Chapter 35 : Hinamo Sayang Kakek

1158 Words
Biola Margareth P.O.V "Senyumanmu mengerikan," ucap Hinamo dingin padaku. Menatap mataku lekat-lekat. "Sangat mengerikan." DEG! * * * Aku terkejut mendengarnya, sungguh, apa yang dikatakannya tepat menusuk hatiku yang lemah ini. Ternyata, penampilannya yang imut tidak mencerminkan kelucuannya dalam berbicara, dia seperti serigala berbulu domba. Tapi hey, ini baru kesan pertama, mungkin apa yang kupikirkan tidak seperti ini, jika diriku telah mengenalnya lebih dekat. Lalu, kami melangkah memasuki gerbang besi yang memiliki patung burung elang mencapit manusia di kedua sisinya. Tanah yang berada di halaman rumahnya sangat lembut ketika diriku menginjaknya, seperti berjalan di atas kasur. Begitu lembut dan berbulu. Kemudian, langkah kami terhenti tepat di depan pintu ketika Hinamo berbisik sesuatu. "Wujud Kakekku tidak seperti yang kalian pikirkan, asal kalian tahu, Kakekku itu memang sudah tua, tetapi wujudnya sama seperti diriku. Bisa dibilang, dia mempunyai penampilan seperti remaja tanggung, dan itu adalah salah satu penyakitnya. "Penyakit ini disebut sebagai pertumbuhan gagal, ya, karena Kakekku tidak bisa tinggi dan berkembang, penampilannya akan terus seperti remaja walau usianya terus berjalan. Dan itu membuatnya depresi, karena itulah, aku memerintahkan kalian mencari daun Zizi, hanya itu obat tradisional yang dapat mengobati penyakit langka tersebut." Aku dan yang lainnya terkejut dengan penjelasan Hinamo, memang benar, sekilas, ketika dia mengatakan 'Kakek' maka bayangan yang muncul di otakku adalah seorang pria tua keriputan, tapi tebakanku ternyata salah. Apakah Kakeknya tampan? Oh, astaga, kenapa diriku bisa memikirkan hal bodoh itu barusan! Tetaplah fokus, lagipula usianya pasti sangat tua dari yang seharusnya. "Persiapkan diri kalian," ucap Hinamo, lalu dia menyentuh gagang pintu, dan memutarkannya lembut. Pintu logam itu terbuka dengan pelan, mengeluarkan suara derik yang indah. Penampakan bagian dalam rumah ini sudah mulai terlihat. Lagi, aku tertegun dengan kemewahan rumah ini. Rumah ini tidak memiliki barang-barang antik, namun hanyalah ribuan rak yang isinya banyak buku. Sekilas, diriku seperti memasuki sebuah perpustakaan raksasa. "Kakekku suka sekali membaca dan inilah buku-buku yang telah beliau baca, banyak sekali bukan?" jelas Hinamo dengan berjalan anggun di depan kami. "Yo! Apakah Kakekmu telah banyak menghabiskan waktu hanya untuk sekedar membaca buku?" tanya Jordan pada Hinamo, dari tadi matanya terkagum-kagum menatap ketinggian rak-rak raksasa ini yang dipenuhi oleh berbagai jenis buku. Mendengar pertanyaan itu, Hinamo mendengus. "Bahkan, dia selalu melupakan keluarganya jika telah hanyut ke dalam sebuah cerita fiksi," Ada nada kesedihan menurutku ketika Hinamo menjawabnya. "Melupakan keluarga? Apa maksudmu?" Aku mencoba bertanya, rasanya, diriku sudah melewati beberapa lorong yang dipenuhi buku-buku berserakan dilantainya. "Pertanyaanmu mengerikan," jawab Hinamo. "Sangat mengerikan." Lagi-lagi seperti itu, apakah setiap diriku berbicara dia selalu menilaiku mengerikan? Menyebalkan sekali. Tetapi, Hinamo melanjutkan, "Kakekku selalu melupakan semuanya ketika beliau sedang asyik membaca buku, jika ada seseorang yang mengusiknya, dia akan mengamuk. Amukannya sangat luar biasa dan dapat membunuh siapapun." DEG! Ini tidak bisa kubayangkan, ternyata menyeramkan juga sifat dari seorang pembaca buku seperti Kakek Hinamo. Aku sangat penasaran dengan rupanya. Dan perjalanan kami terhenti pada sebuah ruangan gelap yang luas dan bisa kulihat disana terdapat jeruji besi yang mengurung seseorang. Gelap sekali. "Inilah, kamar Kakekku," kata Hinamo dengan menapakkan kakinya memasuki ruangan gelap ini, mendekati penjara kecil rumah ini. "Cepat mendekatlah!" Mendengar perintahnya, aku bersama yang lainnya berjalan cepat mendekati Hinamo. Kedua mataku dikejutkan dengan seorang pemuda asing. Dia terkurung di dalam jeruji besi ini, wajahnya sangat tampan, namun ekspresinya sangat menyeramkan. Pria itu seperti sedang kesal, tubuhnya diikat dengan tali, dan mata merahnya mendelik kepadaku. Aku terkejut. "Hinamo, siapa yang kau bawa!" Suaranya yang dingin dan kasar membuatku gemetar ngeri. "Dan siapa Gadis berambut merah itu!" Hinamo tersentak, lalu dia mencengkram besi yang ada dihadapannya, wajahnya ditempelkan pada benda dingin itu. "Kakek ... Aku membawa banyak teman untukmu, bukankah Kakek merasa kesepian? Lihatlah, mereka Kakek! Mereka juga membawa obat untukmu, kau akan segera sembuh, Kakek!" Baru kali ini aku melihat Hinamo tersenyum walau air mata mengalir pada kedua pipinya yang merah. Dia merasa tertekan, aku tahu itu. Hinamo sangat menyayangi Kakeknya. "DIAM!" Pria tampan itu yang merupakan Kakek dari Hinamo membentak kasar cucunya dengan mengejutkan. "AKU BUKAN KAKEKMU!" Hiks! Hinamo menangis, astaga. Aku langsung menghampirinya dan mengusap punggungnya dengan lembut. "Maaf, tapi bisakah kau tidak membentaknya?" ucapku memakai nada penekanan pada Pria asing itu. Tiba-tiba, kedua matanya bersinar, cahayanya berwarna biru cerah. Menatap wajahku dengan bringas. "KAU, PERGI DARI SINI!" usirnya padaku. Rio, Zombila, dan Paige menahan napas kaget mendengar hal itu. "Tidak, mereka tidak akan menyakitimu, Kakek, mereka hanya ingin membantumu! Hiks ... Kumohon, KUMOHON SADARLAH!" DEG! Hinamo membalasnya dengan teriakan yang luar biasa kencang. WUSH! BRAK! Mendadak, tubuh Hinamo terlempar ke belakang dan menabrak tembok gelap. Aku merasa, itu karena hempasan angin yang berasal dari dalam jeruji ini, tepatnya Pria asing itu. Aku dan yang lainnya langsung menatap Hinamo. "SUDAH KUBILANG! AKU BUKANLAH KAKEKMU!" Aku sangat terkejut, walau tubuhnya terluka karena terkena dinding keras, Hinamo tetap bergerak mendekati jeruji ini. Dia merangkak dengan isaķan tangis. Kami semua kagum dengan sifatnya yang pantang menyerah. Hinamo! Kau!? Sungguh, aku tidak percaya, ternyata masih ada Cucu yang sangat menyayangi Kakeknya sepenuh hati, walau telah dilukai habis-habisan. "Aku ... Aku ... Hiks! Aku tidak akan takut dengan kemarahanmu! Kau adalah Kakekku! Aku sangat menyayangimu, aku merindukan senyumanmu, kakek! Bisakah kau kembali seperti dulu? AKU MERINDUKANMU!" DEG! * * * WUSH! BRAK! "KYAAAA!" WUUSH! BRAK! "AAAAAH!" WUUUSH! BRAK! Berkali-kali tubuh Hinamo dibanting pada dinding itu sampai meninggalkan bekas, tetapi Hinamo tetap bergerak mendekati Kakek yang disayanginya. Dia membuatku kagum. "Kita harus menghentikannya!" teriakku pada Rio, Zombila dan Paige. Namun, mereka hanya menggeleng pelan. "Biarkan dia melakukannya, kita harus percaya dengan kemampuannya," jawab Paige dengan tegas. "Tapi dia terluka! Kita harus menolongnya!" Aku tetap tidak tega melihat Gadis kecil disiksa seperti itu. WUSH! BRAK! "KA-KAKEK!" * * * * "Dia tidak ingin kita mengganggu, biarkan dia selesaikan ini sendiri, setelah itu, kita membantunya memberikan obat," lanjut Paige dengan tersenyum padaku. "HUAAAAAAAA!" Hinamo berlari kencang, menahan dorongan angin yang akan menghempaskannya lagi, dia sangat kuat. Wajahnya penuh darah, dan pakaiannya robek. "AKU TIDAK SUDI MENJADI KAKEK DARI GADIS BODOH SEPERTIMU!" "Kau ... adalah Kakekku yang kusayangi!" "BERHENTILAH BERSIKAP LEMBUT PADAKU!" Hinamo tersenyum lembut, tetesan air mata membanjiri wajahnya yang lebam. "Kakek, aku menyayangimu, aku mencintaimu, aku merindukanmu." "BERANINYA KAU!" BLEDAR! Kurungan besi itu hancur seketika, Pria asing itu melesat keluar dan berlari kencang menuju tempat berdirinya Hinamo Hula. Kami semua kaget melihat hal itu, apakah Hinamo akan dibunuh? Aku harus menolongnya! Namun, ketika tubuhku bergerak sedikit, Rio menahanku untuk tetap diam. "Kau akan melihat kasih sayang seorang Cucu pada Kakeknya sebentar lagi, Putri." Aku terkejut mendengar perkataan Rio. Pandanganku kembali pada Pria asing itu yang sudah mendekati Hinamo. Tangan kanannya sudah siap untuk memukul wajah Hinamo, kedua mata merahnya menyala terang. Hinamo langsung melebarkan tangannya. GREB! Hinamo berlari kecil mendekati Kakeknya lalu memeluknya. "EH!?" Pria itu tiba-tiba kaku mendadak. Tubuhnya bergetar. "LEPASKAN!" Hinamo menghiraukan teriakan kasar Kakeknya yang berada tepat di dekat telinganya, dia masih memeluk tubuh pria itu dengan erat. "Kakek, lain kali, jangan menangis lagi ya, Hinamo akan selalu berada di sisimu," DEG! "Hinamo sayang Kakek." * * *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD