdiri tegak memperhatikan jalanan saat ia tersesat tadi. Tidak ada seorang pun yang bertanya padanya atau menawarkan bantuan. Beberapa bahkan melemparkan tatapan aneh padanya. Hanya laki-laki ini yang menegur dan bahkan membantunya sejauh ini. Bahkan tidak hanya tadi. Para perempuan yang melirik laki-laki ini selalu berakhir dengan tatapan terkejut saat melihat laki-laki itu sedang menggandeng Ashley. Bukan hanya itu, tidak jarang beberapa dari mereka melemparkan tatapan mencemooh seolahh-olah mengatakan Ashley tidak cocok sama sekali dengan laki-laki ini. Ashley menunduk. Ashley tidak seharusnya memikirkan hal sepele seperti ini. Tujuan Ashley datang ke Los Angeles karena adiknya, Alec. Alec mempunyai impian menjadi seorang mekanik. Sejak dulu, Alec selalu menggilai mesin. Ashley tidak ingin Alec mengubur impiannya hanya karena keadaan mereka. Laki-laki itu kembali membawa Ashley ke perempatan tadi dan berbelok ke jalan yang seharusnya Ashley ambil tadi. Ashley hanya diam dan menurut. Mereka bilang kita tidak bisa menilai buku dari sampulnya. Ashley sudah sangat pasrah saat ini. Ia hanya akan mempercayai laki-laki itu, mengikutinya, lalu menata hatinya di tempat tinggal yang baru. “why? Kenapa harus Los Angeles?” Tanya laki-laki itu. Ashley mendongakkan kepallanya. Satu perempuan meliriknya aneh lagi dan Ashley menghela napas panjang. Apa kehidupan Ashley di Los Angeles akan baik-baik saja? Ashley melepaskan tangannya sgera merasa tidak tahan dengan tatapan perempuan-perempuan yang menghujatnya. Ashley melirik perempuan tersebut sesaat lalu segera mengalihkan pandangannya. Laki-laki itu mengikuti arah pandang Ashley. Ashley memperhatikan perempuan itu lagi. Yang benar saja! Perempuan itu tersenyum malu-malu saat sadar laki-laki itu melihatnya. Ashley berdecih kesal. Dasar! Namun, sesuatu yang tidak Ashley duga terjadi. Alih-alih balik menatap perempuan itu lagi, laki-laki itu hanya melirik perempuan itu sebentar dan kembali memfokuskan dirinya pada Ashley. sekarang, Ashley bisa melihat wajah kesal perempuan itu. Ashley tersenyum kecil. Itu salah satu hal baik yang terjadi hari ini. Laki-laki itu sadar Ashley sedang tersenyum. Ia bahkan bisa melihat lesung pipi di pipi kiri Ashley. Sebuah pemikiran aneh mulai bersarang di dalam otaknya. Sebenarnya, Ashley cukup manis saat tersenyum. Tapi, ia segera mengenyahkan pikiran tersebut. Ashley jelas adalah orang asing yang butuh bantuan. “kenapa dilepas?” Tanya laki-laki itu. Walaupun ia sudah tau yang sebenarnya, tetap saja ia ingin mendengarnya langsung dari Ashley. Ashley terkesiap karena pertanyaan yang tiba-tiba. “tanganku berkeringat” jawab Ashley sambil tersenyum sungkan. “hah?” Ashley tau itu alasan paling konyol yang pernah ia lontarkan. Tapi, Ashley tidak masalah. Laki-laki ini hanya akan membantunya dan mereka akan berpisah hari ini juga. Laki-laki itu berdecak lalu mulai berjalan lagi. Ashley berjalan mengejar laki-laki itu, takut tersesat lagi di kota besar Los Angeles. “abaikan saja mereka! Mereka hanya bisa menilai seseorang dari penampilan” ujar laki-laki itu. Ashley menatap laki-laki itu tidak percaya. Apa ia barusan sedang menghibur Ashley? Lucu sekali! Laki-laki ini sedang menghibur Ashley dengan wajah datar! “kalau kau ingin tinggal di Los Angeles, kau harus mengubah penampilanmu sebelum menjadi bahan tertawaan” ujar laki-laki itu lagi. Ashley mendengus. “tidak semua orang bisa mengikuti fashion, oke? Beberapa hanya memikirkan apa yang kau makan hari ini, bagaimana jika besok terjadi sesuatu yang besar dan kau tidak punya simpanan?” Laki-laki itu mengangguk. Ashley bahkan tidak yakin laki-laki itu mengerti maksud Ashley. Laki-laki ini terlihat berkecukupan. Ia bahkan punya uang untuk menindik dan menato tubuhnya. “jadi, kenapa Los Angeles?” Tanya laki-laki itu lagi mengubah topik. Kali ini Ashley kembali tersenyum. “aku mendapatkan pekerjaan disini. Gajinya cukup besar dibandingkan gajiku di San Fransisco. Aku hanya berharap aku bisa membiayai kuliah adikku. Dia pintar” Laki-laki itu mengangguk lagi. Benar! Yang Ashley harus pikirkan hanyalah Alec. Ashley kesini bukan untuk mendapat pujian melainkan karena dollar. Alec lebih penting dibandingkan apapun. Mimpi Ashley adalah mewujudkan mimpi Alec. “aku diterima bekerja di salah satu perusahaan disini. Bukankah itu berarti aku memenuhi syarat untuk menjadi warga Los Angeles?” ujar Ashley berusaha menghibur dirinya. Laki-laki itu tersenyum kecil. Terlampau kecil hingga Ashley nyaris tidak melihatnya. “welcome to Los Angeles” ujar laki-laki itu pada akhirnya. Ashley tersenyum senang. “thank you” “jadi, kau akan bekerja dimana?” Tanya laki-laki itu lagi. “Mad Ads” jawab Ashley pendek dan laki-laki itu menghentikan langkahnya. Ashley tertawa geli. Ia menatap laki-laki itu masih tersenyum geli. “I know. I know. namanya lucu, kan? Mad Ads? Ah! Aku berpikir, apa pemiliknya benar-benar gila (mad=gila)? Kenapa ia memikirkan nama aneh seperti itu” Laki-laki itu tidak menjawab namun Ashley kembali melanjutkan ucapannya. “aku memenangkan kontes membuat iklan kemarin. Ah, aku bahkan yakin aku menang karena itu perusahaan kecil. Mungkin, peserta yang mengikuti kontes itu sedikit. Setidaknya, gajinya lebih besar dari gajiku di San Fransisco” Mad Ads. Meski namanya terdengar aneh, Mad Ads adalah sebuah harapan bagi Ashley. Laki-laki itu hanya mengangguk. Ashley kembali melanjutkan obrolannya. “Meski demikian, aku mendapat hadiah yang lumayan dari kontes itu. Bayangkan saja, hadiahnya 1000 dollar. Oke. Kau boleh tertawa. Tapi, itu cukup besar untukku. Aku menghabiskannya untuk membayar hutang ayahku, memberi Alec uang saku hingga akhir bulan ini, membayar biaya sekolah Alec dua bulan dan pada akhirnya menyisahkan 200 dollar untukku, agar aku bisa ke Los Angeles” ujar Ashley. Laki-laki itu kembali mengangguk. Sayang sekali mereka harus berpisah. Meski laki-laki itu tidak banyak bicara, Ashley merasa laki-laki itu sangat baik. Ia bahkan rela repot-repot mengantarkan Ashley ke penginapan Mrs Gally. “kau yakin 200 dollar cukup? Kau tinggal di Los Angeles, nona!” ujar laki-laki itu. Ashley tersenyum geli. “kurasa aku cocok masuk kesana. Aku sama gilanya dengan nama kantorku! Aku hanya harus menghemat biaya makanku. Aku juga bekerja paruh waktu sebagai pengurus penginapan Mrs gally. Mereka membebaskan aku dari biaya sewa dan membayarku sekian persen. Kurasa, aku akan bertahan di Los Angeles” Laki-laki itu mengangguk lagi. Ashley heran bagaimana bisa laki-laki itu bisa begitu tenang. Meski laki-laki itu tidak banyak menanggapi cerita Ashley , ia tau laki-laki itu mendengarkan setiap ceritanya. Sedikit lama mereka berjalan, pada akhirnya mereka berhenti di sebuah penginapan tua. Ashley melongo. Penginapan ini adalah satu-satunya bangunan tua di jalanan ini. Catnya sudah mengelupas. Kaca di lantai dasar penginapan Mrs Gally sudah berdebu. Ashley tidak masalah tinggal di bangunan tua. Tapi, Ashley tidak bisa menolerir debu yang menumpuk. Selagi Ashley sibuk mengamati penginapan Mrs Gally dari luar, laki-laki itu masuk dengan santai. Eh? Ashley tersadar dan segera menarik kopernya masuk ke dalam mengikuti laki-laki itu. Rossy yang memberinya pekerjaan memberi instruksi untuk Ashley agar ia duduk di kursi tunggu penginapan jika perempuan itu belum juga datang. Ashley mengedarkan pandangannya. Lantai keramik yang beberapa bagiannya pecah, cat hijau yang sudah memudar dan beberapa gantungan foto yang tua. Ashley curiga umur bangunan ini lebih tua darinya. Bunyi berderit terdengar. Laki-laki itu menaiki tangga kayu yang sudah sedikit tua. Oh my! Ashley bahkan merasa tidak berani naik ke atas tangga itu. Namun, laki-laki itu dengan santainya naik seolah-olah sudah hapal setiap sudut bangunan ini. “hei! Mau kemana?” Tanya Ashley sambil memperhatikan laki-laki itu. Laki-laki itu sudah menaiki setengah tangga. Ia berhenti lalu memperhatikan Ashley dari atas. Ia memandangi Ashley malas. “tentu saja beristirahat” ujar laki-laki itu. “tunggu dulu! Apa kau…” Laki-laki itu mengangguk untuk menjawab pertanyaan Ashley. “aku tinggal disini, nona! Nah, mulai sekarang aku akan merepotkanmu, pengurus penginapan. Nah, aku butuh istirahat sekarang. Seseorang membuat hidungku berdarah” Usai mengucapkan hal tersebut, lak-laki itu berjalan menaiki tangga dan meninggalkan Ashley yang melamun sendirian. Ashley menghela napas. Sial! Ashley dan laki-laki itu adalah tetangga! Apa Ashley sudah melakukan hal buruk tadi? Laki-laki itu tidak akan membalas dendam pada Ashley kan? TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD