(1) The New Beginning

1064 Words
Raja Theodore Neelendra mondar-mandir di depan sebuah ruangan berpintu ganda raksasa. Tangannya saling meremas. Sesekali ia mengeluarkan sapu tangan untuk menghilangkan peluh di kening. Matanya tak lepas menatap pintu, mengantisipasi jika mereka terbuka yang bisa saja terjadi setiap saat. Sementara itu, putra sulungnya, Pangeran Alex, duduk di salah satu kursi yang ada di koridor panjang dekat pintu itu. Pangeran kecil itu menguap. “Pergilah tidur di kamarmu, Alex,” bujuk Raja Theodore. Alex menolak. “Aku juga ingin bertemu adikku, Ayah.” Theodore memutuskan membiarkan Alex ikut menunggu. Ia juga tak sabar bertemu putra keduanya. Seharusnya ia menemani istrinya di dalam, tetapi Erlena menyuruhnya di luar menemani Alex. Mereka melonjak kecil ketika suara tangisan bayi akhirnya terdengar. Beberapa waktu kemudian, yang terasa seperti bertahun-tahun bagi Raja Theodore, pintu raksasa itu pun terbuka. Dari dalam ruangan keluarlah seorang tabib wanita lanjut usia untuk mempersilakan sang raja melihat istri dan anaknya. "Yang Mulia, selamat! Seorang putri," serunya. "Mari silakan. Yang Mulia Ratu sudah menunggu di dalam." Seorang putri! Theodore mengira ia akan mendapatkan putra lagi. Namun sepertinya itu bukan masalah besar. Begitu mendengar bahwa Erlena melahirkan anak perempuan, hatinya menghangat. Tanpa dipersilakan dua kali, pria itu langsung menggendong Alex dan bergegas masuk. Di atas ranjang terbaring lemah walau senyum lebar mengembang di wajah adalah istrinya, Erlena—Ratu Neelendra—dan putri barunya dalam dekapan. Theodore mengusap lembut pipi putrinya. "Setangguh ayahnya---," bisik Ratu Erlena. "---dan secantik ibunya," tambah sang raja. Erlena tersenyum. Theodore berpaling pada putranya yang berdiri takut-takut. "Kau ingin menyentuhnya Alex? Tak apa. Coba berikan tanganmu." Pria itu menuntun Alex maju dengan lembut kemudian mengusapkan tangan anak itu pada lengan adiknya yang keriput khas bayi baru lahir. Pangeran Alex terkikik. "Yang Mulia, selamat! Saya langsung bergegas kemari begitu mendapat kabar dari para tabib," seru perdana menteri sekaligus penasihat Raja Theodore, Hugo, yang muncul tanpa aba-aba dari pintu. Walau mengenakan setelan lengkap, ikatan sepatunya tidak benar. Mungkin akibat terburu-buru datang kemari. Raja Theodore tersenyum, tetapi matanya menyiratkan peringatan. "Kau tidak bermaksud membangunkan putriku, bukan?" sindirnya. Perdana Menteri Hugo menunduk malu. "Maafkan saya, Yang Mulia,” balas Hugo, kini dengan volume lebih rendah bahkan nyaris berbisik. “Tentu saja saya tidak bermaksud begitu." Mereka terdiam memerhatikan putri kecil bergerak gelisah dalam pelukan ibunya. Rambut cokelat tuanya yang masih agak basah selepas dibersihkan menempel di kulit kepala.  Ia merengek kecil saat Erlena membetulkan kain bedung yang membalut tubuh mungilnya. Sementara Alex, sang kakak, terpesona pada jari si bayi yang begitu kecil dan membandingkan dengan jarinya sendiri. "Akan Anda beri nama siapa, Yang Mulia?" tanya Hugo, memecah keheningan. Theodore tersenyum lalu memandang ratunya. "Sudah lama aku memikirkan ini. Sesuai tradisi, nama putri dan pangeran harus diberikan mirip dengan nama kerabat atau leluhurnya, aku ingin menamai putriku seperti nama ibunya dan nama adikku untuk menghormatinya, di mana pun ia berada sekarang.” Ia berpaling pada istrinya. “Calista Erlena Neelendra, bagaimana menurutmu?" "Putri Lista," Erlena menyetujui. ♚♚♚ Tiga bulan kemudian. "Sambutlah Raja Theodore Neelendra, Ratu Erlena Neelendra, Pangeran Alexander Theodore Neelendra, dan Putri Calista Erlena Neelendra!" seorang pengawal mengumumkan bertepatan pintu aula terbuka. Keluarga kerajaan itu masuk ke ruangan dengan anggun. Mereka mengenakan pakaian serasi berwarna biru seperti bunga periwinkle, warna Kerajaan Neelendra. Para tamu ber’ooh’ dan ‘aah’ saat melihat Putri Calista dalam gendongan ibunya. Sebagian besar malam itu dihabiskan Raja Theodore dan Ratu Erlena untuk tersenyum membalas ucapan selamat yang datang bertubi-tubi sementara putra mereka, Alex, langsung berkumpul bersama pangeran dan putri dari kerajaan lain. "Oh, lihat itu. Cucuku!" seru Ratu Delacary Dellcon, ibunda Ratu Erlena. "Bukankah dia cantik, Ibu?" goda Erlena. Ibunya selalu bilang bahwa Erlena adalah putri tercantik di seluruh Dataran Irish karena ia merupakan satu-satunya anak Delacary, dengan lahirnya Calista mungkin Ratu Delacary dapat berubah pikiran. "Tentu saja,” sahut Ratu Delacary. Ia menyentuh lembut ujung hidung Calista. “Namanya mengingatkanku pada Putri Necalista. Pasti ini nama pemberian suamimu.”Erlena terdiam sejenak begitu mendengar nama adik iparnya disebut. Putri Necalista adalah satu-satunya adik Theodore, adik angkat lebih tepatnya. Memang tidak lazim bagi keluarga kerajaan mengangkat seorang anak yatim piatu, tetapi Necalista merupakan teman kecil Theodore dan ia sangat ingin memiliki seorang saudari. Erlena hanya pernah bertemu sekali dengan putri itu saat pertama kali ia menginjakan kaki di Neelendra. Necalista, atau yang sekarang lebih dikenal sebagai Putri Neelendra Yang Hilang, memang hilang begitu saja saat malam pertunangan kakaknya dan Erlena. "Sangat disayangkan perginya Necalista. Ibu sangat menyukai gadis itu.” Delacary tersenyum miris. "Iya. Aku tahu, Ibu. Aku juga menganggap Necalista seperti adikku sendiri," respon Erlena. Topik berganti dengan cepat. Biasanya memang begitu jika Necalista menjadi bahan pembicaraan. Muncul sebentar lalu menghilang lagi, seperti eksistensinya yang masih tidak diketahui sampai saat ini. Malam sudah mulai larut. Erlena memutuskan untuk memberikan Calista pada pengasuhnya agar dibaringkan di kamar. Kebisingan pesta juga tidak terlalu baik untuk bayi seusianya. "Ah, di situ kau rupanya Erlena!" Ratu Rebecca Alroy muncul dari belakang Erlena. Ia lalu menunduk hormat untuk menyapa Ratu Delacary. "Selamat malam, Yang Mulia Ratu Delacary." "Selamat malam, Rebecca. Lama tak melihatmu," balas Ratu Delacary, kemudian pamit agar dua sahabat itu bisa saling berbincang. "Ah, Erlena! Di mana putri kecilmu?" tanya Rebecca seraya mencari-cari putri baru kawannya. "Pengasuh sudah membawanya ke kamar, ini sudah waktunya ia tidur." "Padahal aku ingin melihatnya," keluh Rebecca. "Kau tahu aku sangat ingin menjodohkan anak kita berdua. Aku senang kau akhirnya memiliki seorang putri. Dia akan serasi dengan Edward kecilku dan dia pasti akan menjadi Ratu Alroy yang luar biasa." "Yah," ujar Ratu Erlena. Sahabatnya itu memang terlalu... bersemangat. Rencana perjodohan anak mereka berdua sudah disinggung-singgung sejak Erlena menyusul Rebecca menikah. Sahabat Erlena itu berpikir bahwa pernikahan antara putra dan putri mereka akan menguatkan aliansi Neelendra dan Alroy. Rebecca sempat kecewa saat Edward lahir, bukannya seorang putri untuk Alex. "Tabib mengatakan bahwa aku sedang mengandung anak ketiga sekarang. Entah mengapa aku merasa akan melahirkan anak perempuan lagi.” "Wow, Erlena. Selamat!" Kegembiraan yang tak bisa ditahan Ratu Rebecca itu keluar dalam bentuk tawa. Namun tawanya mereda ketika melihat suaminya dan Theodore menghampiri. Rebecca dan Erlena menunduk hormat pada kedua pria itu. “Rebecca, Erlena,” panggil Theodore. “Eric dan aku baru saja membicarakan sebuah rencana. Eric mengusulkan agar Calista bisa menikah dengan Edward jika sudah cukup umur nanti. Lalu aku berpikir bahwa itu adalah ide yang baik. Belum kutemukan putra yang lebih cocok untuk Calista selain Edward. Calista akan menjadi Ratu Alroy nantinya. Bagaimana menurut kalian?” "Kebetulan yang menyenangkan!” Rebecca terkejut. “Kami juga baru saja membicarakan kemungkinan perjodohan Edward dan Calista.” "Oh, ya? Wah, benar. Ini merupakan sebuah kebetulan yang menyenangkan. Seperti mereka sudah ditakdirkan bersama saja." Mereka berempat tertawa mendengar pernyataan Eric. "Kapan kita akan meresmikan pertunangannya, Eric?" tanya Theodore. "Saat ulang tahun Calista yang ke sepuluh sepertinya cukup baik." Mereka berbincang dan bercanda gurau lagi membicarakan tentang Edward dan Calista. Senyum tak pernah lepas dari wajah Theodore, Erlena menyadari itu semenjak Calista lahir. Sebelumnya? Theodore tidak pernah sebahagia ini setelah Theodore kehilangan adiknya. Ia sangat berharap Calista dapat menjadi penghibur bagi suaminya. Namun begitu, Erlena tetap belum habis pikir. Mengapa Putri Necalista pergi?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD