Mimpi Buruk

1860 Words
"Kenapa ponselku ada di tangan pria ini?" gumam Helen di dalam hati. Ia masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Jika malam ini ia benar-benar ketahuan, maka nyawanya tidak akan lama lagi. Masuk ke kandang singa ketika sang singa lapar memang tidak akan mudah untuk kabur keluar. "Kenapa? Kau kaget kami menemukan ponsel ini?" Pria itu berjongkok di depan Helen. Ia menjambak rambut Helen dengan kasar. "Katakan. Untuk apa kau melakukan semua ini? Siapa yang membayarmu!" Helen berusaha tetap kuat. Ia melirik wajah Lucas yang hanya duduk diam seolah sedang menonton film. Pria itu sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan menolong Helen. "Saya … saya hanya mengagumi Tuan Lucas," jawab Helen terbata-bata. "Mengagumi kau bilang?" Suaranya meninggi hingga membuat Helen kaget. Pria itu melayangkan pisaunya di udara. Helen melebarkan matanya ketika melihat benda tajam itu bersinar di depan matanya. Tubuhnya berusaha mundur agar bisa menghindar dari ujung pisau yang kini melayang ke tubuhnya. Tangannya terkepal karena ingin melawan. Namun sayang, semua tidak semudah yang dibayangkan. Dalam hitungan detik saja, benda itu berhasil mendarat di perutnya. Tidak ada rasa apapun selain basah. Ya, darahnya mulai mengalir deras. Pria itu tersenyum puas melihat darah berkucur deras di perut Helen. Ia menarik kembali belatihnya dan memamerkan darah segar yang melekat di sana. Saat belati itu di tarik. Rasa sakit yang luar biasa mulai dirasakan Helen. Kedua air mata Helen mulai berkaca-kaca karena sakit yang begitu luar biasa. "Kau pantas mati!" Pria itu kembali menusuk perut Helen. Bahkan berulang kali seperti sedang mencincang seekor kambing. Helen kehabisan darah dan tenaga. Wajahnya pucat dan tidak bisa bertahan lagi. Hingga akhirnya ia terjatuh dan tergeletak di permukaan lantai. Samar-samar ia memandang wajah Lucas yang justru sedang menertawainya sambil duduk santai. Ada botol minuman beralkohol di tangannya. *** Helen terbangun dari tidur singkatnya. Ya, memang singkat karena ia hanya tidur selama 15 menit saja. Sedangkan mimpinya seolah sudah berjalan berjam-jam di sana. Dengan napas yang memburu cepat dan keringat berkucur deras, Helen berusaha menguasai tempat ia kini berada. "Helen, apa semua baik-baik saja?" Laura memandang wajah Helen yang basah karena keringat. Sambil fokus dengan stir mobilnya, wanita itu juga merasa khawatir kalau Helen sakit. Apa lagi Helen terbangun dengan wajah pucat dan seperti orang ketakutan. "Saya baik-baik saja, Nona. Saya hanya mimpi buruk," jawab Helen dengan suara pelan. Ia berharap Laura tidak bertanya tentang mimpi buruk yang ia alami. "Baiklah. Sebaiknya kau minum dulu." Laura memberi sebotol air mineral dan memberikannya kepada Helen. "Terima kasih, Nona." Helen menerimanya sebelum memandang baby twin yang ternyata sedang tertidur pulas. Wajah mereka terlihat tenang sehingga membuat Helen bisa sedikit melupakan mimpi buruknya. Laura kembali tersenyum. "Aku tidak tega membangunkanmu. Kau terlihat sangat lelah. Aku tahu baby twin pasti sangat menyebalkan ya?" Helen menggeleng pelan. "Tidak, Nona. Mereka berdua anak kecil yang menggemaskan. Saya sangat senang bisa mengurus mereka selama ini." "Terima kasih, Helen. Kau wanita yang baik. Aku harap kau bisa menjaga baby twin sampai mereka besar dan mandiri." "Anda juga akan selalu bersama mereka, Nona." Laura tidak menjawab lagi. Ia lebih memilih untuk menambah laju mobilnya. Sedangkan Helen memutuskan untuk memandang keluar jendela dan membiarkan angin dari luar menerpa wajahnya. Perlahan ia bisa kembali tenang. Walau mimpi, tapi rasa takut itu mulai muncul dan memenuhi pikirannya. Detik ini Helen semakin sadar kalau tugas yang ia terima tidaklah mudah. Walau memang imbalan yang ia terima juga tidak main-main. "Sejak tadi aku terus membayangkan wajah ayah kedua anak ini. Hingga akhirnya mimpi buruk itu menemaniku tidur. Entahlah. Padahal hanya mimpi. Tapi kenapa tusukan belati itu terasa nyata. Bahkan rasa sakitnya seperti benar-benar aku alami. Aku tidak bisa membayangkan nasipku setelah ada di markas pria itu nanti. Semoga saja Nona Laura bisa sering-sering mengunjungi anak kembarnya, jadi aku tidak perlu takut tinggal di rumah penjahat itu," gumam Helen di dalam hati. Tidak lama kemudian, Laura memberhentikan mobilnya. Helen memutar lehernya untuk memeriksa lokasi tempat mereka berada. Bukan sebuah rumah melainkan lapangan luas yang tidak berpenghuni. Ada banyak rumpun semak yang tinggi hingga membuat siapa saja yang bersembunyi di baliknya tidak terlihat. Beberapa pohon juga ada di sana. "Nona, tempat apa ini?" Laura memutar tubuhnya agar bisa leluasa memandang wajah Helen di belakang. "Padang rumput. Kau tidak tahu kalau tempat seperti ini namanya Padang rumput? Ya, memang bisa di bilang tempat ini tidak terurus," jawab Laura santai sambil membuka sabuk pengaman di tubuhnya. Helen tertawa kecil. "Saya tahu, Nona. Tapi … untuk apa kita membawa baby twin ke tempat sunyi seperti ini? Ini sangat berbahaya. Bagaimana kalau ada binatang buas di balik semak-semak itu. Bukankah di sana ada hutan?" Helen menunjuk hutan yang memang jaraknya tidak terlalu jauh dari mobil mereka berada. "Karena di sini ayah mereka ingin bertemu. Dia tidak membiarkan saya mengetahui tempat tinggalnya," jawab Laura dengan senyuman pahit. Helen bisa mengerti dengan perasaan Laura saat itu. Namun, hal ini tentu saja tidak menguntungkan bagi Helen. Ia baru saja mengalami mimpi buruk hingga ketakutan. Sekarang ia harus menerima kenyataan kalau ia akan tinggal di rumah seseorang yang orang itu tidak mau tempat tinggalnya diketahui orang lain. "Helen, bawa baby twin turun." Laura membuka pintu mobil dan segera turun. Helen memandang mobil yang berjalan mendekati mereka. Ia semakin ragu untuk melanjutkan misinya. Namun, semua sudah terjadi. Apapun resikonya harus ia hadapi. Dengan tarikan napas yang tenang Helen berusaha bersikap baik-baik saja. Ia turun bersama dengan baby twin di dalam gendongannya. Helen berdiri di samping Laura. Mobil itu berhenti hingga membuat debaran jantung Helen semakin tidak karuan. Berbeda dengan Laura yang justru terlihat sedih. Ia mencium satu persatu anaknya dengan mata berkaca-kaca. "Kalian tinggal sama Daddy ya," bisik Laura. Helen bisa mendengar dan bisa merasakan apa yang kini dirasakan Laura. Seorang pria turun dari mobil dan lari ke jok penumpang. Ia membuka pintu belakang hingga seseorang turun dari dalam mobil. Masih melihat sepatu hitamnya yang mengkilap saja sudah membuat Helen waspada. "Tebakanku meleset jauh. Ternyata pria kedua anak ini sangat tampan dan gagah," gumam Helen di dalam hati ketika pertama kali melihat wajah Lucas. Bahkan matanya tidak bisa berkedip karena kagum dengan ketampanan Lucas. Belum pernah ia melihat wajah pria setampan ini sebelumnya. Namun, ketika sorot mata tajam Lucas menatap Helen. Tiba-tiba saja seperti ada petir yang menyambar. Helen langsung menunduk takut. "Lucas, dia adalah Helen. Wanita yang sudah menjaga baby twin. Mereka akan ikut bersama-" Laura tidak bisa melanjutkan kalimatnya ketika peluru menancap di dadanya. Ia berdiri mematung dengan wajah tidak percaya. Darah segar mengalir dengan derasnya hingga mengotori gaun yang ia kenakan kala itu. Helen dan yang lainnya terlihat kaget dengan tembakan yang dialami Laura. Lucas segera mengeluarkan senjata apinya. Sedangkan Helen berusaha melindungi baby twin dari serangan mendadak tersebut. "Masuk ke mobil!" teriak Lucas. Helen hanya berjongkok. Ia memandang Laura yang sudah ada di dalam pelukan Lucas. Wanita itu ingin tahu bagaimana keadaan Laura. Tapi sayang, suasana tidak berpihak padanya. Tembakan itu semakin menjadi tanpa tahu sumbernya dari mana. Demi keselamatan baby twin, Helen masuk ke dalam mobil Lucas. Walau tidak tahu sebenarnya aman atau tidak di sana. Yang penting Helen tidak membangkang perintah pria yang terkenal kejam itu. "Laura, bangun!" Tiba-tiba saja lokasi menjadi ramai. Tapi sepertinya gerombolan yang datang ada di pihak Lucas. Sebelum masuk ke dalam mobil, Helen mendengar percakapan terakhir antara Laura dan Lucas. "Bertahanlah! Aku tahu kalau kau wanita yang sangat kuat!" ucap Lucas dengan suara tegasnya. Kalimat Lucas membuat Helen menahan langkah kakinya yang ingin masuk ke dalam mobil. Padahal ia seharusnya segera masuk karena di luar sangat berbahaya bagi keselamatan baby twin. "Malam itu sangat buruk awalnya. Tapi, hadirnya mereka membuatku kuat. Lucas, jika kau benci dan marah padaku. Tolong jangan lampiaskan kepada mereka. Mereka masih kecil. Anggap saja hari ini aku di hukum karena perbuatanku." "Kau harus bertahan. Kau harus hadir jika mereka membutuhkanmu!" "Sepertinya waktuku memang tidak lama lagi. Sekarang giliranmu yang menjaga kedua buah hati kita. Mereka sangat menggemaskan. Percayalah pada perkataan terakhirku ini," lirih Laura dengan suara yang sangat menyayat hati. Sampai-sampai Helen tidak tega mendengarkannya. Wanita itu pun masuk ke dalam mobil. Dari dalam mobil, Helen melihat Lucas bersedih. Pria itu memeluk Laura beberapa detik sebelum meletakkannya. Beberapa pria membawa Laura masuk ke dalam mobil yang sebelumnya ditumpangi Laura. Tembakan juga sudah berakhir. Tanpa melihat wajah sang penyerang, kini penyerang itu bisa di atasi pasukan milik Lucas dengan tenang. Tanpa jejak dan tanpa suara. Lucas kembali masuk ke dalam mobil. Pria itu duduk di samping Laura. Agak sempit memang karena ada baby twin di tengah-tengah mereka. Kedua anak kembar itu telah bangun dan sedang memandang Helen dengan senyuman. Mobil kembali melaju ketika supir sudah ada di dalam. Helen yang tidak tahu harus berbuat apa hanya diam membisu. Hingga tiba-tiba saja baby twin menangis. Semua perlengkapan bayi yang di bawa tertinggal di mobil Laura. Tadi belum sempat barang itu dipindahkan, namu kejadian buruk sudah terjadi. "Kenapa mereka menangis!" protes Lucas. Masih ada wajah tidak suka di raut wajah pria itu. Tidak seperti seorang ayah yang menyayangi anak kandungnya. Tidak seperti ayah yang mengerti tentang anaknya. "Mereka lapar, Tuan," jawab Helen apa adanya. "Lapar? Bagaimana bisa mereka lapar? Apa kau tidak memberi mereka makan sebelum berangkat? Perjalanan kita sangat jauh! Aku tidak bisa mendengar mereka menangis seperti ini selama perjalanan!" "Tuan, anak bayi tidak sama seperti kita. Mereka akan merasa haus dan lapar selama 2 jam sekali. Dan itu, tidak bisa mereka tahankan. Mereka akan menangis karena mereka belum tahu cara untuk menahannya." "Mamamamamam." Saat Helen sibuk menjelaskan keadaan baby twin, tiba-tiba kedua bayi mungil itu mengoceh. Mereka duduk dan memandang wajah Lucas. Ada tawa kecil yang begitu menggemaskan di sana. Seolah-olah baby twin tahu kalau kini ayah kandung mereka ada di hadapan mereka. Lucas memandang dua anaknya dengan wajah sangar sebelum memalingkan wajahnya ke jendela. Ia tidak mau terlalu lama memandang wajah anak itu. "Berhenti di supermarket. Akan ada orang yang menemanimu nanti untuk membeli apa yang mereka butuhkan!" Helen tersenyum. "Baik, Tuan." Ia mengajak baby twin mengobrol. Walau masih penasaran dengan keadaan Laura, tapi Helen tidak berani bertanya detik ini juga. Ia takut akan menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Toh, secara garis besar ia sudah tahu bagaimana sikap pria yang kini ada di hadapannya. "Aku akan mencari waktu yang tepat untuk menanyakan keadaan Nona Laura. Semoga saja ia baik-baik saja," gumam Helen di dalam hati. Ia kembali mengajak baby twin mengobrol seolah mereka adalah rekan mengobrol yang begitu asyik. Sedangkan Lucas yang terlihat keberatan dengan kebersamaan mereka, lebih memilih bersandar dan memejamkan mata. Ia tidak mau menyapa anak kandungnya sendiri walau bisa di bilang ini pertemuan pertama mereka. "Apa kalian lapar? Sabar ya. Tante akan segera membuat kalian kenyang." Helen lebih asyik bermain dengan kedua anak asuhnya. Supir yang ada di depan melirik sekilas melalui spion sebelum memandang ke depan lagi. Bisa di bilang ini pertama kalinya Lucas tidak marah ada orang berisik di dekatnya saat ia ingin tidur. Ya, walaupun yang berisik anak kandungnya sendiri tapi tetap saja terkadang Lucas tidak mau diam begitu saja. Berbeda dengan kondisi saat ini. Lucas terlihat tenang seolah ocehan anak kembarnya adalah lagu yang mengantarkannya untuk tidur lebih lelap lagi. "Semoga saja dengan hadirnya dua anak kecil ini sikap Tuan Lucas bisa lebih lembut lagi," gumam sang supir sebelum melajukan mobilnya menuju mini market terdekat untuk membeli keperluan si kecil.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD