Chapter 45 : Jangan Lupakan Itu, Alezandra

1673 Words
"Kau sudah meninggal, Biola," * * * Meninggal? Aku menepis pegangan tangannya padaku, aku sangat terkejut. Apakah aku benar-benar sudah meninggal? "Aku belum siap! Hinamo! Masih banyak hal yang harus kuselesaikan dikehidupanku, ak-aku tidak mau kesana!" Aku membentak Hinamo dengan wajah berkeringat kaku. Hinamo menatapku dengan senyuman tipis. "Biola, kau tidak bisa menolak hal itu, ini sudah menjadi akhir bagi hidupmu, kau harus menerimanya." "TIDAK! PERGILAH SENDIRI! AKU TIDAK MAU!" Air mata kemarahan menetes dari kelopak mataku, sungguh, aku ingin kembali. Hinamo memasang wajah kesal sekarang. "Kau ini keras kepala sekali! Biola, dengarkan aku! Setiap makhluk hidup sudah punya catatan kehidupan yang harus dijalaninya, semua hal itu sudah dicatat oleh Sang Waktu, jika masa hidupmu sudah berakhir, itu artinya, kau harus patuh terhadap ketentuan yang diatur olehNya! Jika kau menolak? Itu adalah tindakan bodoh! Jadi, ikuti aku sebelum--" "AKU TIDAK AKAN MENYERAH! AKU TIDAK MAU MATI SECEPAT INI! AKU MASIH PUNYA JANJI! BANYAK SEKALI JANJI YANG HARUS KUTEPATI!" DEG! Hening, Hinamo terdiam mendengar hal itu, dia menundukkan kepalanya. "Janji?" ucap Hinamo sangat pelan. "Hanya itu?" Kini, aku yang terbungkam, aku terkejut dengan perubahan ekspresinya. Cahaya terang yang menyelimuti tubuh Hinamo menjadi berkurang. Hinamo kembali berkata, "Aku juga punya janji, sebuah janji yang harus kutepati," Suaranya seperti sedang bergumam. "Kalau begitu, biarkan aku kembali, Hinamo, jika kau masih bersikeras ingin ke sebuah tempat yang bahkan aku sendiri tidak tahu dimana, silakan saja, tapi jangan pernah kau mengajakku! Aku tahu, Tuhan itu baik! Aku akan terus hidup, melindungi orang-orang yang kusayangi!" DEG! Hinamo terkejut, dia menegakkan kepalanya kembali, memandangku. "Bi-Biola, kau tidak akan bisa! Hidupmu sudah berakhir disini!" "Tidak! Kau salah, aku akan melawan yang namanya takdir, aku percaya, Tuhan akan membantuku! Karena aku masih harus menyelesaikan tugas-tugasku, setelah semuanya selesai, aku akan kembali, Hinamo." DEG! "Kau tidak bisa melawan takdir!" Aku tersenyum. "Tidak ada yang mustahil, Hinamo." ucapku lembut. "Jika kau terus berusaha, semuanya akan tercapai, aku percaya hal itu." "Kau bodoh, Biola! Kau tidak akan mampu! Kau tidak akan mampu melawan takdir!" "Aku memang bodoh dan tentu, aku tidak akan pernah mampu melawan sesuatu yang namanya Takdir, tetapi, berkat mereka, teman-temanku, aku mampu, Hinamo," Aku membalikkan tubuh, memunggungi Hinamo. "Kau mau kemana, Biola?" Hinamo mencoba menghentikkanku, dia meremas pundakku agar tetap tinggal. "Kau tidak akan bisa kembali, Biola!" "Aku mendengarnya, Hinamo, teman-temanku sedang memanggil namaku, aku harus kembali," Perlahan-lahan, aku berjalan meninggalkan Hinamo. "Aku akan mengingatmu, Hinamo, kau sudah menjadi temanku sekarang!" "KAU BODOH! KAU BODOH BIOLA! KAU GILA! KAU TIDAK AKAN MAMPU! TIDAK AKAN ADA YANG BISA MENANDINGI KETENTUAN SANG MAHA KUASA!" "Hinamo, aku pergi ya?" DEG! * * * Aku berlari menembus cahaya. Aku meninggalkan Hinamo sendirian disana, aku sudah tidak peduli lagi, hanya ingin kembali hidup, itulah ambisiku saat ini. Tapi, tetap saja, semuanya kosong, hanya ada cahaya putih disekelilingku. Apa yang harus kulakukan sekarang! Tuk! Tuk! Tuk! Sebuah langkah kaki terdengar mendekatiku, siapa dia? Mungkinkah Hinamo? Kedua mataku bersiaga, mencoba untuk mengawasi siapa pendatang yang akan mendekatiku, atau mungkin, itu adalah Sang Waktu? Tidak! Aku masih ingin kembali! Wujudnya tertutupi oleh cahaya, aku bisa melihatnya, dia berada beberapa meter dariku, dari postur tubuhnya, aku sudah bisa mengetahuinya kalau dia itu seorang pria. Lantas, siapakah orang ini? Kenapa dia menghampiriku? "Apakah kau teman Olivia?" DEG! Olivia? Dia menyebut nama Olivia? Siapa sebenarnya dia? "Si-siapa kau?" tanyaku disertai wajah yang mengintimidasi. Tubuhnya perlahan-lahan terlihat, aku terkejut melihat penampilannya. Pria itu berambut pirang, memakai pakaian seperti seorang bangsawan. Bajunya gemerlap, pria asing itu tersenyum padaku. "Namaku Malfoy Alezandra, aku adalah sahabat Olivia Finiggan," Aku terbelalak mendengar hal itu. Namun, aku menutupi keterkejutanku dengan memberikannya sebuah pertanyaan. "Lalu, mau apa kau menemuiku, Malfoy?" "Aku datang kemari, karena aku ingin mengobrol sedikit denganmu mengenai masa lalu Olivia Finiggan, kau mengenalnya 'kan?" tanyanya dengan wajah terheran-heran. "Jelas, aku mengenalnya," jawabku dengan mengembuskan napas lembut. Malfoy senang mendengarnya. "Aku tidak habis pikir, ternyata ada juga ya yang mau berteman dengan wanita jorok seperti Olivia," kata Malfoy dengan cekikikan. Wanita jorok? Maksudnya Olivia? Bukankah Olivia sangat menjaga penampilannya ya? Dia itu 'kan sangat cantik menurutku? Lantas, kenapa Malfoy, sebagai sahabatnya Olivia mengatakan bahwa wanita itu jorok? "Wanita jorok?" Aku mengulangnya, Malfoy tersenyum simpul. "Kau tidak tahu ya? Hahah!" "Tunggu dulu, bukankah Olivia itu seorang wanita yang selalu menjaga penampilannya? Kenapa kau mengatakan seperti itu, Malfoy?" "Dulu, Olivia sangat keras, jorok, tomboy, bahkan membenci dirinya menjadi seorang wanita," DEG! "APA KAU BILANG!?" Tidak mungkin, itu sangat berbeda jauh dengan Olivia yang kukenal sekarang. "Biar kuceritakan sedikit masa lalu tentang wanita jorok itu," Flashback Malfoy Alezandra P.O.V Ini adalah pertemuan pertamaku dengan wanita itu, ketika diriku berkunjung ke Pandora untuk berlibur. Aku menemukan dia sedang duduk dipinggir danau, rambut merahnya sangat berantakan, bajunya berdebu. Awalnya aku hanya sekedar melewat, tapi saat sebuah isakan tangis terdengar dari wanita asing itu, aku mencoba mendekatinya. Pepohonan mengelilingi danau indah ini, airnya yang bening menghiasi pemandangan. Rerumputan yang basah bergemeresak ketika diriku melangkah menghampiri wanita itu. "Halo?" Dugaanku benar, dia sedang menangis. Aku menyentuh pundaknya. "Apa yang membuatmu menangis?" Wanita itu tidak meresponku, dia tetap menangis. Mengabaikanku. Aku mengernyitkan alis bingung. Aku coba lagi. "Apa yang membuat--" "Enyahlah!" Wanita itu akhirnya menunjukkan suaranya. Tubuhnya bergetar. "Enyahlah! Jangan dekat-dekat!" Tanpa menatapku, dia memerintahkanku untuk menjauhinya. Sayang sekali, jika seseorang melarangku, aku akan semakin semangat. "Aku akan tetap disini," "Enyahlah, kalau tidak, kau akan kuhajar!" "Hajar saja," BUAG! Aku tidak percaya ini, dia langsung bangkit dan memukul wajahku sampai terjatuh. Rasanya sangat menyakitkan. Kini, dengan sangat jelas, aku bisa memperhatikan kedua matanya yang basah, bibirnya kering. "Kenapa kau memukulku?" "Enyahlah dari pandanganku!" "Aku akan tetap disini sebelum kau menceritakan padaku apa masalahmu sehingga dirimu menangis di tempat sepi ini," "Jangan pedulikan aku! Kau tidak berhak ikut campur urusanku!" "Oh, baik, kalau begitu, aku tetap disini," Wanita berambut merah itu mengepalkan tangannya jengkel. "Aku benci hidupku!" DEG! Aku terkejut mendengarnya. "Kenapa kau membenci kehidupanmu?" "Karena aku terlahir menjadi seorang wanita! Aku benci ini! Aku ingin menjadi seperti kau!" Rupanya seperti itu ya? Kalau begitu, akanku ubah pandangannya, dia itu cantik, sangat disayangkan sekali jika dia bunuh diri? Aku tersenyum. "Namamu?" tanyaku. "Olivia Finiggan!" "Hehe, salam kenal, Olivia! Malfoy Alezandra! Senang bertemu denganmu," "Diam!" Aku bangun dan berdiri, berhadapan dengan Olivia. Aku pandang penampilannya dari kaki sampai pucuk kepala. Sungguh, dia sangat kotor. "Maukah kau bermain denganku, Olivia!" Aku menawarinya, tentu saja, diriku punya alasan tersembunyi. Olivia membuang muka kesal. "Kau punya pancingan?" Pancingan? "Kau mau memancing? Aku ikut boleh? Sambil memancing, kau bisa menceritakan masalahmu padaku, aku yakin, aku dapat membantumu, Olivia," Seketika, Olivia memasang wajah terkejut. Namun dia kembali menyembunyikannya. * Setelah itu, kami berdua sudah duduk ditepi Danau, Olivia termenung. Menunggu pancingannya dilahap ikan, aku mencoba bertanya sesuatu, "Olivia, apakah kau suka bunga?" "Aku lebih suka kaktus!" "Bukankah itu berduri? Kau bisa terluka jika menyentuhnya," "Aku sudah biasa," Aku terdiam sejenak, lalu kembali memecah keheningan."Kau suka kelinci?" "Aku menyukai buaya!" DEG! Bu-buaya? "Itu sangat menyeramkan, Olivia!" "Biar saja! Aku memang layak berdampingan dengan hal-hal yang menyeramkan!" "Kenapa begitu?" "Aku terlihat menyeramkan bukan? Kau sudah menduganya, Malfoy!" "Tidak! Sungguh, malah, aku menilai, kau itu sangat cantik, Olivia!" KRSK! Tiba-tiba Olivia mencengkram kerah bajuku, kami saling menatap satu sama lain. Matanya seolah-olah membunuhku dengan ketajaman yang tidak terhingga. "Jangan pernah kau bilang kata cantik padaku! Aku membencinya!" Membenci kata cantik? "Aku berkata jujur, menurutku, kau itu sangat cantik," "SUDAH KUBILANG! JANGAN PENAH MEMANGGILKU DENGAN SEBUTAN ITU! MENJIJIKAN!" JEBUARR!! Olivia melemparkanku ke Danau, aku tenggelam, pernapasanku terhambat oleh air. Siapapun! Tolonglah! Semuanya tiba-tiba gelap. * * * "Uhuk! Uhuk!" Aku terbatuk-batuk, setelah dirasa sudah sadar, aku dapat melihat Olivia sedang berjongkok memperhatikanku. Ekspresinya menandakan kalau dia itu cemas padaku. "Ka-kau melemparkanku, kau jahat sekali, Olivia," "Dengar, Malfoy, aku memang sangat jahat! Jadi, enyahlah dariku!" Olivia berlari menjauhiku. Suara langkah kakinya semakin menjauh. Aku langsung mengejarnya, tidak, dia salah, aku mengatakan jahat, itu hanyalah gurauan. Ternyata dia sangat sensitif. Aku menemukannya, Olivia sedang duduk-duduk di atas pohon. "Mau apa kau kemari, Malfoy! Aku ini jahat!" "Kau baik, Olivia, aku bisa melihatnya dari matamu," Olivia terdiam sesaat, kemudian dia melompat dari pohon itu, berdiri didepanku dengan melipatkan tangannya. "Jika kau ingin berteman denganku, kau harus mengubah tampilanmu menjadi sedikit liar," "Liar?" Olivia menganggukan kepalanya. "Dalam artian, kau harus ikut bermain dengan sesuatu yang sangat mengerikan bersamaku, Malfoy." Aku tersenyum mendengarnya. "Kau juga, Olivia," Olivia terkejut. "Apanya yang 'kau juga'?" "Kau juga harus ikut bermain dengan hal-hal yang indah, bersamaku, Olivia." "Eh!? Tidak mau! Aku menolak!" Aku cemberut. "Kau curang! Bukankah aku menerima tantanganmu, kau juga harus menerima tantanganku, Olivia!" "Sejak kapan kita bertantang-tantangan! Hah!" ucap Olivia dengan mendorong tubuhku. "Aku menyebutnya itu sebagai tantangan," Jawabanku seketika membuat Olivia kaku. "Jadi bagaimana? Apa kau menerima tantanganku?" "Tidak!" "Kau curang, Olivia!" BLETAK! Dia menjitak kepalaku, s**l sekali. "Sakit tahu!" "Biar saja! Kau pantas mendapatkannya!" "Tapi kau curang!" BLETAK! Seorang pria berjas hitam, wajahnya yang rupawan menatapku, dia tiba-tiba muncul disamping Olivia. "Kakak? Sedang apa kau disini?" tanya Olivia. Jadi Olivia punya Kakak ya? Pria itu tersenyum padaku. "Aku sebagai Kakak dari gadis ini mengucapkan banyak terima kasih padamu," "Eh?" Olivia terkejut melihat Kakaknya membungkuk hormat padaku, begitu juga denganku. "Ke-kenapa Anda membungkuk padaku?" tanyaku heran, pria itu kembali menegakkan tubuhnya dan menjawab dengan senyuman mengembang. "Karena kau sudah rela membagi waktumu menemani adik kesayanganku," Mendengar hal itu, aku melihat wajah Olivia yang membuang muka dan kembali menatap pria itu. "Tentu saja! Aku, Malfoy Alezandra akan terus menemani Olivia Finiggan!" Pria itu mengusap rambutku. "Aku Rio Finiggan, senang berkenalan denganmu, Malfoy," "Kalian membuatku kesal!" Tiba-tiba Olivia kembali pergi. Ketika aku hendak mengejarnya lagi, Rio menahan tubuhku. Aku menoleh padanya. "Olivia sangat tidak suka diganggu, dia selalu seperti itu," "Sebenarnya kenapa dia bisa seperti itu?" "Karena dia membenci dirinya sendiri," DEG! Olivia, apakah aku boleh memasuki kehidupanmu, aku berjanji, aku akan menemanimu dan mengubah hidupmu! * * * Aku dan Rio kini duduk di pinggir danau, tempat sebelumnya. Kami berbincang-bincang membahas tentang Olivia. "Menurutmu, apakah adikku itu jelek?" Aku tertawa mendengarnya. "Hahahah! Dia sangat cantik menurutku, aku bahkan menganggapnya sebagai bidadari! Mungkin hari ini dia terlihat sederhana, tapi suatu saat nanti, Olivia pasti akan tumbuh menjadi wanita cantik!" Rio mendengus pelan. "Kenapa kau begitu yakin?" "Karena akulah Pria yang akan mengubahnya! Tenang saja! Percayakan hal ini padaku! Akan kusulap Olivia menjadi lebih menarik!" Mendengarnya, Rio terkekeh, aku ikut tertawa. Tidak terasa langit sudah menunjukkan kegelepannya. "OY! KAKAK! IBU BILANG KAU HARUS PULANG!" Olivia berteriak dari kejauhan, ternyata dia sedang menyenderkan punggungnya dipohon. "CEPAT SEDIKIT, AKU BOSAN TERKENA AMUKAN IBU!" "Iya iya! Tunggu sebentar, Olivia!" Olivia jengkel mendengar respon Rio. Lalu, Rio berbisik padaku. "Malfoy, aku punya misi untukmu," Aku terkejut mendengarnya. "Misi apa?" balasku dengan bisikkan. "Kau harus mengubah Olivia menjadi cantik, kau keberatan?" DEG! Kedengarannya seru! "Aku terima tantanganmu, Rio!" Aku menganggukkan kepala. * * * Setelah keberadaan Rio sudah hilang, Olivia menghampiriku. Kedua matanya memandang ke arah Danau. "Mulai besok, jangan pernah tunjukkan wajahmu didepanku, Malfoy!" DEG! Eh? "Memangnya kenapa?" "Besok, kekuatan sihirku akan muncul, jadi, kau akan mati jika tetap didekatku, kalau begitu, aku permisi," kata Olivia sembari melangkah pergi. "Jangan lupakan itu, Alezandra!" DEG! * * *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD