Chapter 39 : Margareth

1144 Words
Keyno Margareth P.O.V Sial, kenapa pikiranku masih saja memikirkan wanita tadi siang itu? Mengapa hal itu tidak bisa dihentikkan. Ah, s**l. Bahkan, aku mengacak-acak rambutku kesal. Setelah pulang sekolah, seperti biasa, aku selalu berjalan sendirian. Tanpa teman. Tentu saja, arah rumahku itu berbeda dari yang lain. Aku mesti melewati hutan sepi, tidak seperti mereka-teman sekelasku- yang selalu pulang dengan suasana ramai. "Huh, membosankan!" umpatku, tanganku dari tadi mengacak-acak rambut putihku dengan kasar, tubuhku lemas sekali. Bosan, sangat bosan ketika kau hanya memandang ribuan pohon setiap hari. Andai saja rumahku ini tidak terlalu jauh dari sekolah, mungkin aku tidak perlu melangkahkan kakiku pada hutan menyebalkan ini. Trsskkk! Sebuah suara yang berasal dari semak belukar membuatku menghentikkan langkah, aku terkejut. Mungkin hanya kelinci? Benar, sudahlah, lebih baik kulanjutkan melangkah. Tapi, tiba-tiba, sebuah aura yang sangat dingin menyeruak ke segala arah. Apa ini? Kegelapan menyelimuti tubuhku. Kakiku melayang, aku tidak menginjakkan kaki di tanah karena asap gelap ini. Aromanya begitu dingin dan menusuk. Sihirkah? "Dasar payah!" DEG! Sebuah suara yang sama terdengar, persis seperti wanita itu, apakah dia yang telah melakukan ini? Pelan-pelan, kepalaku bergerak menuju arah suara tersebut,  cahaya matahari menyiram tubuh wanita itu, bayangannya yang bergoyang-goyang menambahkan kesan horrornya padaku. "Ka-kau!?" Aku tidak percaya dia bisa melakukan sihir tingkat tinggi seperti ini. Mungkinkah dia sangat kuat dari yang kukira? "Elsa Margareth, teman barumu di kelas," jawabnya dengan senyuman dingin. Dia mengulum bibirnya semanis mungkin. "Dan kau, Keyno Margareth, bukan?" Oh s**l, lagi-lagi pipiku merona karenanya. Tubuhku masih diselimuti oleh kegelapan dan melayang sempurna. "Kenapa kau membiarkanku melayang seperti ini? Hey! Turunkan aku!" pintaku dengan kasar, mendengarnya, Elsa tersenyum manis. "Aku tidak tertarik menjawab pertanyaan payahmu itu, lebih baik aku bertanya padamu, Keyno," ucap Elsa dengan membalikkan badannya, memunggungiku. "Dari mana kau mendapatkan Margareth di namamu itu, Keyno?" DEG! Pertanyaan ini benar-benar membuatku menelan ludah kaku, sebenarnya, aku juga tidak tahu kenapa aku memiliki nama Margareth, padahal diriku bukan keturunan murni keluarga itu. Jelas, aku berasal dari keluarga Kanochi. "Ak-aku tidak tahu ...," jawabku dengan pelan, Elsa menoleh padaku. "Mana mungkin kau tidak tahu? Apakah Orangtuamu tidak menjelaskannya padamu? Asal kau tahu, Keyno! Margareth adalah nama keluargaku! Aku tidak suka, laki-laki i***t sepertimu menyandang nama itu!" Elsa mendekatiku dengan langkah yang kencang, kicauan burung menyertai keheningan hutan ini. Gesekan antara pohon dengan pohon terdengar sangat indah. Namun, kenikmatan itu lenyap begitu saja, ketika pipiku ditampar olehnya, Elsa Margareth. TAR! "Kau telah mempermalukanku! Sifat bodohmu itu membuatku malu! Kau dengan santainya menggunakan nama keluargaku tanpa tahu apa-apa! Sementara aku harus bersikap sempurna agar nama itu tidak tercoreng! Dan kau!" Elsa menghentikan perkataannya melihat diriku termenung, tentu saja, aku sangat tersinggung dengan apa yang diucapkannya. * * * "Sudah selesai?" ucapku dengan menaikkan alis. Elsa blushing seketika, dia menghilangkan sihir hitam itu dan menurunkanku secara lembut. Kedua mata birunya menelisik pada wajahku. Aku merasa tersinggung. "Ada apa? Kenapa wajahmu menampilkan kesedihan? Apakah aku telah membuatmu--" Perkataan Elsa langsung saja kupotong. "Maaf sebelumnya, aku sama sekali tidak tahu kalau Margareth adalah hal yang sangat sensitif, aku tidak bermaksud mencoreng nama keluargamu, lagipula, aku mendapatkan nama itu ketika diriku menemukan sebuah pakaian, dan pada bagian dadanya, tertulis nama Margareth. "Tanpa pikir panjang, aku terpesona dengan keindahan nama itu, jadi? Aku langsung mengubah namaku yang sebelumnya Keyno Kanochi menjadi Keyno Margareth, tapi setelah bertemu denganmu, dan mendengar penjelasanmu, hari ini, aku mengubah namaku menjadi Keyno, tanpa ada nama apapun di belakangnya. Toh, lagipula, aku ini kan tidak punya keluarga, semua keluargaku terbunuh. "Terkadang, aku sangat iri dengan kehidupan teman-temanku, mereka bisa mendapatkan kasih sayang Orangtua setiap hari, bergandengan tangan dengan saudara kandung, tertawa bersama sahabat, dan menangis dipelukan kekasih. Aku? Hahah, aku sama sekali tidak memiliki itu semua. "Aku hanyalah laki-laki payah, i***t, d***u, yang dengan bodohnya menyandang nama keluarga bangsawan, jadi, maafkan kecerobohanku ini. Terima kasih atas semuanya, aku harus memberi makan kucingku di rumah, sampai jumpa!" Langsung saja, aku berlari meninggalkannya. Sekilas, aku dapat melihat wajahnya yang terkejut karena mendengar apa yang kukatakan barusan. "KE-KEYNO!" Kuhentikkan langkahku. "Apa kau akan menamparku lagi?" Elsa mendekatiku cepat, tetesan air mata membasahi kedua pipinya yang merah. Baru kali ini aku melihat wajahnya yang diliputi kesedihan. GREB! Astaga! Dia memelukku dan menangis di pundakku. Aku sangat kaget, bahuku basah karena air matanya. Aku berkata, "Kenapa? Kenapa kau menangis, Elsa Margareth?" Dengan isakan, Elsa menjawab, "Bolehkah aku ikut, aku juga ingin memberi makan kucingmu?" DEG! * * * Elsa Margareth P.O.V Aku sungguh menyesal dengan semua yang kulakukan pada laki-laki berambut putih itu sebelumnya. Aku tidak pernah tahu, kalau ternyata, dia mempunyai kehidupan yang sangat menyedihkan. Aku bersamanya kini sedang berjongkok di halaman rumahnya yang hijau, dia memiliki seekor kucing kecil berbulu putih. Dari sorot matanya, aku bisa menyimpulkan kalau dia sangat penyayang terhadap binatang. "Keyno?" tanyaku memecah keheningan, tentu saja, rumah yang dia huni itu ada di dalam hutan, sendirian, tanpa ada rumah lainnya. Keyno mendongakkan kepalanya, walau kedua tangannya masih sibuk memberikan kue kecil pada kucing kesayangannya yang sedang menggeliat. "Ada apa, Elsa?" jawabnya dengan senyuman. Aku heran, kenapa di masih bisa tersenyum lebar seperti itu ketika hidupnya memilukan. "Apakah kau telah memberi nama pada kucing ini?" Dia menimbang-nimbang lalu mulai menjawabnya dengan sumringah. "Tentu saja, namanya Viniator!" Aku tersenyum mendengarnya. "Bagaimana kalau kutambahkan menjadi Viniator Margareth, kau juga tidak perlu mengubah namamu, Keyno! Kau tetap Keyno Margareth!" Keyno tertawa terbahak-bahak mendengarnya. "Hahahahahhah!" Aku kesal melihatnya, kenapa dia malah tertawa, padahalkan aku hanya menambahkannya saja. BLETAK! Aku menjitak kepalanya sampai tumbuh benjolan besar disana, aku menatapnya tajam. "Berhentilah tertawa atau kau kubunuh!" Dia langsung memasang wajah ketakutan. Dia menjauhiku. "Hiiiiiiiiii! Kau menakutkan! Jangan bunuh aku! Jangaaaaan!" Aku menunjukkan seringaian kejam padanya. "KEMARI KAU! i***t!" Kemudian kami tertawa bersama sore ini, melupakan kejadian sebelumnya, entah kenapa, aku sangat nyaman berada didekatnya. Senyumannya menyelamatkanku dari ketakutan, suara tawanya menarikku dari jurang kematian, dan aura yang dipancarkannya mampu menyinari penderitaan yang saat ini ku alami. Keyno Margareth, terima kasih! * * * * Saat ini, aku sedang duduk di ruang keluarganya, Keyno pergi ke Dapur untuk mengambil minuman untukku, sementara diriku asyik menelisik seluruh peralatan rumahnya. Dan pandanganku terhenti pada sebuah foto yang terpajang di dinding. Sontak, aku penasaran, aku bangun dari sofa dan mendekati benda itu. Di dalam foto itu, aku melihat Keyno sedang duduk sendirian di atas pohon. Dia masih kecil kurasa, dan disana juga, wajahnya kelihatannya sangat bahagia. "Sedang melihat-lihat, huh?" Tiba-tiba Keyno mengagetkanku, dia berdiri di sampingku dengan membawa gelas berisi air putih. "Oh, itu foto ketika diriku berlibur di Farles," Farles? "Tempat apa itu?" tanyaku penasaran, dia mengeryitkan alis heran. "Kau tidak tahu apa itu Farles? Yang benar saja? Memangnya kau berasal dari mana?" Aku menunduk lesu. "Aku berasal dari Negeri Wendista, hari ini adalah hari kepindahanku di Pandora, karena itulah, aku tidak tahu menahu tentang asal-usul Pandora?!" Keyno tersenyum, lalu memberikan gelas itu padaku. "Minumlah, setelah ini, aku akan menceritakan asal-usul Pandora padamu, Elsa," DEG! * * * *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD