Ketahuan

1157 Words
Malam kembali tiba. Setelah memastikan baby twin tertidur dengan pulas Helen segera kembali ke kamarnya. Tidak terasa kini dirinya sudah ada di rumah pria pembunuh yang selama ini ia cari. Helen sudah satu minggu ada di rumah itu. Ia sendiri belum juga menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada. Memang lingkungan rumah pria bernama Lucas itu terkesan dingin dan begitu menyeramkan. “Aku tidak bisa tinggal di rumah ini terlalu lama. Aku harus segera mengirim foto ini kepada Maya.” Malam ini adalah waktu yang tepat bagi Helen untuk mengirim foto Lucas. Setelah semua beres ia akan mendapatkan apa yang sudah dijanjikan Maya kepadanya. Sayangnya, malam ini takdir tidak berpihak pada dirinya. “Maya … kenapa dia tidak membalas pesanku? Apa aku kirim saja fotonya sekarang juga ya?” Helen benar-benar bingung malam itu. Ia mengirim pesan yang sama ke nomor Maya berharap wanita itu segera membalasnya. Tapi, memang jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Sudah bisa dipastikan semua pesan yang di kirim Helen akan di baca Maya esok pagi. Mau mengirim foto Lucas langsung ia masih merasa ragu. “Apa aku telepon saja ya? Tapi, bagaimana kalau ada yang mendengar?” gumam Helen penuh keraguan. Kamar itu terasa sangat sunyi hingga suara embusan napas Helen yang berat bisa terdengar dengan begitu jelasnya. “Apa yang kau lakukan?” Helen tidak lagi bisa tenang kala itu ketika suara seseorang mengagetkannya. Ia kenal betul suara pria itu. Si pembunuh yang fotonya ingin ia kirimkan ke Maya. Secara perlahan Helen menunduk agar bisa segera mematikan ponselnya. Mungkin setelah ini ia akan membuang ponselnya saja agar bisa tetap hidup. Kalau-kalau Lucas meminta bawahannya untuk membongkar isi ponselnya, ia bisa masuk ke dalam list korban mengenaskan yang pernah ia lihat bersama Maya. “Tuan, Anda belum tidur?” “Apa yang kau lakukan?” Lucas memandang gelas yang pecah di lantai. Pria itu terlihat tenang dan belum curiga sama sekali kalau Helen adalah seorang polisi yang sedang menyamar. Helen menarik napasnya agar terlihat tenang. Ia mengukir senyuman indah untuk mengelabuhi semua orang yang melihatnya. Secara cepat tubuhnya berputar. “Tuan, Anda mengagetkan saya. Hingga akhirnya gelas ini terlepas. Kalau boleh saya tahu, apa yang bisa saya bantu hingga Anda masuk ke kamar saya tanpa permisi seperti ini?” Helen melirik pintu kamarnya yang terbuka. Ia tahu kalau tadi saat masuk ia lupa mengunci pintu. Jadi, wajar saja Lucas masuk sesuka hatinya. “Kau harus ke kamar baby twin. Mereka menangis sejak tadi.” Lucas memutar tubuhnya. Ia sendiri tidak menyangka bisa menginjakkan kakinya di kamar Helen. Semua memang harus terpaksa ia lakukan karena tidak ada lagi yang bisa membantunya untuk menenangkan baby twin yang sedang menangis. Helen menghela napas dengan debaran jantung yang tidak karuan. “Hampir saja.” Helen meletakkan ponselnya yang mati di atas meja. Wanita itu segera pergi meninggalkan kamarnya untuk melihat keadaan Baby twin. Helen melirik ke arah kamar Lucas yang baru saja tertutup. Wanita itu menghela napas lega karena malam ini ia kembali selamat. Dengan cepat ia berlari menuju kamar twin. Tangis dua bayi kembar itu memang terdengar sangat jelas dan menyayat hati. “Apa yang aku lakukan hingga tangisan sekencang ini tidak terdengar sama sekali!” Helen membuka pintu kamar baby twin dan berlari ke box. Dua bayi kembar itu menangis secara bersamaan seolah sedang berlomba memanggil Helen. “Cup cup. Sayang … ini Tante. Kalian akan baik-baik saja. Apa yang kalian takutkan?” Helen menggendong baby Miller sebelum mengangkat Baby Milly di tangan kirinya. Dengan sabar ia mengayunkan dua baby kembar itu di kedua tangannya. Lagi-lagi hatinya terasa tenang. Helen seperti sudah memiliki ikatan batin dengan dua bayi kembar itu. “Popoknya tidak basah. Minum s**u juga tidak mau. Lalu, apa yang menyebabkan kalian menangis? Apa kalian takut penjahat?” tanya Helen dengan wajah yang serius. Dua bayi kembar itu terlihat tenang setelah ada di dalam pelukan Helen. “Kalian tidak perlu takut karena ketua penjahatnya ada di rumah ini,” sambung Helen lagi. Ada tawa kecil di bibirnya. Ia tidak menyangka bisa mengatakan hal aneh seperti itu kepada anak bayi yang belum tahu apa-apa. Secara perlahan kedua bayi kembar itu memejamkan mata mereka. Helen pun mulai tenang dan kembali meletakkan anak kembar Lucas itu di dalam box. “Huaaam. Mataku benar-benar mengantuk!” Helen menutup mulutnya yang baru saja menguap. Ia mengambil boneka pisang yang ada di dalam box dan meletakkannya di pinggiran box. Walau tidak nyaman, tapi karena mengantuk Helen bisa dengan mudah tidur di pinggiran box bayi kembar itu. *** Helen membuka kedua matanya ketika tangan seseorang menepuk pundaknya. Di sana berdiri seorang pria berbadan tegab dengan wajah yang sangat sangar. Helen sendiri kaget bukan main ketika melihat wajah pria itu. “Ikut aku!” ucap pria itu sebelum melangkah pergi. Helen memandang kedua baby yang masih terlelap dan segera beranjak dari kursinya. Sejenak ia melirik jam yang sudah menunjukkan pukul tiga pagi. “Untuk apa dia memanggilku di jam segini?” Pria berbadan tegab itu membawa Helen menuju ke sebuah lorong yang temaram. Ada beberapa pria yang berdiri di sepanjang lorong layaknya penjaga. Debaran napas Helen semakin tidak karuan. Sejak berada di kediaman Lucas wanita itu belum pernah melewati lorong terlarang itu. Kenapa di bilang lorong terlarang? Ya, karena tidak ada satupun yang boleh menginjakkan kakinya di lorong tersebut kecuali dia ingin tidak lagi kembali. “Masuk!” Pria berbadan tegab itu membuka pintu dan meminta Helen masuk ke dalam. “Kenapa aku harus masuk? Ada apa di dalam sana?” tanya Helen curiga. Bukan menjawab justru pria itu mendorong Helen agar segera masuk. Setelah Helen ada di dalam ia segera menutup kembali pintu tersebut. Helen sampai terjatuh terjungkal karena dorongan pria itu sangat kuat. Kedua lututnya lebam karena terbentur dengan lantai berdebu. “Au!” Helen memegang lututnya dan duduk di permukaan lantai. Sejenak ia melupakan tempat dirinya kini berada. “Pria itu benar-benar kasar.” “Apa itu sakit?” “Ya,” jawab Helen cepat tanpa melihat pria yang mengajaknya berbicara. Namun, dalam hitungan detik saja ia tersadar dan memandang ke depan. Di sana berdiri dua pria berbadan tegab dan seorang pria duduk di kursi. “Tu … Tuan Lucas, apa yang Anda lakukan? Kenapa Anda meminta saya datang ke mari di jam sekarang?” tanya Helen dengan sisa keberaniannya. “Berani sekali kau menanyakan hal itu setelah kejahatanmu terbongkar!” jawab pria yang berdiri di samping Lucas. “Apa maksud Anda, Tuan?” tanya Helen pura-pura tidak tahu. “Sebagai polisi yang menyamar aktingmu memang sangat natural hingga sejauh ini kami tidak sadar!” sambung pria itu lagi. Ia melempar ponsel milik Helen yang sudah ada di tangan pria itu. Saat ponsel itu ada di hadapan Helen, foto pertama yang terlihat adalah foto Lucas. Foto yang ia ambil secara diam-diam untuk ia kirim ke Maya. Helen diam membisu tanpa tahu cara membela dirinya lagi. Pria yang sejak tadi mengajaknya berbicara berjalan mendekat sambil memainkan belatihnya. “Sepertinya membuat menjadi makanan kaleng adalah hukuman yang pantas!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD