Anye telah selesai dengan pekerjaannya dan dia sudah bersiap pulang. Kebetulan hari ini tidak terlalu banyak pekerjaan yang menguras tenaga, padahal biasanya Senin itu menjadi hari yang paling menyibukkan, tapi tidak dengan hari ini. Karena itu pula Anye bisa sedikit tersenyum saat menyelesaikan pekerjaannya.
"Seriusan gak mau ikut, Nye?"
Anye menoleh pada Nadin yang berjalan disamping nya, mereka beriringan keluar lift untuk pulang bersama yang lainnya. "Enggak, Nad, thank you. Gue masih mau ke supermarket dulu, ada yang perlu dibeli." jawab Anye, "Lagian, lo masih ada perlu juga kan?"
Nadin terkekeh, "Iya juga sih. Yaudah deh, gue duluan ya, Nye. Lo hati-hati."
"Iya, lo juga hati-hati, ya."
"Bye..."
"Bye..."
Nadin pulang dengan mobilnya, sedangkan Anye pulang dengan ojek online yang sudah dia pesan sebelumnya. Tak lama kemudian, dirinya sudah sampai di supermarket, mengambil troli kecil untuk barang-barang yang akan dia beli.
Bahan-bahan masakan beserta bumbu-bumbunya, beberapa camilan, s**u dan beberapa jenis minuman juga buah-buahan sudah masuk ke troli yang Anye dorong. Dia selesai dengan belanjanya. Tak terlalu lama karena dia akan membeli apa yang seharusnya dia beli, toh dia juga sudah membuat list belanjaannya terlebih dahulu. Dan, sekarang saatnya membayar belanjaan tersebut.
Namun, baru saja dia hendak menuju kasir, suara tangis anak kecil mengalihkan atensinya membuat dia bergegas menghampiri anak tersebut.
Anye berjongkok, menyejajarkan tubuhnya dengan tinggi gadis kecil itu. "Sayang, kamu kenapa?" tanya Anye lembut, dia terkejut saat wajah balita tersebut mendongak, wajah itu mengingatkannya pada seseorang. Namun, Anye langsung mengenyahkan pikiran tersebut.
"Dek, kamu kenapa nangis?" tanya Anye lagi. Dirinya yang biasanya datar, jutek dan terkesam tak peduli sekitar,kini tak ada. Tergantikan dengan sosok yang lemah lembut. "Orang tua kamu mana?" tanya Anye cemas sambil menghapus air mata gadis cilik tersebut, dia juga mengerahkan atensinya untuk mencari keberadaan orang tua gadis kecil tersebut.
"Gak tahu..."
"Gak tahu?" Anye mengerutkan kening bingung. "Tadi kamu pergi sama siapa kesini?" tanya Anye cemas.
"Nenek. Nenek mana? Nenek..."
Anye langsung memeluk gadis tersebut, mencoba menenangkannya yang semakin tak karuan. "Udah, sayang, jangan nangis, ya. Tante bantu kamu cariin nenek kamu, ya. Udah, ya, nangisnya. Udah..."
"Anya!"
Anye menoleh, seorang wanita paruh baya berlari menghampiri mereka dan pelukannya di tubuh mungil gadis itu yang mengendur membuat gadis itu bergegas menghampiri wanita paruh baya tersebut.
"Anya kamu kemana, nak? Nenek cariin kamu. Nenek kan udah bilang, jangan kemana-mana."
Anye tersenyum lega, gadis kecil itu akhirnya bertemu dengan neneknya. Dia perlahan beranjak berdiri dan langsung menunjukkan senyumnya saat nenek gadis tersebut menatapnya.
"Makasih, ya, mbak sudah menemukan cucu saya. Tadi saya gak sengaja lepasin tangan dia pas lagi pilih-pilih buah. Eh, dianya malah pergi gitu aja, saya gak tahu. Untung aja mbak temuin cucu saya. Makasih, ya."
Anye mengangguk. "Sama-sama, ibu. Tadi gak sengaja juga saya dengar anak kecil nangis, jadinya saya samperin dan ternyata dia terpisah sama keluarganya."
"Iya, makasih ya, mbak sekali lagi. Oh, iya, nama mbaknya siapa?"
"Anye, bu. Nama saya, Anye."
Si ibu tersebut tampak terkejut, lalu menatap cucunya. "Wah, bisa kebetulan gitu, ya. Namanya sama kayak nama cucu saya. Anya, ayo kenalin nama kamu, terus terima kasih sama tantenya."
"Nama aku Anya, tante. Makasih tadi udah tolong aku." ucap gadis kecil tersebut yang ternyata bernama Anya.
Anye mengangguk, dia mengusap lembut dagu cantik Anya. "Iya, sama-sama. Lain kali, Anya harus nurut sama neneknya, ya. Kalau neneknya bilang jangan ke mana-mana, berarti Anya jangan ke mana-mana. Okey?"
Anya mengangguk, "Iya, tante."
"Kenalin, nama saya Martha. Gimana kalau kita makan malam dulu? Ya, sebagai ucapan terima kasih saya karena kamu udah tolongin cucu saya."
"Wah, makasih, bu atas tawarannya. Tapi, maaf, saya gak bisa terima kebetulan saya masih ada urusan lain, bu. Maaf, ya, bu."
Bu Martha mengangguk-angguk, "Sayang sekali kalau begitu. Tapi, gakpapa. Mungkin lain kali bisa, ya."
Anye tersenyum kikuk, "Insya Allah, bu."
"Oh, iya, ini kartu nama saya. Kamu kalau ada butuh apa-apa, bisa langsung hubungi saya aja, ya."
Dengan ragu Anye menerima kartu nama tersebut, terlihat sekali jika keluarga didepanya ini berasal dari keluarga berada. "Iya, bu, terima kasih."
"Yaudah, kalau begitu saya permisi, ya. Sekali lagi terima kasih udah tolongin cucu saya. "
"Iya, bu."
"Makasih, ya, tante baik."
"Iya, sayang... sama-sama. Jangan pisah lagi sama neneknya, ya."
Anye hanya diam menatap kepergian Bu Martha dan Anya itu, dia menatap bingung kartu nama ditangannya. Tak mau terlalu ambil pusing, dia menyimpan asal kartu nama tersebut di tasnya, kemudian kembali ke niatan awalnya, yaitu membayar belanjaannya.
***
Anye mendorong troli berisikan barang belanjaannya keluar dari gedung supermarket ini. Dia sudah memesan taksi online yang akan membawa dirinya juga belanjaannya ini ke kamar kosan nya.
"Bagus banget dapet nya." gumam Anye saat mendapati driver yang membawa mobil dengan merek yang lumayan bagus, terkenal dan model yang terlihat luxury. Hingga sebuah mobil berhenti didepannya, dia pikir ini driver pesanannya sehingga membuatnya bergegas membuka pintu belakang mobil untuk memasukkan barang bawaannya.
"Sore, mas. Bentar, ya, saya masukan dulu belanjaannya." ucap Anye tanpa menatap orangnya, dia memasukkan satu persatu shopping bag tersebut, kemudian duduk di kursi belakang, di samping belanjaannya.
"Kita berangkat sekarang aja, mas. Saya—"
"Anye?"
Anye mendongak, membelalakkan matanya melihat siapa pria di balik kemudi tersebut. Kaget dibuatnya. "Dimas? Lah?"
Adimas, iya benar orang tersebut dia. Duduk dibalik kemudi, sedikit memiringkan badannya untuk menatap Anye yang duduk di kursi belakang mobilnya. Adimas tersenyum menatap Anye yang terlihat begitu terkejut.
"Loh, lo driver taksi online?" tanya Anye, dia belum sadar jika dirinya yang salah disini.
Adimas terkekeh, "Gue?"
Anye mengangguk.
"Kayaknya lo salah naik deh, Nye. Coba cek lagi handphone lo."
Anye menurut, dia memeriksa kembali aplikasi dimana dia memesan taksi online dan terkejut dibuatnya saat ternyata pesanannya itu dibatalkan sepihak oleh pihak driver nya dengan alasan macet menuju lokasi titik penjemputan.
Anye meringis pelan, dia mengerutkan kening dalam. Bingung dan malu sebenarnya.
Adimas yang melihatnya semakin tersenyum lebar. "Nah, jadi benar kan kalau lo salah?"
Anye mendongak perlahan, dia mengangguk. "Maaf, ya, Dim. Gue baru lihat sekarang, ternyata taksi orderan gue di cancel sama drivernya."
"Gakpapa kok, santai aja kali. Btw, ini semua belanjaan lo?" tanya Adimas, menunjuk semua barang milik Anye yang dimasukkan ke dalam mobilnya.
"Iya, biasalah, bulanan." jawab Anye, pipinya terasa panas, mungkinkah sudah merona-rona kini. "Eh, yaudah, Dim gue turunin sekarang. Duh, maaf banget nih."
Baru saja Anye bersiap bergegas turun dari mobil Adimas, pintu mobil sudah lebih dulu terbuka menampilkan seorang wanita paruh baya dengan seorang gadis kecil.
"Loh, Anye?"
"Bu Martha, Anya?"
Jadi, mereka adalah ibu dan anak Adimas? Orang baru saja ditemui Anye sebelumnya, begitu?
***
"Makasih, ya, Dim. Sorry, jadi ngerepotin."
Adimas menatap Anye yang duduk disampingnya, dia baru saja mengantarkan perempuan itu pulang setelah sebelumnya mengantarkan ibu juga anaknya terlebih dahulu. Sebenarnya Anye sudah menolak sebelumnya, namun akibat paksaan dari bu Martha mau tak mau perempuan itu mengiyakan.
"Santai aja, Nye. Kebetulan juga gue ada urusan yang searah sama lo."
Anye mengangguk-angguk.
"Gue pikir lo udah pindah, Nye. Ternyata masih disini juga."
Anye tersentak dibuatnya, tak menyangka jika Adimas masih hapal. "Lo kan tahu gue, Dim. Gue kalau udah nyaman di satu tempat, bakalan stay disitu. Toh, gak jauh juga dari tempat kerja." jawab Anye, namun maksudnya lebih dari itu.
"Iya juga sih."
"Yaudah, sekali lagi makasih, ya. Gue turun dulu."
"Biar gue bantu, Nye."
"Gak usah, Dim. Gue aja. Oh, iya, gue gak tawarin mampir dulu, ya atau sekedar minum, lo kan masih ada urusan juga."
"Iya, gakpapa kok."
"Yaudah, gue turun, ya. Sekali lagi makasih."
"Oke."
Anye dibantu Adimas mengeluarkan barang belanjaannya dari mobil.
Anye menatap Adimas yang kini berdiri di hadapannya, "Makasih, ya."
Adimas terkekeh pelan, "Makasih mulu lo. Yaudah lah, gue cabut dulu."
"Yo! Hati-hati, ya."
Anye hanya bisa diam menatap mobil Adimas yang kini sudah melaju pergi meninggalkannya dan tepat saat mobil itu tak terjangkau matanya saat itu juga dia berlalu masuk ke kediamannya. Seulas senyum mengiringi langkahnya.
Perasaan yang Anye rasakan masih sama.
Apakah jatuh cinta bisa terulang kembali?
flashback on~
"Nye, ayo pulang sama gue!"
Anye menghentikan langkahnya, dia baru saja selesai ekstrakurikuler, kebetulan juga dia dan Adima menjalankan satu ekskul yang sama, olahraga bulu tangkis. Dia melambai-lambaikan tangannya, jelas saja dia akan menolak ajakan Adimas ini. Bisa bahaya untuk jantungnya yang selalu tak aman jika berada dekat lelaki itu.
"Gak bisa! Ini adalah sebuah paksaan. Sudah berkali-kali ditawari, tapi gak pernah mau. Jadi ,sorry, kali ini agak maksa. Lo harus mau, gak ada alasan buat nolak."
Anye tak bisa untuk menahan tawanya. "Kenapa sih, harus banget gitu?"
"Ya, harus lah. Masa iya kita temenan udah lama, lo gak pernah mau gue anterin. Gak klop lah hidup gue."
"Dih!"
"Udahlah, buru, naik!"
Anye menggeleng, tetap menolak tawaran Adimas ini. "Enggak, gak usah, makasih."
"Please lah, Nye, mau lah. Sekali ini aja lah."
"Dim, gue-"
"Apa perlu gue bertekuk lutut biar lo mau gue anterin."
"Apaan sih, Dim?"
"Ya udah, buruan."
"oke-oke, maksa banget."
Adimas tertawa, "Emang."
Anye pada akhirnya ikut bersama Adimas, ini adalah kali pertamanya dibonceng laki-laki. Jangan ditanya bagaimana perasaan Anye kali ini, dia tak bisa menjelaskannya. Namun, satu hal yang jelas, dia semakin jatuh cinta.
flashback off