04 Kehilangan Calon Bayi

1692 Words
Ify merasakan tubuhnya tidak bertenaga, ia sangat lemas, dan tidak tahu harus melakukan apalagi. Kelopak mata juga terasa sangat berat untuk dibuka. Belum lagi rasa perih, yang entah dari mana datangnya. Dengan terpaksa, Ify mencoba untuk membuka matanya. Perlahan namun pasti, hingga sorot cahaya yang perlahan mulai menyambut pandangannya. Aroma yang ia yakini sebagai obat-obatan, dan juga aroma rumah sakit begitu kuat. “Di mana ini?” gumamnya sembari menggerakkan tangan, dan memijit kepalanya. Dan di saat itu, dirinya melihat pergelangan tangannya menancap sebuah infus. Wanita dengan rambut panjang itu, mengedarkan pandangannya ke sekitar. Dirinya berbaring disalah satu ranjang rumah sakit, berbataskan dengan tirai di sekitarnya. Kenapa dirinya bisa berada di sini? Dan apa yang sebenarnya terjadi? Berbagai pertanyaan itu bermunculan pada kepala Ify, ia hanya ingat tadi di rumah, sedang melakukan perdebatan. Lalu tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. “Nona Ify,” Ify menggunakan sisa tenaganya untuk menengok, seorang lelaki memakain pakaian serba putih mendatangainya, dia adalah seorang dokter. Bersama dengan salah seorang suster. Semula Ify ingin bangkit, karena terlihat sang dokter ingin berbicara padanya. Namun, suster melarangnya, dan tetap meminta Ify untuk berbaring. Ify juga merasa, tubuhnya belum terlalu kuat untuk bangun. “Kami sudah melakukan pemeriksaan lebih lanjut, anda akan membaik dengan segera asalkan lebih banyak untuk berbaring,” sang dokter menjelaskan. “Kondisi tubuh anda masih lemah pasca operasi, sehingga harus banyak istirahat masa pemulihan.” Ify mengernyitkan kening. “Operasi?” tanyanya bingung. “Saya melakukan operasi apa, dokter?” “Nona, saya tahu anda mengalami hal buruk, hingga meminum obat penggugur kandungan itu. Kami harus menangani anda karena anda mengalami pendarahan yang hebat. Obat itu bereaksi dengan sangat kuat, terutama untuk janin yang masih rentan dalam kandungan anda itu.” Kepala Ify mendadak pening, berusaha untuk mencerna apa yang dikatakan oleh sang dokter barusan. “Penggugur kandungan? Apa maksud dokter? Saya tidak pernah meminum obat semacam itu,” elaknya, ia dengan refleks menyentuh perutnya. Entah kenapa, tiba-tiba jantungnya berdegub dengan sangat kencang. “Kekasih anda, Tuan Deva, yang mengatakan jika anda nekat untuk meminum obat penggugur itu, karena tidak menginginkan bayi itu.” Air mata Ify menetes tanpa bisa untuk dibendung lagi. “Deva mengatakan hal semacam itu?” gumamnya, ia lalu menggelengkan kepala. “Lupakan, dok. Apakah anak saya baik-baik saja? Dia masih ada di sini kan?” Dokter dan suster saling berpandangan sejenak, dan sepertinya Ify sudah bisa menebak apa yang sedang terjadi saat ini. “Maaf, nona. Relakan anak anda, dia sudah tiada sekarang. Fokus untuk kesahatan anda, agar tidak memburuk. Kami akan merawat anda dengan baik,” jelas sang dokter. Air mata Ify semakin deras, ia meremas baju pasiennya dengan sangat erat. Anaknya telah tiada? Anak yang ia jadikan penyemangat untuk hidup sudah tiada? Bagaimana dia bisa menjalani hidup ini selanjutnya? Penjelasan dari dokter tidak dia hiraukan, dia tenggelam dalam kalutnya pikiran. Bukankah sekarang dirinya sama saja seperti seorang pembunuh? Ia bahkan tidak bisa untuk melindungi anaknya sendiri. Kenapa Deva kejam sekali pada dirinya, ini bahkan anaknya sendiri. Jika memang tidak ingin bertanggungjawab, ya sudah, dia akan membesarkan anak ini sendirian. Jika sudah seperti ini, apa yang akan dia lakukan? Ify kembali meremas perutnya, ia mulai merasa sakit luar biasa di sana. Meskipun ia tahu, hatinya lebih terasa sakit dari semua ini. Ia marah, namun tidak bisa untuk berbuat apapun, *** Ify tidak bisa untuk menahannya lagi, jarum jam menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Ia meminta suster untuk melepas infusnya, dengan sedikit terpaksa suster itu mengabulkan. Dengan memakai jaket alakadarkan, Ify keluar rumah sakit. Badannya masih lemas, perutnya sakit, tidak dipedulikan. Ia ingin menemui Deva, ia ingin meminta penjelasan dari lelaki itu. Apapun alasannya, dia telah menghilangkan nyawa. Dan Ify tidak bisa untuk menerima alasan apapun. Deva sudah cukup egois, dan dirinya sudah sangat sabar menghadapi semua itu. “Saya hanya ingin bertemu dengan Deva!!” ucap Ify kepada salah seorang security yang menghalanginya. Ia saat ini sudah sampai, pada rumah Deva yang sangat besar ini. Bahkan bisa dibilang mirip dengan istana. Security menahan lengan Ify. “Tidak bisa, silahkan anda untuk pergi dari sini!” tegasnya. “Ini sudah malam, dan mereka semua sedang istirahat!” “Omong kosong!” bentak Ify. “Mereka hanya ingin lari dari tanggung jawab!” “Nona, selagi saya masih baik, silahkan pergi dari sini!” Ify tidak peduli, entah mendapatkan kekuatan dari mana, ia menghentakkan tangan security itu dengan kuat. Kemudian berlari masuk ke dalam rumah itu. Sembari memegangi perutnya, dan menahan amarah yang luar biasa. “DEVA!! Keluar kau!!” teriaknya. Sang security juga tidak tinggal diam, ia juga mengejar Ify masuk ke dalam. Karena jika tidak, mungkin dirinya yang akan kena marah dari majikan. “Nona! Sudah saya bilang, mereka sedang istirahat!” ucapnya seraya mencengkeram pergelangan tangan Ify. “Lepas!! Biarkan orang pengecut itu keluar! Apakah dia sedang bersembunyi di balik punggung ibunya??” teriak Ify berusaha untuk menahan diri, ia belum pernah merasakan semarah ini sebelumnya. “Ada apa ribut-ribut??” Seseorang turun dari atas, menuruni tangga. Sosok yang sangat dicari oleh Ify, Deva. Ia terlihat memakai baju tidurnya, dengan ponsel di tangan. Terlihat santai sekali, seperti tidak ada sesuatu yang terjadi. Hal ini membuat Ify menjadi sangat geram. Ia kemudian melepaskan diri dari cengkeraman security, kemudian berlari mendekat. “Kau pengecut!! Apa yang sudah kau lakukan pada anakku???” teriak Ify sembari menarik baju Deva. “Ify!! Apa yang kau lakukan di sini??” ucapnya sembari memegang bahu dari sang kekasih. “Bukankah kau sedang berada di rumah sakit tadi??” Ify menatap Deva tidak percaya. “Apa yang kau lakukan padaku? Kenapa kau begitu keterlaluan?? Aku membencimu! Sungguh, kau pembunuh!!” serunya sembari memukul-mukul d**a Deva. Ia benar-benar tidak bisa untuk menahan perasaannya lagi. “Fy, dengarkan aku dulu,” ucap Deva sembari menangkap pergelangan tangan dari Ify. “Aku terpaksa melakukan itu. Tidak ada pilihan lain, aku tidak bisa menikah denganmu. Tapi kau begitu keras kepala, aku mohon mengertilah.” “Mengerti??” Ify menatap Deva dengan heran. “Kau menyuruhku untuk mengerti? DI MANA OTAKMU, DEV??” Deva menggelengkan kepala pelan. “Tidak, bukan begitu. Kau tahu, akan menjadi jaksa agung nanti? Aku tidak bisa hal seperti ini terjadi, dan aku tidak mungkin menikahimu. Kita beda ...,” “Iya, kita beda!” sahut Ify berapi-api. “Kalau kau memang sangat pengecut, dan tidak ingin untuk tanggungjawab, setidaknya jangan membunuh anakku!!” “Jika tidak, kamu mungkin akan menggunakan anak itu untuk menyerangku nanti. Aku mohon jangan marah,” Ify melepaskan tangan Deva, kemudian mengayunkan tangannya sendiri memukul pipi lelaki itu keras. “BERANINYA KAU!!” teriak Ify. Deva terlihat kaget juga dengan tamparan Ify yang diberikan padanya. “Fy,” “Kau hanya seorang pembunuh, dan jika orang tahu apa yang kau lakukan. Kau mungkin akan gagal menjadi jaksa!!” Deva meremas rambutnya sendiri dengan kesal. “Diamlah! Jika kau tidak memperpanjang, semua ini tidak akan terjadi!!” ucapnya. “Kau menyalahkanku sekarang??” “Tidak, bukan begitu. Hanya saja, jika kau tidak nekat mempertahankan bayi itu maka aku tidak akan seperti ini.” Air mata Ify kembali menetes, rasanya sakit sekali mendengar ucapan yang keluar dari mulut Deva. “Tapi itu anakmu juga, apakah kau sama sekali tidak peduli dengannya?” “Untuk apa peduli pada seseorang yang akan membuat hidupnya menjadi hancur?” ucapan dari seseorang yang tiba-tiba menceletuk itu, membuat Ify membalik badannya. Nampak perempuan paruh baya, yang memakai pakaian masih rapi datang, dia adalah Bu Siska, ibu dari Deva. Di sampingnya, juga berdiri seorang lelaki yang merupakan suami dari wanita itu, Pak Darius. Ify menghapus air matanya, kemudian berlari menghampiri kedua orang itu, setidaknya ia ada harapan sedikit. “Tolong saya,” ucapnya sembari memegang kedua tangan Bu Siska. “Deva …, meracuni saya. Dan membuat saya keguguran, tolong, sebagai seoarang wanita. Anda pasti paham, bagaimana berharganya anak,” ucapnya menatap wanita itu dengan sendu. “Itu sudah keputusan benar, karena aku memang menyuruhnya untuk melakukan hal itu,” ucap Bu Siska sembari melepaskan tangan Ify, kemudian tersenyum dengan angkuh. “Apa?” Ify mendongak, dan menatap wanita itu dengan hampir tidak percaya. Bu Siska sedikit mendorong tubuh Ify. “Kau hanya akan menghancurkan karir anakku, seharusnya kau sudah paham sejak awal!” tuturnya. “Anakku masa depannya sangat cerah, dan aku tidak akan bisa untuk membiarkan dirusak oleh wanita sepertimu!!” “Jadi?? Kalian bersekongkol?? Kalian benar-benar bukan manusia, kalian tidak waras!!!” teriak Ify. “Kembalikan anakku!!!” “Wanita tidak waras, pergi dari sini!!” bentak Bu Siska. “Jangan menginjakkan kaki di tempat ini lagi, jika kau masih ingin hidup dengan tenang!!” Pak Darius dari balik kacamata, sebenarnya terlihat sayu sekali melihat keadaan Ify. Namun, dirinya tidak bisa untuk berbuat apapun. Karena jika istrinya sudah bertindak, tidak akan bisa lagi untuk dibantah. “KEMBALIKAN ANAKKU!!” Ify menarik tangan Bu Siska dengan keras, tidak bisa untuk mengontrol rasa emosinya. “Kalian pembunuh! Kalian bukan manusia, kembalikan anakku!!” “Lepaskan tanganku, perempuan hina!!!” Bu Siska juga tidak kalah emosi. “Pergilah cari mangsa yang lain!!” Deva berjalan mendekat, dan menarik tubuh Ify. “Sudahlah, Fy. Jangan seperti ini!!” ucapnya. “Pulanglah, dan lanjutkan hidupmu!” “Tidak, kalian pembunuh!!” Ify berontak. “Aku tidak akan pernah melupakan ini, kembalikan anakku!!” “Ini semua kesalahanmu!!” Bu Siska mencengkeram baju Ify. “Jika berani untuk macam-macam, kau harus siap untuk lebih menderita dari semua ini, jauh-jauh dari anakku!!” teriaknya sembari mendorong Ify. “Akhh!” Ify terjatuh ke lantai. Ia meremas perutnya dengan kuat. “Wanita tidak tahu diri! Kau seharusnya malu, mengemis seperti ini!” Ify tidak menjawab, ia merasakan tubuhnya lemas luar biasa. Perutnya juga terasa campur aduk. Rasanya, dia seperti dihantam ribuan batu, sangat menyakitkan. “Ify??” Deva sedikit membulatkan mata ketika melihat Ify. Dari paha wanita itu, tiba-tiba mengalir darah yang begitu deras. Lantai di sekitar Ify tergeletak seketika memerah. Tidak ada yang bisa Ify lakukan, tubuhnya sangat lemas. Dan pandangannya menjadi kabur tidak bisa ia tahan lagi. Ia lelah dengan semua ini, tubuhnya yang mungkin sudah terlalu berat juga untuk menahan, sudah sampai pada titik yang tidak bisa untuk bertahan lebih lama lagi. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD