Calista memacu kudanya lebih cepat, meninggalkan ketiga pangeran di belakangnya. Rambut cokelatnya yang panjang sepinggang tercepol sempurna di tengkuk. Ia mengenakan pakaian khusus berkuda kesukaannya yang berwarna biru. Ia semakin bersemangat saat gazebo yang terletak di pinggir tebing belakang istana Neelendra sudah tampak di depan mata.
Gadis kecil itu yang pertama sampai, tentu saja. Pegawai istana yang ada di sana bertepuk tangan. Calista turun dari kuda hitam itu setelah membelai surainya. Gadis-gadis pelayan langsung menawarkan kudapan dan minum, sementara pemuda yang bekerja di istal membawa kuda Calista ke kandang untuk beristirahat.
Tempat ini adalah favoritnya. Di sini tidak ada yang dilakukan Calista selain bermain. Ia cepat bosan bila berada dalam ruangan, dan pergi ke gazebo setelah jadwal pelajaran yang padat memang menyenangkan. Apalagi jika pelajarannya terus diulang-ulang. Seperti sejarah Daratan Irish, misalnya. Calista kadang usil mengikuti gerakan mulut gurunya saking hapalnya: Daratan Irish terbagi menjadi tujuh kerajaan yang memiliki keunikan masing-masing. Alroy--budaya, Bill--ekonomi, Conway--seni, Dellcon--pertanian dan perternakan, Neelendra--batu mulia, Porfirio--pendidikan, dan Genesis--teknologi perang.
Akhirnya, Alex, Edward, dan William Bill---Pangeran Kerajaan Bill, teman dekat mereka---sampai juga di gazebo. Calista pura-pura menguap. “Lama sekali kalian.”
"Lista, kau semakin cepat saja! Apa rahasianya?" ucap Alex kagum.
Calista tersenyum misterius. "Rahasia. Hanya aku dan Orchid yang tahu." Orchid adalah nama kuda hitam Calista.
"Oh, ya?” tanya Edward sambil tertawa. “Lalu apa yang harus kami lakukan untuk mendapat rahasia sebesar itu Yang Mulia Putri Calista?"
Lista tersenyum penuh arti. "Bawa aku ke Silver River yang selalu kau ceritakan itu."
"Kalau begitu tunggu kau menjadi Ratu Alroy dulu." Edward mencubit pipi Calista gemas. Gadis itu cemberut.
"Aku mau sekarang!" rengeknya.
"Bagaimana jika sekarang kita makan kue di dapur saja?" Alex mencari pengalih perhatian. Adiknya memang sangat ingin pergi ke sungai yang ada di Kerajaan Alroy itu, sungai yang selalu diceritakan Edward di tiap kunjungannya. Bukan masalah sebenarnya membawa Calista ke sana sekarang, hanya saja dalam cerita Edward Silver River adalah sungai yang mengalirkan cairan perak tempat kuda bercula pergi minum, bukannya air pegunungan biasa. Calista pasti akan sangat kecewa.
Edward dan William Bill menyetujui usul Alex, tetapi Lista bergeming. Alex dan William memutuskan untuk pergi terlebih dahulu meninggalkan Edward yang berlutut di depan Calista, mencoba memberi penjelasan pada gadis kecil itu. Jika sedang manja, Calista hanya bisa dibujuk oleh Edward.
Edward menjulurkan tangannya, di situ terdapat sebuah batu berbentuk nyaris seperti hati dengan guratan membentuk kata 'Liz'.
"Aku dapat batu ini di Silver River.” Edward meletakan batu itu dalam genggaman Calista. “Tulisannya memang 'Liz', tapi anggap saja itu kependekan dari 'Lista'."
"Terima kasih," ucap gadis kecil itu senang menerima batu cantik dari Edward.
"Aku janji akan membawamu ke sana bila kau sudah menjadi Ratu Alroy," kata Edward lagi. "Jika kau sudah berumur delapan belas tahun dan aku 21 tahun dan kita sudah menikah, kau boleh ke sana kapan pun kau mau."
"Baiklah kalau begitu." Lista tersenyum lebar.
"Nah, Lista. Sebaiknya kita bersiap untuk pesta malam ini karena hari sudah mulai siang. Bagaimana menurutmu?" ajak Edward. Calista mengangguk.
Mereka akhirnya masuk ke dalam istana untuk mempersiapkan diri hadir dalam pesta yang diadakan malam itu. Salah satu pesta paling meriah yang pernah diadakan di Neelendra. Ya, pesta ulang tahun Calista yang ke-10 sekaligus pesta pertunangan Calista Neelendra dengan Edward Alroy.
♚♚♚
Raja Theodore menghela napas berat. Di dinding di hadapannya, tergantung lukisan Putri Necalista, adik angkatnya yang telah lama menghilang. Lebih tepatnya menghilang saat pesta perayaan pertunangannya dengan Erlena dulu saat mereka berusia enam belas tahun.
Lukisan itu selesai seminggu sebelum pertunangannya dan Erlena. Necalista tidak tersenyum, matanya yang memandang ke samping diselimuti kesedihan entah karena apa. Gaun biru indahnya tak mampu menyembunyikan kegelisahan yang dialami Necalista. Theodore menyadari itu semua, tetapi ia tidak tahu apa itu.
Sebuah ketukan pelan di pintu terdengar, disusul masuknya Ratu Erlena. Begitu melihat suaminya memandangi lukisan adik iparnya, ia langsung merasa bahwa Theodore kembali menyalahkan dirinya sendiri karena kepergian adiknya. Ratu Neelendra itu sangat khawatir. Raja Theodore sudah mencari adiknya lebih dari 20 tahun dengan hasil nihil, dan sampai sekarang pencarian itu masih gencar dilakukan.
"Andai aku tahu alasan Necalista pergi, Erlena," sesal Theodore. "Andai sebelum pertunangan kita, aku mau bertemu dengannya bukan malah mengabaikan dia karena padatnya jadwalku."
"Tak apa, Theodore. Aku punya firasat kalau Necalista akan kembali. Percayalah," hibur Ratu Erlena.
Namun Theodore menggeleng sedih. "Aku malah punya firasat kalau kejadian itu akan terulang lagi."
“Apa maksudmu, Theo?”
Namun sebelum Raja Theodore dapat menjelaskan maksudnya, pintu ruangan itu digedor dengan keras. Segera, Theodore membukanya, Erlena mengekor. "Ada apa, Orpah? Bukannya kau harus mempersiapkan Lista di kamarnya?" tanya Ratu Erlena heran. Bukannya menjawab, Orpah---pengasuh Calista---malah tersungkur di depan raja dan ratu.
"Yang Mulia, mohon ampuni saya. Saya sungguh tidak tahu kemana putri pergi." Orpah menangis.
Erlena menatap Orpah bingung. Dikiranya Orpah membicarakan Necalista, walau itu tidak masuk akal karena pintu tertutup dan tidak mungkin Orpah bisa menguping pembicaraan mereka. “Siapa yang kau maksud?” tanya Erlena pelan. Jantungnya berdegup kencang mengantisipasi telinganya mendengar kabar yang ia takutkan.
"Putri Lis, Lis. Putri Lis-ta," Orpah tergagap. Bagaimana mungkin dia bisa memberi kabar buruk pada raja dan ratunya?
Kesadaran menghantam Theodore. Ia segera berlari menuju kamar Calista diikuti Erlena. Dan memang, di sana bukannya sang empunya kamar yang hadir malahan Ratu Delacary Dellcon, Pangeran Alex, Pangeran Edward, Pangeran William Bill, dan penjaga istal yang tadi mengurus Orchid.
Delacary memeluk putri tunggalnya sambil menangis. "Lista cucuku, Lena. Di mana dia?" Erlena memeluk ibunya untuk menenangkan sementara Theodore berdiri mematung.
"Maaf, Yang Mulia. Saya benar-benar tidak tahu bagaimana Putri Calista dapat mengeluarkan Orchid dari istal," lapor penjaga istal itu, pelan. Ia tidak sanggup memberitahukan hilangnya putri kesayangan kerajaan pada orangtuanya.
Theodore berlari keluar, berpapasan dengan perdana menterinya yang baru datang. "Hugo, sebar pasukan ke seluruh negeri. Jadikan Lissa menjadi pengganti Lista untuk pertunangan sampai Lista ditemukan. Serta jangan sampai berita ini menyebar luas sebelum ada kabar yang lebih pasti. Aku tidak ingin berita ini dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggung jawab lalu mengklaim bahwa Lista ada bersama mereka kemudian meminta tebusan. Atau menemukan Lista sebelum kita dan menculiknya."
"Saya sudah mengirim setengah pasukan istana, bahkan saya mengirim pasukan ke Silver River sesuai saran Pangeran Edward," jawab Hugo. "Namun, Yang Mulia, Putri Calissa sedang sangat lemah sekarang. Obat terbaru dari tabib belum memberikan efek berarti bagi tubuhnya."
Theodore membuang napas keras. "Untuk malam ini saja, Hugo. Jangan sampai para undangan mengetahui hal ini."
♚♚♚
Dua jam sebelumnya.
Lista mengendap-endap masuk ke istal Orchid. Penjaga baru saja keluar untuk mengambil makanan para kuda dan tak terlihat orang lain selain pemuda tadi. Orchid meringkik pelan. Calista berusaha keras naik ke punggung kuda itu tanpa pelana.
Setelah berhasil menyesuaikan diri di punggung kuda, Calista membungkuk untuk berbisik di samping telinga Orchid. "Aku ingin ke Silver River sekarang juga. Sudah kuputuskan menunggu menjadi Ratu Alroy terlalu lama. Orchid, bisakah kau membawaku ke sana?” tanya Lista. Orchid meringkik lagi yang diartikan Calista sebagai jawaban ya. "Nah, sekarang bagaimana cara kita ke sana."
Sekali lagi, Orchid meringkik seakan menjawab pertanyaan tuannya. Calista menjentikan jari. "Kau benar. Kita bisa menggunakan gerbang pelarian di samping istana. Gerbang itu tak pernah dijaga karena hanya keluarga kerajaan yang tahu untuk keperluan melarikan diri bila dibutuhkan. Sekarang waktu yang tepat kita menggunakan pintu itu"
Dengan cekatan Lista memacu kudanya menuju gerbang pelarian, gerbang yang digunakan keluarga kerajaan untuk melarikan diri dari bahaya. Tangannya memegang surai Orchid cukup kencang untuk mengendalikan. Tak perlu usaha terlalu banyak juga, Calista sudah berada di hutan Neelendra.
"Kita berhasil!" seru Lista girang.
Mereka terus melaju ke utara, ke arah Alroy. Jarak antara Neelendra dengan Alroy sebenarnya tidak terlalu jauh, hanya beberapa jam perjalanan saja bila mengendarai kuda dengan cepat, melintasi padang rumput dan hutan.
Tak perlu waktu lama bagi Calista menemukan Silver River dengan bantuan penduduk Alroy karena jalannya tidak terlalu sulit ditempuh serta hanya itu satu-satunya sungai besar yang melintasi Kerajaan Alroy.
Jantung Calista berpacu cepat semakin menyempitnya jarak antara ia dan sungai perak itu. Namun, di tengah jalan Orchid menghentikan langkah tanpa perintah.
"Aaah!!!"
Genggamannya terlepas. Calista terjatuh dari punggung Orchid dan langsung membentur tanah yang keras. Orchid meringkik ketakutan karena ternyata di depannya terdapat serigala yang memamerkan taringnya.
Kepalanya sakit dan dia merasa sangat pusing. Bayangan seluruh orang yang ia sayang melintas di kepala. Ibu, Ayah, Alex, William. Edward.
"Maaf," bisiknya. Lalu gelap.
♚♚♚
Pesta sudah selesai beberapa jam yang lalu ketika Theodore mendengar ketukan pelan di pintu ruang kerjanya. Hugo.
"Ada berita apa Hugo?" tanya Theodore. Matanya terlihat lelah, dia sudah bertekad tidak akan tidur sebelum mendengar kabar tentang putri kesayangannya.
Hugo menahan napas. Dia tidak sanggup. Benar-benar tidak sanggup.
"Rangka kuda dan mantel berlambang Neelendra yang berdarah ditemukan di dekat Silver River," ucap Hugo pelan dan cepat, berharap rajanya tidak mendengar. Namun Theodore tetap mendengar. Air mata langsung keluar dengan deras, penuh kesedihan.
Hugo menahan matanya yang berkaca-kaca. Berita ini tidak bisa disembunyikan lebih lama lagi dan akan ada hari berkabung yang sangat menyesakkan hati bagi seluruh penjuru Neelendra karena putri kesayangan mereka telah wafat.