Dua

1613 Words
Icha memperhatikan Nadhifa yang masih mengatakan beberapa hal padanya termasuk tips berbusana. "Nih kamu cocok pakai celana High Waist, bisa keliatan lebih tinggi, gunakan celana diatas pinggul. Untuk gaun ini bagus di padankan dengan ikat pinggang kecil, jadi orang yang melihat tak akan fokus pada ukuran tubuh saja," Nadhifa menarik satu ikat pinggang ukuran kecil untuk gaun yang dikenakan Icha. "Gaun desain V - Neck cocok banget buat tubuh mungil kayak kamu, atau gaun ini nih, hindari gaun dengan bagian bawah terlalu lebar," Nadhifa memberikan gaun berwarna pink bahan brukat yang cukup pendek. "Kamu bisa banget lho pake outer tapi yang pendek jangan yang terlalu panjang, dan satu lagi gunakan baju fit body, jangan yang kebesaran," tutur Nadhifa. Tangannya menarik satu gaun bermodel V neck berwarna hitam sebenarnya karakter Icha lebih cocok pakai pink, namun karena dia akan pergi dengan om-om tua sekelas Andre, menggunakan pink tentu bukan busana yang cocok, bisa-bisa Andre akan menjauhinya. Nadhifa juga merapikan rambut Icha dan juga make up, memberikan heels tinggi pada wanita itu dan beberapa aksesoris lainnya. Semua dia yang mengatur, terakhir Nadhifa menyerahkan soft lens berwarna abu-abu untuk mempercantik Icha. *** Setelah rapih, Icha dijemput oleh supir pribadi Andre, Icha yang biasanya duduk disamping supir itu disuruh duduk dibelakang oleh Andre. Dia takjub melihat Icha yang tampak beda malam ini, tak bisa mengalihkan perhatian dari paha Icha yang mulus dan terpampang nyata disampingnya. "Kenapa pakai gaun pendek banget?" Andre mendengus dan membuang pandangan ke jendela mobil. "Disuruh tante Nadhifa, aku nurut aja lah om daripada disuruh pergi," Icha meletakkan tas kecilnya di pangkuan. "Nanti saya ngenalin kamu sebagai sekretaris baru saya, disana ada banyak kolega saya, kamu harus hapal satu persatu ya, jangan malu-maluin dan jangan panggil Om!" tutur Andre. Icha hanya mengangguk, bibirnya terus tersenyum membayangkan hal luar biasa yang akan ditemuinya saat acara pertunangan nanti. Mobil berhenti di depan sebuah hotel, Icha menganga menyaksikan dekorasi ruang pertemuan itu, tamu-tamu yang datang rata-rata memakai pakaian yang sangat bagus. Beruntung Andre menyuruhnya menemui Nadhifa sehingga dia bisa mengimbangi lelaki dewasa yang kini menyodorkan tangan agar Icha menggamit lengannya. Dia pernah diajari bab ini, tentang menemani atasan ke pesta. Hal yang lumrah mengamit lengan Boss nya. Sama seperti yang lainnya, Icha pun tak yakin bahwa pasangan di hadapannya adalah pasangan resmi, bisa saja hubungannya sama seperti dia dan Andre hanya sebagai Sekretaris dan Boss, tidak lebih. Andre menulis namanya di buku tamu, Mata Icha masih jelalatan memperhatikan tamu yang lalu lalang. Hingga Andre mengenalkannya dengan beberapa orang koleganya, dan tibalah mereka memutuskan memisahkan diri, sementara Icha ditemani oleh sekretaris lain. Wanita berpakaian seksi dengan belahan rok yang tinggi. Tubuhnya tinggi semampai bak model. Icha sekedar berbasa-basi padanya, karena wanita itu jelas menunjukkan wajah menggoda pada beberapa pria di hadapan merek. Icha pun memutuskan meninggalkan wanita tadi dan berjalan ke stand makanan ringan. Dia mengambil sepotong cake coklat dan mencari tempat duduk. Disudut ada kursi kosong, diapun duduk disana menikmati cake tersebut juga home band yang mengisi acara. "Bosen?" secara tiba-tiba Andre berada di hadapannya, Icha menggeleng dan menyuap potongan terakhir kue tersebut. "Yuk kesana," Andre mengulurkan tangannya, Icha sesaat ragu, namun Andre memberi isyarat agar dia menyambut uluran tangan itu, akhirnya Icha menggenggam tangan Andre dan berdiri, mereka bergandengan tangan sampai Andre menggeser tangan Icha untuk mengamit lengannya lagi. Lelaki yang kadar ketampanannya naik beberapa derajat malam ini tak menyadari bahwa perlakuannya menimbulkan getaran aneh di d**a sekretarisnya. Dia bahkan tak menyadari tubuh Icha yang menegang kaku karena tadi bersentuhan kulit dengannya. "Sakit?" tanya Andre memperhatikan Icha yang terus terdiam. "Ah, enggak," Icha menggeleng dengan senyum terkembang. "Laper?" tanya Andre lagi, agak menunduk memperhatikan wajah Icha. "Iya, sedikit," "Dasar anak kecil!" Andre mengusap rambut Icha dan melepas gamitan tangan Icha, berjalan ke salah satu meja yang tampak hanya berisi dua orang dan berbincang pada dua orang itu, mereka menatap Icha dan mengangguk. Icha menjadi salah tingkah, mengusap tengkuknya yang bergidik. Lalu kembali memperhatikan Andre yang ternyata sudah melambaikan tangan agar Icha menghampirinya. Dengan perlahan Icha menghampiri Andre dan dua pria di meja itu. Andre menyuruhnya duduk, sementara dia pergi entah kemana? Icha memegang ujung roknya dengan cemas. Apakah Andre sejahat itu, memberikan nya pada orang asing? Untuk apa? Apa untuk memuluskan usahanya? Icha melihat ke dua laki-laki asing yang tampaknya asik berbincang dan tak memperdulikan Icha. Salah seorang waitress membawa air mineral dan Icha memintanya, menenggak minuman itu hingga setengah gelas. "Haus?" tanya salah seorang pria di hadapannya, Icha mengangguk salah tingkah, dia harus memasang tampang jelek agar mereka tak tertarik. Karena itu Icha menguap lebar-lebar tanpa menutup mulutnya. Bahkan dia menggaruk perutnya sambil pandangan melihat ke sekeliling seolah bosan. Wajahnya pasti terlihat jelek sekali saat ini, pikirnya. Tapi dua orang itu tampak mengacuhkannya lagi. Icha merasa berhasil ketika dua orang itu pamit pada Icha dengan beralasan ingin menemui pasangan yang bertunangan. Icha tersenyum sumringah berasa jumawa karena berhasil mengusir dan membuat ilfeel orang itu. Tak lama Andre datang membawa sepiring makanan dan meletakkan di hadapan Icha. "Lho dua orang tadi kemana?" tanya Andre sambil duduk, "Makan," suruhnya pada Icha yang segera menyambut dengan perasaan senang, langsung saja dia melahap makanan itu. "Katanya mau nemuin yang tunangan," ucap Icha dengan mulut penuh makanan. "Yah, baru saja mau bahas bisnis sama mereka, bukan rejeki berarti," Andre meminum cairan berwarna hitam tersebut tanpa memperdulikan Icha yang hampir tersedak. Biarkan dia merahasiakan ini, tak mau dimarahi Andre. "Kamu enggak ngelakuin yang aneh-aneh sampai mereka pergi kan?" "Uhuk!" Icha benar-benar tersedak kali ini, Andre menghela nafas dan memegangi gelas Icha untuk membantunya minum. Bahkan dia menepuk punggung Icha. "Pelan-pelan makannya ish!" "Maaf om," tuturnya merasa bersalah. Penyesalan terdalam karena membuat kabur rekan bisnis bosnya. *** Keesokan harinya. Icha datang satu jam lebih awal untuk kerja. Dia menyempatkan diri membereskan meja Andre, meletakkan beberapa dokumen penting dan menandainya dengan sticky note. Sesuai instruksi Nadhifa kemarin, hari ini dia mengenakan terusan pendek berwarna putih dengan motif bunga yang kecil-kecil. Tak lupa ikat pinggang dan agar terlihat formal dia mengenakan blazzer pink senada dengan bunga di baju nya. Blazzer itu di letakkan di kursi meja kerjanya, sementara dia memilih berdiam diri di ruangan Andre, menata beberapa barang di meja Andre dan menemani cleaning service yang menyedot debu dengan vakum. Cleaning service tersebut berpamitan pada Icha yang mengangguk sopan. Saat Icha akan keluar ruangan, antingnya terjatuh, dia pun menunduk tapi tak menemukan dimana anting itu berada. Akhirnya dia membungkuk untuk mencari kebawah meja, khawatir anting itu menggelinding jatuh kebawah meja. Tak menyadari pintu ruangan Andre yang sudah terbuka karena dia membelakangi pintu itu. Andre sekilas kaget melihat Icha yang tengah merangkak, Icha terus merangkak maju dan sesekali membungkuk memperhatikan beberapa benda yang ditemukannya  dia pindah ke bawah lemari dan menyipitkan matanya. Andre mau tak mau melihat rok Icha yang terbuka dan memperlihatkan isinya. Matanya membelalak ketika menyadari bahwa wanita itu tak memakai celana pendek dan jelas-jelas terlihat celana dalaman berenda tercetak jelas menutupi bokongnya. Andre membuang pandangan ke arah lain dan berdehem. Icha menoleh dan tersenyum pada Andre. Andre lagi-lagi membuang wajahnya, bagaimana tidak? Karena Icha yang menengok itu justru mempertontonkan gundukan kenyal miliknya yang menggantung dan terlihat dari lubang leher bajunya yang berpotongan rendah. "Kamu ngapain sih? Bangun!" pinta Andre. Icha merengut dan tak mau beranjak, kembali mencari anting dibawah lemari. "Anting Icha jatuh om, nah itu dia! Beneran kan menggelinding kesana," ucap Icha, merapatkan wajahnya ke lantai dan tangannya menjulur ke bawah lemari. Andre merasa ruangan mendadak panas, bagaimana bisa anak kecil itu tak menyadari kalau dia sudah mempertontonkan bagian sensitifnya yang semakin terlihat saat memposisikan dirinya seperti itu. Andre berusaha mengacuhkan Icha dan berjalan ke mejanya, duduk di kursi dan meletakkan tasnya di meja. Pikirannya berkecamuk dengan atmosfer ruangan yang mendadak panas. Sekalipun mereka telah kenal lama, namun tetap saja, Andre adalah lelaki dewasa, mengapa Icha tak menaruh waspada sedikitpun? Lagi-lagi Andre menggeleng kesal. Bocah kecil itu baru dua hari kerja sudah membuat harinya menjadi panas dingin tak karuan. Icha berdiri dan mengenakan antingnya sambil menghadap Andre. "Cha," panggil Andre, Icha menyahut. Pandangan Andre tetap terpaku pada laptop yang kini sudah dinyalakannya. "Kamu enggak pakai celana pendek?" Andre merasa serba salah, tapi dia ingin meluruskan otaknya, barangkali dia hanya salah lihat tadi dan dia tak harus memikirkan hal yang lain kan? "Enggak om, aku enggak nyaman pakai celana pendek. Emangnya kenapa om? Keliatan ya? Hehe maaf, Om." Andre menganga, melihat Icha yang seolah tak merasa bersalah telah membiarkan pikirannya berkelana. "Lain kali pakai! Lagipula kenapa pakai baju pendek begitu untuk kerja?" Andre mengangkat wajah, menatap Icha yang mesih tersenyum ceria. "Enggak mau Om, lebih nyaman begini. Lagipula aku pakai baju ini cocok lho om, banyak yang puji aku lebih bagus pakai busana seperti ini, kan kalau akunya cakep, Om juga gak malu ajak aku kemana-mana, yakan?" Icha menaik turunkan kedua alisnya. 'Iya kamunya nyaman, tapi junior saya yang bisa enggak nyaman disuguhi pemandangan seperti itu!' ucap Andre dalam hati. Mengurut keningnya dan menyuruh Icha segera membuatkannya kopi. Rasanya pusing sekali. Icha berjalan keluar ruangan untuk membuatkan Andre kopi, langkahnya ringan dan ceria, juga senyumnya yang terus terkembang, membuat Andre tak tega jika harus memecatnya hanya karena dia telah membangkitkan sesuatu yang telah lama terpendam. Sesuatu yang terkubur rapat-rapat dan tak ingin dibukanya lagi. Namun dengan kurang ajarnya, wanita itu seolah menemukan tempat persembunyiannya, mengorek dan membukanya. Hingga Andre nyaris merasa tak mengenali dirinya lagi. Setan kecil itu memang menyebalkan. Andre harus mencari cara agar wanita itu jadi lebih peka bahwa dia adalah lelaki dewasa dan untuk tidak bermain-main padanya. Andre memikirkan beberapa kemungkinan hal yang bisa dilakukannya untuk menakut-nakuti setan kecil itu agar selalu waspada. Ya dia harus melakukan cara itu! Setidaknya Icha akan lebih menjaga jarak padanya nanti. Karena sumpah demi apapun dia sudah mengikrarkan diri untuk tidak tertarik dengan wanita manapun lagi sejak kepergian kekasihnya sepuluh tahun yang lalu. *** bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD