Chapter 9 : Tetaplah Hidup

1481 Words
"Rio, mereka siapa? Kenapa tiba-tiba muncul disini?" Rio menoleh pada Diana dan mulai menjawab. "Mereka adalah keempat Adikku. Yang berambut panjang Olivia, yang berambut berantakan adalah Nori. Dan kembarannya Melinda yang penampilannya rapi. Kalau Pria berambut landak, itu Zack." Jadi, mereka semua adalah Adik dari Rio. Wow. Hebat. "Mereka datang kesini akan menguji kemampuan kalian dalam permainan yang pernah dijelaskan oleh Lavender." . . . . . . Penjelasan Rio cukup membuat Bella, Diana dan diriku terkaget. Kedatangan mereka kesini adalah untuk menguji kemampuan kami dalam memainkan Games Kematian. "Dan asal kalian tahu ya? Kami tidak akan membunuh kalian, kami hanya ingin menguji kalian. Itu saja." Mendengar tambahan dari Olivia membuatku terenyuh senang. "Olivia, tumbuhkan rambut sibotak ini!" Olivia langsung menghampiri Bella mendengar perintah dari Melinda. Aku tahu Bella kesal dirinya disebut botak. Shuuuuuuuu... Dengan tiupan dari mulut manis Olivia, rambut Bella tumbuh dengan cepat sampai seperti sebelumnya. "Akhirnya, kau kembali cantik." Bella terkejut mendengar apa yang dikatakan Olivia. Kedua pipi Bella memerah. . . . . . . Dengan merapikan rambutnya, Lavender mulai kembali berbicara. "Sepertinya kalian semua sudah mengerti dengan kehadiran Olivia, Nori, Melin, dan Zack. Ya, merekalah yang akan menguji kemampuan kalian. Biar kujelaskan kekuatan apa saja yang masing-masing mereka miliki. Oke. Olivia mempunyai kekuatan yang unik, dia dapat meniup benda apapun menjadi seperti yang dia inginkan, jadi berhati-hatilah. Kalau Nori, dia agak bodoh tapi kekuatannya sungguh mengerikan, mencabut ruh kalian menggunakan telapak tangannya. Dan juga bisa membuat benda-benda bergerak oleh kendalinya. Melinda sangat brutal, dia selalu mengeluarkan rantai kematian, sehingga kau akan dililit oleh rantai tajam itu jika kau memberontak. Dan yang terakhir Zack, dia dapat membuat dirimu kehilangan akal, apapun yang dia perintahkan, tubuhmu secara mendadak akan mematuhinya walau kesadaranmu menolak akan hal itu, mengerikan ya? Tentu saja. Dan juga, mereka berasal dari keluarga terhormat didunia asalnya, mereka selalu disebut sebagai Lima Pahlawan. Termasuk dengan Rio. Sepertinya kalian mulai paham. Baiklah. Silahkan ikuti aku sekarang." Lavender berjalan menuju sebuah pintu yang berada disamping air terjun. "Cepat kemari!" Aku, Bella dan Diana langsung mengikuti Lavender, sementara Rio dengan keempat adiknya diam memandang kepergian kami dengan tatapan macam-macam. "Akan kubunuh mereka!" Teriak Melinda yang dapat kudengar dengan jelas. "Aku lebih suka mereka menjadi pacarku saja? Itu lebih baik daripada membunuhnya kan?" Timpal Zack. "Kupikir mereka itu hanyalah tikus tidak berguna." Ucap Nori dengan wajah bodohnya. "Siapapun dari kalian yang membunuh mereka, akan kuhukum sampai menjadi serpihan debu. Mau?" Ancaman dari Olivia sukses membuat mereka terdiam. Rio hanya menggeleng-gelengkan kepala. Dia sepertinya bingung harus mengatakan apa. Keempat adiknya mempunyai sifat kejam semua. Mengerikan. "Kita adalah Hero, membunuh bukanlah hal yang pantas kita lakukan. Karena kita adalah Finiggan, kita harus menjaga kehormatan keluarga kita. Kuharap kalian paham." Setelah mengatakan itu, Rio menghilang dengan tiba-tiba. "Seperti biasa, Menceramahi kita lagi?" Sindir Melinda dengan kesal. "Jaga ucapanmu, Melin!" Bentak Olivia dengan mengerutkan alisnya. "Hn!" Melin menghela nafas kesal. "Sekarang giliran kita beraksi!" Ucapan Nori membuat ketiga saudaranya tersenyum senang. Setelah diriku memasuki pintu disamping air terjun, tiba-tiba aku merasa kalau ruangan ini sangat panas, aku tidak bohong. dan juga sepatuku tenggelam dipasir merah, ketika diriku melangkah, aku harus menarik berat kakikku dari hisapan pasir ini. Ya, mungkin tempat ini menyerupai sebuah Padang pasir diSaudi Arabia. Seperti itulah. Setelah kami sudah berjalan lumayan jauh, aku merasa ini seperti nyata, karena disini tidak ada dinding yang menghalangi, seolah-olah kau memang berada disana, Padang pasir. Aku terkejut. Sinar mentari menyinariku dengan ganas, dan pendengaranku mendengar kalau jejak kaki Lavender berhenti dan berbalik pada kami. "Bersiaplah, aku tidak ingin kalian menjerit setelah melihat hal ini." Lalu dengan menarik nafas panjang, Lavender berteriak kencang. "ZOMBILA! KELUARLAH! . . . . Seorang Pria dengan mengenakan pakaian ketimuran tiba-tiba keluar dari dalam gundukan pasir yang gersang. Dan seekor serigala berbulu biru menggeram kearah kami, lehernya terikat sebuah tali panjang yang digenggam oleh pria dengan sorban itu. Lalu Pria itu tersenyum lembut pada kami, dia sangat tampan menurutku. "Ah, selamat datang diwilayahku, aku sangat senang mendapatkan tamu seperti kalian. Dan Ender, lain kali jangan memanggil namaku dengan teriakan, paham?" Lavender mengernyitkan dahi dan membalas. "Zombila, aku ingin kau memberikan mereka sebuah alat sihir untuk menjalankan Games kematian." Zombila tersenyum mendengarnya. "Oh, jadi kalian akan memasukinya? Tunggu sebentar, sepertinya aku masih punya sesuatu yang unik untuk kalian, tunggu ya?"Zombila berlutut dan mengusap-usap pasir, tanpa sadar, tiga tongkat muncul dipermukaan pasir, ia mengambilnya. "Jadi, inilah benda yang mungkin akan kalian butuhkan dipermainan itu, kuharap kalian berhasil." Aku, Bella dan Diana mengambilnya dan menatap tongkat kami masing-masing. Bella merasa aneh, tongkatnya lalu terbakar secara mendadak, dia menjatuhkan benda itu dan kaget. "Ke-kenapa dia terbakar! Apa yang telah aku lakukan? Sungguh, aku tidak membakarnya!" Bella mencoba membela dirinya bahwa dia benar-benar tidak tahu tentang terbakarnya tongkat miliknya secara tiba-tiba. Lalu Lavender menatap tajam Zombila. "Tidak, itu bukanlah salahmu, biar kujelaskan sedikit." Lalu Zombila menghela nafas dan mulai berbicara. "Tongkatlah yang memilih tuannya, jadi, kurasa benda itu kurang cocok dengan karaktermu, biar kucari lagi ya?" Dia kembali melakukan hal yang sama dan munculah sebuah tongkat besi dipasir. "Ah, coba pakai yang ini." Dia memberikannya pada Bella dengan senyuman. Akhirnya, benda itu tidak terbakar sendiri seperti tongkat sebelumnya. Ukurannya lumayan panjang dari punyaku dan Diana. "Sepertinya dia menyukaiku." Ucap Bella dengan memandang tongkat sihirnya senang. Angin berhembus sangat panas. Keringat mengalir dikulitku. Lavender mengerti penderitaanku dan mulai bersuara. "Zombila, tolong jelaskan apa kegunaan dari tongkat-tongkat itu pada mereka." "Kegunaannya tentu saja untuk melindungi kalian dari serangan musuh. cara untuk menggunakannya sangat mudah, kalian hanya memutarkannya sekali diiudara dan pikirkan apa yang ingin kalian lakukan selanjutnya. Dan juga aku hampir lupa untuk menjelaskan ini, tongkat yang kalian pegang hanya dapat bertahan dalam waktu dua hari, lebih dari itu, api akan memakan tongkatmu." Kurasa, aku menyukai benda ini. Tongkat ini mengingatkanku tentang Harry Potter, film favouritku. . . . . . Setelah itu, Lavender menatap malas Zombila. "Baiklah, terima kasih atas tongkatnya. Kami harus melanjutkan ini, sampai berjumpa kembali Zombila." Lavender memerintahkan kami untuk kembali berjalan menggunakan bahasa mata. Aku tersenyum pada Zombila dan melewatinya, Diana melakukan hal yang sama, namun dengan angkuhnya Bella membuang muka pada pria bersorban itu. Tiba-tiba pergelangan tangan Bella ditarik oleh Zombila. Zombila berbisik pada Bella. "Kamu cantik. Aku menyukaimu." Bella terkejut bukan main, wajahnya memerah. Sekilas matanya memandang wajah Zombila dan dia langsung cepat-cepat menyusul kami. Aku dapat melihat senyuman kecil diwajah Bella. "Dia pria aneh!" Bella mencoba menyembunyikan senyumannya. Lavender tersenyum mendengarnya. "Tapi dia sangat tampan bukan?" Bella berjengit. Kami bertiga tersenyum kearah Bella. Aku bahagia Bella dapat merasakan indahnya dicintai. . . . . . . . Cukup memakan waktu lama sampai disebuah kastil yang terbuat dari pasir ini. Aku juga kurang tahu kenapa diriku dibawa oleh Lavender kekastil terpencil ini. Dia mulai berbicara ketika kami sudah berada didepan pintu pasir raksasa. "Girls, ingat kata-kataku sekarang, kumohon jangan takut dengan apa yang ada didalam sana." Aku terkejut mendengarnya dan langsung bertanya pada Lavender dengan memasang wajah serius. "Apa yang membuatmu memerintahkan kami untuk berani terhadap sesuatu didalam kastil ini?" Lavender semakin memasang wajah khawatir, Bella dan Diana kurasa sama penasarannya denganku. "Aku dilarang mengatakan ini, tapi aku tidak tega merahasiakannya pada kalian, apalagi kaliankan sahabatku." Lavender tersenyum kaku dan melanjutkannya. "Mereka akan menguji kalian tanpa ampun didalam sana, aku tidak tahu harus mengatakan apa lagi selain, tetaplah hidup!" . . . . . . . BRAK!! Pintu itu tiba-tiba hancur oleh rantai emas yang berkilau yang dikendalikan oleh Melinda. Dia langsung menyeret rantainya ditanah oleh kedua tangannya. Lalu memandang k**i padaku, Bella dan Diana. "Lavender, kau boleh pergi sekarang! aku akan melakukan tugasku! jangan mengganggu!" Lavender langsung masuk kekastil ini dengan terburu-buru. Lalu Melinda tersenyum sinis padaku. "Jadi, kau yang namanya Biola?" Pertanyaannya seperti menggeram, aku menganggukkan kepala dan tersenyum paksa pada Melinda "Aku ingin kau memilih salah satu temanmu untuk melawanku! Cepat!" . . . . . . . Memilih adalah hal yang sangat buruk saat ini. Bayangkan saja, kau dipaksa memilih diantara kedua sahabatmu untuk dijadikan santapan wanita ini. Aku bodoh dalam hal memilih. Aku selalu salah. kumohon, aku tidak mau membuat mereka kesal karena pilihanku. "Biar aku saja yang menjadi lawanmu." Dengan langkah anggun, Diana maju mendekati Melinda. Merasa kesal, Bella berseru. "Jangan bertindak ceroboh, Diana!" Bella tahu Diana tidak akan mampu melawan seseorang seperti Melinda. Namun Diana tidak ingin menjadi seorang pengecut sekarang. "Kumohon. percayakan hal ini padaku. Aku ingin menunjukkan bahwa diriku bukanlah sampah." DEG! "Tenang saja, aku dapat mengontrol diri agar tidak kelepasan, walau sepertinya selalu gagal." Ucapan Melinda membuatku merinding seketika. "KUMOHON! PERCAYALAH PADAKU!" Diana berteriak padaku dan Bella. Aku terkejut mendengarnya. "Diana! Aku tahu... kau pasti bisa, selamat berjuang!" Mendengar perkataanku, Diana tersenyum senang. Lalu aku dan Bella langsung masuk kedalam kastil meninggalkan salah satu sahabat kami, Diana. Tetaplah hidup, Diana. . . . . . . . . "Mari kita mulai pertunjukannya!" Melinda tersenyum k**i pada Diana dengan m******t bibirnya. Sementara Diana menatap tajam Melinda walau tubuhnya bergetar hebat. Tetaplah hidup.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD