Crisis - 07

3272 Words
"Ups, bercanda." Gadis mungil itu tersenyum pada Raiga, kemudian, DUAR! Meledakkan dirinya di dekat Raiga. Terkejut, Raiga dengan cepat langsung meloncat ke belakang, menjauhi ledakan itu, dan syukurlah dia berhasil menghindarinya. Dia tak mengerti, mengapa gadis itu meledakkan tubuhnya sendiri seperti bom bunuh diri. "Hah.. Hah..," Napas Raiga terengah-engah saking kagetnya mengingat hal yang menimpanya barusan. "Apa-apaan itu!?" Kedua kaki Raiga sampai gemetar. Jasper yang berdiri sedikit jauh di sebelahnya hanya menatapnya dengan seringaian mengerikan. "Oho? Sepertinya kau terlihat ketakutan, kalau begitu, aku minta maaf, seperti biasa, kelakuan teman-temanku memang selalu keterlaluan terhadap orang baru. Dan ngomong-ngomong, gadis mungil yang tadi meledakkan dirinya sendiri, namanya adalah Esmeralda Ragnarok, dia dijuluki sebagai Iblis Peledak." "Maaf saja, tapi aku tidak peduli pada namanya, tapi lihatlah!" Raiga masih gemetar tak berdaya. "Tubuh gadis itu hancur berkeping-keping! Dagingnya, tulangnya, darahnya, tercerai-berai kemana-mana!? Apa kalian tidak terkejut melihatnya!?" Raiga sampai berseru-seru, tidak seperti dirinya yang biasanya, karena jiwanya saat ini sedang berguncang melihat kejadian yang mencengangkan. "Jangan cemas, Kuruga Raiga Bolton," jawab Jasper dengan nada yang rendah, dia memasang senyuman kambing, mengejek Raiga. "Gadis itu, Esmeralda Ragnarok, tidak akan mati hanya karena meledakkan dirinya sendiri, kau tidak perlu bergetar begitu, sebab, kami, Para Iblis Nirvana, adalah makhluk abadi." "Makhluk abadi, kau bilang?" Raiga menaikan sebelah alisnya, terheran-heran. "Apa kau sedang bergurau?" "Tentu saja tidak, sayang," Dan sesosok wanita bertubuh seksi, salah satu iblis yang duduk di sofa, bangkit dan berdiri dengan lengan kanan bertumpu di pinggangnya, dia pun berjalan mendatangi Raiga, dengan p****t melenggak-lenggok, bahkan ia menginjak tubuh Esmeralda yang hancur dengan santai. Setelah sampai di hadapan Raiga, wanita itu yang rambutnya berwarna cokelat legam bergelombang, membungkukkan badannya, agar sejajar dengan tinggi badan malaikat pemalas tersebut. "Kami itu benar-benar abadi, sayang. Jika aku berbohong, kau boleh meremas payudaraku sesukamu." Mendengar godaan dari wanita iblis itu, membuat Raiga sedikit memundurkan posisinya, untuk menjauhi sosok itu. "Siapa dia, Jasper?" Raiga memalingkan pandangannya ke arah orang yang menculiknya. "Dia adalah Miroslava Eguero, yang dijuluki sebagai Iblis Penggoda," balas Jasper dengan terkekeh-kekeh. "Hati-hati, Kuruga Raiga Bolton, sekali kau menyentuh kulitnya, kau akan b*******h ingin melepaskan hasrat bejatmu." Beruntung, Raiga secara reflek langsung menjauhi Miroslava, jika dia diam saja tadi, mungkin Iblis Penggoda itu bakal memeluknya. "Kau tidak perlu menjelaskannya seolah-olah aku ini makhluk yang patut dijauhi, kan, Jasper? Itu kejam sekali." Miroslava merengut tak suka mendengar penjelasan dari Jasper mengenai dirinya. "Tapi kau memang patut dijauhi, Miroslava," Kini yang bersuara bukan Jasper, tapi seorang lelaki tinggi berambut hitam klimis yang mengenakan jas ungu mewah, dia berkaca mata, dan wajahnya terlihat angkuh dan sombong. "Aku bahkan tidak ingin mendekatimu walau hanya seinci." Raiga memandangi sosok itu dengan mendecih jijik. "Aku benci pada tipe orang seperti itu," Lalu Raiga kembali memutar lehernya ke arah Jasper, "Siapa dia?" Dengan senang hati, Jasper menjelaskannya pada Raiga, "Dia adalah Marcello Oblivion, yang dijuluki sebagai Iblis Paling Berkelas," ucap Jasper dengan menyeringai. "Marcello memiliki harta yang sangat besar di dunia Iblis, itulah sebabnya, dia jadi sedikit congkak, jadi, jangan lupa untuk membasuh tanganmu dengan bersih jika ingin berjabat tangan dengannya, Kuruga Raiga Bolton, heheheh!" "Itu benar," sambung Marcello dengan memandang rendah Raiga, "Aku tidak sudi bersentuhan dengan orang miskin yang menjijikan." "Wow, aku jadi semakin benci padamu," Raiga tertawa mendengar itu. "Lagipula, aku juga tidak mau bersentuhan dengan Iblis Payah sepertimu." "Kau bilang apa?" Marcello merasa tersinggung. "Ayolah, sayang," Miroslava menarik lengan Marcello agar lelaki angkuh itu tenang. "Jangan ladeni perkataannya, dia itu hanyalah anak-anak." "Ahhhh~" Marcello terinfeksi oleh virus dari Miroslava, yang membuat dirinya jadi memeluk wanita itu dengan nafsu yang membara. Memandang hal itu, Raiga mengedikkan bahunya, jijik. Kemudian, pandangannya teralihkan ke sebuah sosok yang masih sedang duduk di sofa sendirian, padahal teman-temannya sudah memperkenalkan dirinya masing-masing pada Raiga, tapi hanya dia yang sepertinya tidak tertarik. "Oi Jasper, lalu bagaimana dengan orang itu? Mengapa dia tidak mau bangkit dari sofa?" Raiga bertanya pada Jasper dengan mengacungkan telunjuknya ke arah sosok tersebut. "Hehehehe!" Jasper malah tertawa mendengar pertanyaan Raiga. "Dia adalah Alexis Yohanez, yang sering dijuluki sebagai Iblis Pendiam, dia seorang lelaki yang tidak suka dengan suasana ramai dan lebih suka sendirian. Dia cukup sulit untuk didekati, lho, Kuruga Raiga Bolton, hehehehe!" "Cih," Raiga mendecih jengkel. "Aku juga benci tipe orang membosankan seperti itu." BELEDAG! Tiba-tiba, Raiga dihajar oleh sosok yang dia remehkan barusan, sampai terpelanting menabrak dinding hingga hancur lebur. "Berani sekali kau berkata seenaknya tentangku," Ucap Alexis, sosok Iblis lelaki berkepala botak yang menghantam Raiga, ternyata ia punya wajah yang cukup gagah dan memiliki tubuh yang berotot, bahkan kini dia sedang bertelanjang d**a, memamerkan otot-ototnya. "Oho? Aku lupa mengatakannya, ya?" Jasper menyeringai memandangi Raiga yang terkapar di pojok ruangan, dengan tubuh yang lebam-lebam. "Hati Alexis sangat sensitif terhadap ucapan jelek orang lain tentang dirinya. Kau harus menjaga ucapannya jika bersamanya, Kuruga Raiga Bolton, heheheh!" "Urgh!" Raiga perlahan-lahan, membangunkan tubuhnya untuk kembali berdiri. "Itulah mengapa aku benci orang yang sensitif, karena sangat menyusahkan." "WIIII!" Terdengar pekikan seorang gadis yang familiar di belakang Raiga. "Mulutmu itu terlalu pedas, lho. Kau harus bersikap lembut pada Alexis, Kuruga Raiga Bolton!" Rupanya itu adalah Esmeralda, yang sepertinya tubuhnya sudah kembali pulih dari ledakan beberapa menit yang lalu, membuat Raiga bergidik, karena gadis itu mengusap-usap lehernya dari belakang. "Kau akan kubunuh sekarang juga, bajingan." Alexis sangat marah mendengar ucapan Raiga. "Ya ampun," Jasper menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menyeringai. "Ada-ada saja." *** Sementara itu, di Surga. "Bagus, akhirnya kau datang juga." Rey menyeringai saat menemukan Melios sedang berdiri di depan kelasnya, menunggu dirinya keluar. Malaikat Berandal seperti Rey sangat senang ketika kemauannya dituruti, seperti yang saat ini Melios lakukan, dengan polosnya menuruti kemauan bocah tersebut. "Ja-Jadi, kita akan kemana?" tanya Melios dengan nada yang gugup dan menundukkan kepalanya, karena takut untuk melihat wajah sangar Rey. "Ku-Kumohon, jangan bawa aku ke tempat yang--" "Ayolah! Kau tidak perlu khawatir!" Rey dengan sikap sok akrabnya, merangkul leher Melios, seperti sepasang sahabat karib. "Sekarang, kau hanya perlu ikut denganku. Tapi ngomong-ngomong, Melios, mengapa kau terus-terusan menundukkan kepala? Jangan takut! Aku tidak akan menggigitmu! Hahaha!" Sungguh, Melios benci jika berdekatan dengan orang yang telah melukai fisiknya, dan sekarang, Rey malah merangkul lehernya, dengan muka sok ramah dan sok akrabnya, seolah-olah semua yang telah terjadi, tidak pernah ada. Padahal Melios selalu mengingat peristiwa ketika dirinya dipukul habis-habisan oleh Rey di halaman belakang sekolah. Orang ini benar benar busuk, pikir Melios. Kemudian, mereka berdua pun melangkah untuk pergi meninggalkan sekolah, terus bergerak ke jalan yang sepi, yang tentunya bukan arah jalan pulang ke rumah. Entah akan dibawa kemana Melios oleh Rey, saat dia berjalan mengikuti bocah berandal itu dari belakang, sempat kepikiran untuk kabur dari lelaki kejam itu tapi dia terlalu takut untuk melakukannya. Karena pastinya, jika dia melakukannya, besoknya Rey akan mengincarnya dan menghajarnya lagi, dan itu membuat mental Melios ketakutan. Karena pukulan yang Rey lakukan pada tubuh Melios terasa sangat menyakitkan, malaikat pendek itu masih mengingatnya dan tidak mau mengalaminya lagi. "Eh?" Melios terkejut saat pergerakan Rey berhenti di depan sebuah pagar kayu yang di dalamnya tampak ada rumah reyot berdiri seperti kandang babi. "Mengapa kau berhenti di sini?" Secara perlahan, Rey membalikkan badannya, menghadap ke Melios, dengan memasang tampang murung, tidak sangar seperti biasanya. "Yang sekarang kau lihat adalah rumah sepupuku yang bernama Zelila Yuna Birikawa." Lalu? Memangnya kenapa? Jika itu rumah sepupumu, untuk apa kau repot-repot menunjukkannya padaku? Ingin sekali Melios bertanya begitu, tapi dia tidak berani. Jadi, dia lebih mengganti pertanyaannya dengan, "Jadi, ini rumah sepupumu, ya? Dan sepupumu itu seorang gadis?" "Sudah jelas dia itu seorang gadis, b*****t!" Lalu nada Rey kembali direndahkan. "Walau semua orang memanggilnya dengan 'Yuna', aku lebih suka memanggilnya dengan 'Zelila', karena dia adalah sosok gadis yang sangat baik, dan juga sangat pandai. Aku sangat mengaguminya, bahkan, aku ingin menikahinya! Tapi sayangnya, kami masih terikat sebagai keluarga, jadi itu dilarang, dasar aturan k*****t!" Rey menjongkokkan badannya, menumpu badannya dengan dua kaki yang dilipat tanpa membiarkan pantatnya menyentuh tanah. Kedua tangannya mengepal, sepertinya dia sedang merasa kesal. Melios yang melirik tingkah Rey hanya mengkerutkan alis, tidak paham mengapa bocah itu repot-repot menjelaskan siapa sepupunya padanya, padahal sungguh, dia tidak peduli pada hal tersebut. "Jadi begitu, ya?" Melios kembali merundukkan kepalanya, dia merespon ucapan Rey dengan nada yang lirih. "Aku minta maaf, karena ulahku, sepupumu menghilang." Melios jadi merasa bersalah, karena telah membuat sepupu kesayangan Rey pergi tanpa kabar, yang diduga ikut menghilang bersama Raiga. Mendengar perkataan Melios, bola mata Rey langsung mengerling ke arah malaikat pirang itu dengan ekspresi geram. Dia pun beranjak bangun dan mendekati Melios, lalu mencengkram dagu si malaikat pendek dengan kasar. "Penyebab Zelila menghilang, itu... KARENA ULAHMU! b*****t!" Tidak bisa membendung kemarahannya, Rey jadi meraung di wajah Melios sampai bocah itu menutup matanya, bergidik ngeri, badannya sampai bergetar ketakutan. "Kau harus... Kau harus... Bertanggung jawab, b*****t!" Dan secara mengejutkan, air mata mengalir di kelopak mata Rey, dan nada bicaranya pun jadi tersengguk-sengguk, menahan tangis, membuat Melios membuka matanya kembali dan tercengang melihat pemandangan tersebut. Melios jadi berpikir, ternyata selama ini, alasan mengapa Rey membencinya sampai menghajarnya habis-habisan, bukan karena kemarahan saja, tapi karena kesedihan yang sudah tak terbendung lagi. Malaikat Berandal itu sepertinya sangat kehilangan sosok Zelila yang selalu membuat hari-harinya menyenangkan. Perasaan takut yang tadi menyertai Melios jadi pergi secara perlahan, tergantikan dengan perasaan empati pada Rey, ia jadi kasihan melihat orang yang kemarin menghajarnya, sedang menangis di depannya. Lalu, dengan cepat, Rey menghapus air mata yang membasahi wajahnya menggunakan telapak tangannya, kemudian dia menatap Melios dengan kondisi mata yang memerah. "Seperti yang kau lihat sekarang! Zelila bukan berasal dari keluarga yang penuh kemewahan, dia selalu berjuang untuk terlihat baik-baik saja di depan semua orang, walau sebenarnya dia sedang merasa kesulitan! Itulah yang membuatku kagum padanya! Dia juga selalu menyapaku dengan ramah, padahal aku hanyalah siswa berandalan yang dibenci semua orang! TAPI KAU! MALAH MEMBUATNYA MENGHILANG!" Secara tak sadar, air mata Rey kembali menetes, membanjiri wajahnya dengan lembut dan seluruh tubuhnya pun jadi bermandikkan keringat, saking marahnya pada Melios. "AKU MINTA MAAF! KARENA TELAH MEMBUAT SEPUPUMU MENGHILANG!" Tak tahan, akhirnya Melios pun berteriak kencang dengan ekspresi pilu. Dia benar-benar merasa bersalah. "Aku akan bertanggung jawab! Aku akan mengembalikan sepupumu untuk pulang ke rumahnya! Aku... BERJANJI!" Tatapan kebencian dari Rey untuk Melios, secara perlahan, memudar, terganti dengan perasaan puas. Inilah yang Rey tunggu, yaitu pertanggung jawaban dari Melios karena telah membuat sepupunya, Zelila Yuna Birikawa menghilang. "Oh, jadi begitu," Tiba-tiba, sebuah suara seseorang membuat perhatian Rey dan Melios tertuju pada sumbernya, dan terlihatlah, sesosok pemuda berambut cokelat yang berdiri di tengah jalan dengan menyunggingkan senyuman tampannya pada mereka. "Aku mengerti situasinya. Aku mengikuti kalian dari sekolahan, dan aku paham setelah mendengar percakapan kalian. Namun, aku merasa ada yang aneh." Dan sosok itu adalah Norman Bravery, Melios benar-benar terkejut atas kehadiran orang itu, mengapa dia masih saja mengikutinya. Benar-benar menjijikan! Pikir Melios dengan kesal. Munculnya orang asing yang datang dan ikut campur pada urusannya, membuat Rey murka, urat-urat di seluruh tubuhnya langsung menonjol, mukanya memerah saking gregetnya, dan giginya saling bergelemetuk tak kuasa menahan amarah yang bergelora di dadanya. Mengetahui Rey akan mengamuk, Melios cepat-cepat angkat suara agar tidak terjadi sesuatu yang buruk. "Norman! Kuperintahkan kau untuk pergi dari sini! Ini bukan urusanmu! Aku tidak punya waktu untuk berurusan denganmu sekarang!" Mendengar perintah dari Melios, Norman hanya memasang raut muka tenang, seperti tak menghiraukan peringatan dari malaikat pirang itu. Dia malah melangkahkan kakinya untuk mendekati mereka. "Biar kuberitahu pada kalian," Norman menampilkan senyuman datar yang menyeramkan, matanya bahkan sampai melotot. "Sekolah melarang kita untuk saling menyakiti antar sesama murid, karena itu adalah perbuatan yang sangat hina, dan sepertinya, salah satu dari kalian, telah melakukan hal tersebut. Aku, Norman Bravery, sebagai Putra dari Malaikat Elit Kesatu, akan melaporkan kejadian ini ke Dewan Sekolah." Sudah tak tertahankan lagi, Rey langsung mengaktifkan sayap hitamnya yang dipenuhi dengan aroma busuk khas Malaikat Pemberontak, untuk melesat ke arah Norman. Tidak mau kalah, Norman pun mengaktifkan sayap emasnya yang berkilauan khas Malaikat Bangsawan. "b*****t KAU!" Rey meraung kencang. "MENGAPA KAU JADI MARAH?" Norman ikut berteriak. Menyaksikan dua malaikat akan memulai sebuah pertarungan di depannya, Melios terpaksa mengaktifkan sayap abu-abunya yang terlihat membosankan khas Malaikat Pecundang, untuk melerai Rey dan Norman yang sedang berapi-api. "HENTIKAN! KALIAN BERDUA!" Dan akhirnya Melios terbang ke arah Norman dan Rey yang akan saling menghantamkan pukulannya masing-masing. Hill Yustard mematung saat tetangganya berseru bahwa pasukan Iblis datang ke Desa Kronic untuk mencari dirinya, kepalanya seakan-akan pecah seketika, darahnya naik, amarahnya meluap-luap, lelaki elf itu terlihat berapi-api. Dia sangat membenci pada hal-hal yang berkaitan dengan Iblis, dan sepertinya, makhluk kotor itu kembali lagi ke kehidupannya. Cukup masa lalunya saja yang hancur, masa sekarang, dia harus berbahagia, maka dari itu, ini kesempatannya untuk membalaskan dendamnya pada para Iblis Biadab itu, Hill sudah tidak sabar ingin menghabisi makhluk-makhluk kotor tersebut. "Terima kasih atas informasinya!" jawab Hill Yustard pada pemuda di depannya yang merupakan tetangganya, lalu, lelaki elf itu menoleh pada Yuna dan Zapar yang ada di meja makan. "Maaf, Yuna! Zapar! aku punya urusan mendadak! Jadi aku harus pergi! Anggap saja rumah ini seperti rumah kalian! Jangan khawatir! Aku akan kemb--" "IZINKAN AKU UNTUK IKUT! HILL!" Yuna langsung berteriak, memotong ucapan Hill yang terdengar buru-buru. "AKU JUGA! KAWAN!" Zapar melakukan hal yang sama, dia tidak ingin melewatkan sesuatu yang menyenangkan. Tak bisa menolak, akhirnya Hill menganggukkan kepala kepada mereka sebagai ungkapan setuju. Dan kemudian, Hill Yustard bersama Yuna dan Zapar pergi ke tempat yang dikatakan pemuda asing tersebut, ia bilang bahwa makhluk itu datang membawa pasukan, seperti akan berperang. Ketika mereka sampai di puncak pohon raksasa, tempat yang dibilang munculnya pasukan Iblis, tapi sepertinya tidak ada apa-apa di sini, hanya langit biru yang cerah dan suara burung yang bercuit-cuit dari kejauhan. Hill Yustard terlihat linglung, dia masih percaya kalau para iblis pasti sedang bersembunyi di suatu tempat, karena itulah, dia berlari kencang ke segala arah di puncak pohon, untuk mencari keberadaan makhluk kotor tersebut. Namun, tidak ada hasil, seluruh tempat di puncak pohon, sama sekali tidak terasa adanya kehadiran para iblis. Lalu, mengapa tetangganya bilang bahwa ada pasukan Iblis di sini padanya sampai menggedor-gedor pintu rumah Hill, padahal pemiliknya sedang makan bersama tamu-tamunya. "Hill, sepertinya kau ditipu oleh orang yang tadi." ucap Yuna dengan nada yang pelan, menyadarkan Hill bahwa saat ini, dirinya telah dibohongi oleh tetangganya sendiri. "Benar-benar keterlaluan! Padahal Hill sampai menunda makanannya! Tapi ternyata itu hanya kebohongan! Aku jadi marah! Kawan!" Zapar menggeram, dia jadi kesal pada orang yang tadi menggedor-gedor pintu. "Ayo! Hill! Bagaimana kalau kita datang ke rumahnya! Untuk meminta penjelasan! Kawan!" Angin sepoi-sepoi menerbangkan rambut panjang Hill yang berwarna putih, wajah lelaki elf itu jadi muram, dia terlihat kecewa. "Itu...," kata Hill Yustard dengan lirih. "Kita tidak perlu melakukannya. Mungkin, dia punya alasan sendiri untuk membohongiku." "Tapi, Hill!" pekik Yuna dengan kencang, gadis itu jadi terbawa emosi. "Aku tidak terima temanku ditipu seperti ini! Dia harus menjelaskan padamu alasan mengapa dia membohongimu!" "YA! AKU SETUJU!" Zapar menganggukkan kepalanya dengan semangat. Namun, saat Hill akan membalas saran dari Yuna dan Zapar, sebuah gelak tawa terdengar dari tepi puncak pohon raksasa, yang sepertinya bukan hanya satu-dua orang saja yang tertawa. "Hahahahaha! Ya ampun! Aku tidak bisa menahannya lagi!" "Dia langsung pergi kemari untuk mencari iblis? Hahaha!" "Konyol sekali! Hahaha!" "Siapa juga yang akan percaya dengan hal seperti itu, kan? Kecuali Yang Terhormat Hill Yustard! Hahaha!" "Aku tak menyangka, tipuan bodoh semacam itu mempan pada Hill! Hahaha!" Datanglah, segerombol elf yang semuanya adalah pemuda berambut putih, sama seperti Hill, sedang tertawa-tawa puas memandangi orang yang telah ditipu oleh tipuan bodoh dari mereka, dan dari gerombolan itu, tetangganya yang tadi datang ke rumahnya, juga hadir di sana, ikut tertawa keras. Menyaksikan temannya sedang ditertawai habis-habisan, kedua tangan Zapar mengepal keras, dan napas Yuna menderu kencang saking kesalnya. Sementara Hill, hanya tersenyum tipis melihat gerombolan itu sedang menertawainya, dia tidak bisa melawan, karena jika lawannya bukan Iblis, dia tidak mau berkelahi. Itulah sebabnya, Hill Yustard dianggap lemah oleh bangsanya sendiri, karena dia tidak pernah menunjukkan kemampuan bertempurnya. Padahal sebenarnya, Hill sangat handal dalam bertarung, itu pun jika lawannya adalah iblis. "Aku senang bisa membuat kalian berbahagia," kata Hill dengan tersenyum manis pada mereka semua, lalu lelaki itu memutar lehernya menghadap dua teman barunya. "Yuna, Zapar, mari kita lanjutkan makan-makannya." Mendengar ucapan Hill, membuat Yuna dan Zapar menundukkan kepalanya, mereka berdua sangat jengkel. BLAR!! BLAR!! BLAR!!! Yuna melangkah dengan kecepatan tinggi, mendatangi gerombolan elf itu, lalu menampar dan mencengkram wajah-wajah yang masih sedang tertawa dengan tangan kanannya sampai akhirnya mereka semua terjungkal secara bergantian. "Zapar," panggil Yuna pada sahabatnya dengan nada yang lembut dan sedikit menggeram. "Berikan mereka sebuah hukuman." Saat Yuna memundurkan langkahnya untuk kembali ke posisi semula, kini giliran Zapar untuk maju ke para elf muda itu. "SERAHKAN PADAKU! KAWAN!" "Sial! Ada yang datang lagi!" "Oh tidak! Aku tidak mau mati!" "Ampuni aku! Aku hanya ikut-ikutan saja!" "Jangan! Jangan! Jangan! Jangaaan!" Mengabaikan teriakan-teriakan minta tolong itu, Zapar terus berlari kencang menghampiri mereka dengan senyum lebar, menampilkan gigi-giginya yang tajam dan bertaring. WUUUSH! Putaran angin menyertai tangan kanan Zapar yang bersiap-siap akan menghajar mereka semua. Yuna tersenyum manis melihatnya, sementara Hill Yustard takjub oleh kejadian tersebut. "SEGERA MATILAH... KALIAN SEMUA!" Teriakan Zapar membuat mereka yang sedang terjungkal di bebatangan pohon menciut ketakutan. "AMPUNI KAMI!" "AKU TIDAK MAU MATI!" "DIA DATANG!" "TAMATLAH RIWAYATKU!" "SIAL! AKU TAKUT!" "IBUU! TOLONG AKU!!" Namun, saat serangan Zapar tinggal seinci lagi mengenai mereka, malaikat berambut merah itu lebih memilih menghentikkan pergerakan tangannya dan kemudian, dia tertawa, "HAHAHAHA!" Zapar tertawa terbahak-bahak, dia sampai memegangi perutnya saking lucunya. "Eh?" "Ah?" "Kenapa kita tidak dihajar?" "Apa yang terjadi?" "Dia tidak jadi menyerang!" Lalu, Zapar berseru pada mereka dengan menampilkan muka garangnya yang menyeramkan, "SELAMAT! KALIAN SEMUA TELAH TERTIPU!" Mendengar seruan itu, wajah mereka semua, para pemuda elf, langsung memerah seketika saking malunya, lalu satu persatu dari mereka bangkit dan lari terbirit-b***t karena ketakutan. Hingga akhirnya, hanya tinggal sosok tetangga Hill yang tersisa di sana, dia tidak kabur seperti teman-temannya, dia malah duduk sendirian di sana, memandang ke arah Yuna dan Zapar dengan tatapan menyesal. "Mengapa kau tak ikut lari seperti kawan-kawanmu?" tanya Yuna dengan mata yang melotot tajam. "Ak-Aku minta maaf! Sungguh! Aku tidak bermaksud begitu! Aku hanya diperintah oleh mereka! Bukan aku yang punya ide untuk membohongimu! Tolong! Ma--" "CUKUP!" Hill berseru dengan lantang, membuat Yuna, Zapar, dan tetangganya terkejut. Kemudian, Hill melangkah mendekati tetangganya dan dia membantu orang itu untuk berdiri tegak. "Kau tidak perlu meminta maaf, kau tidak bersalah, tenang saja, aku tidak membencimu, kok." Mendengar perkataan lembut itu, orang tersebut menghembuskan napas lega, dia tersenyum pada Hill. "Terima kasih, Hill! Aku kira kau akan mar--" CRAT!! Tiba-tiba, darah menciprat dari leher orang itu, sampai Yuna dan Zapar terbelalak menontonnya. Ternyata itu perbuatan Hill Yustard, saat jemarinya menyentuh leher tetangganya, sebuah pisau mungil dia tanamkan di kuku-kukunya, untuk menggores permukaan kulit leher orang tersebut. "Argh!" Orang itu kaget saat rasa sakit dari leher menyambarnya secara mendadak, dan benar saja, cairan merah kental muncrat, hingga mengenai wajah Hill Yustard yang sedang menyeringai. "Apa maksudnya ini?" Hill Yustard segera membalas pertanyaan itu dengan nada yang ditekan, "Yang kuucapkan barusan padamu, itu adalah tipuan. Apa kau tahu? Melihat ekspresi konyolmu, aku sampai tidak bisa tertawa." "Ta-Tapi! Tapi! Mengapa!? Bukankah, kau itu orang baik hati yang tidak mungkin melakukan hal seperti ini!?" Setelah berseru-seru seperti itu, orang itu langsung jatuh dengan sendirinya dari wajah Hill Yustard, ia pingsan, karena rasa sakit yang luar biasa. "Alasanku menggores lehermu, itu karena sikapmu persis seperti Iblis, itu mengingatkanku pada masa lalu, aku jadi ingin melukaimu, maafkan aku. Dan juga, aku bukanlah orang baik." jawab Hill setelah tetangganya roboh di hadapannya. Kemudian, dengan santai, Hill berjalan kembali ke jalan rumahnya, dengan wajah yang terkena cipratan darah tetangganya, meninggalkan Yuna dan Zapar yang masih terkejut menyaksikan hal tersebut. Rupanya, teman baru mereka bukan seperti yang mereka pikirkan. Hill Yustard adalah sosok baik hati namun sangat kejam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD