Part 2

953 Words
Tubuhnya menegang ketika melihat tatapan dingin dari kedua mata cokelat milik pria yang sedang menatapnya dengan ekspresi datar. Aura menahan nafasnya walaupun sebelumnya ia sempat menghirup aroma mint yang menempel pada tubuh pria yang sedang memeluk tubuhnya. Ia menelusuri setiap inci wajah pria ini, rahangnya yang kokoh bebas dari bulu-bulu halus. Bibirnya yang tipis dan hidungnya yang mancung begitu lurus. Menaikkan pandangan matanya ke atas, Aura dapat melihat bulu mata pria ini yang cukup panjang. Diatasnya alisnya tertata begitu rapi dan tebal. Tak lama kemudian, lengan kokoh itu menegakkan tubuh Aura. Refleks, perempuan itu tersadar dari kegiatannya memandang wajah pria ini. Dengan kikuk, Aura merapikan pakaiannya yang tidak kusut dan berdeham. "Terima kasih," ujarnya pelan dengan kepala tertunduk. "Lain kali gunakan matamu dengan baik nona," kata pria itu dingin lalu langsung melangkah pergi meninggalkan Aura yang tertegun ditempatnya. Lalu ia menoleh ke belakang punggungnya, namun sosok pria itu telah menghilang. *** Regan memandang wajah dingin dihadapannya yang sedang membalas menatapnya dengan sama dinginnya. Harus diakuinya jika ia tampak sangat berbeda dengan dirinya beberapa tahun yang lalu. Tapi sekarang wajah dingin seperti inilah yang ia miliki. Masih jelas dalam ingatannya, kala itu ayahnya mendadak kena serangan jantung ringan memintanya pulang dari Italy untuk melanjutkan Tristan Company, perusahaan milik ayahnya yang bergerak di bidang makanan kemasan. Walaupun hatinya ingin menolak tapi Regan tahu mungkin inilah saatnya ia membalas budi kepada kedua orang tuanya setelah mematahkan hati mereka. Dengan terpaksa, Regan menitipkan restaurat masakan Italy-nya pada sahabatnya yang menjabat sebagai seorang chef di restauran miliknya. Lalu berangkat pulang menuju tanah air. Ia melirik jam tangan Patek Phillipe hitam miliknya yang melingkar pas di lengannya. Waktu sudah menunjukkan saatnya ia untuk memperkenalkan diri kepada para tamu undangan yang menghadiri acara penyambutan dirinya sebagai CEO baru di perusahaan ayahnya. Regan merapikan Giorgio Armani hitam yang dikenakannya. Setelah merasa yakin, ia pun melangkah keluar, kembali menuju ballroom. *** Karin menatap dress bagian bawah milik Aurang yang warnanya lebih gelap daripada sekitarnya. Ia lalu menaikkan pandangan matanya dan menatap wajah perempuan yang mengenakan dress tersebut. "Lo seharusnya komplain minta dibelikan dress baru pada si pelaku yang udah tumpahin wine ke dress lo!" cerocos Karin. "Udahlah, Rin. Ini masalah kecil kok. Besok gue bawa ke laundry aja." Aura hanya menceritakan kejadian ia ditabrak oleh pria yang menumpahkan winenya. Namun, ia tidak ingin bercerita mengenai pria berwajah dingin yang menabrak dan menangkap tubuhnya. Menurutnya hal itu tidaklah penting. Tapi bagaimana bisa ia dalam waktu beberapa menit bisa tertabrak dua kali!? Aura menarik nafas panjang, terlalu kencang malahan sehingga Karin meliriknya tajam. Yang dibalasnya dengan cengiran tanpa rasa bersalah. Malam ini benar-benar malam terburuk dalam hidupku. Hatinya membatin. Pembawa acara yang bawel luar biasa itu kembali membuka suaranya. Hingga akhirnya ia berkata, "Mari kita sambut Regan Tristan, CEO Tristan Company!" Tepukan meriah terdengar menggema diseluruh ruangan. Aura ikut memberi tepukan tangan. Tapi perlahan tepukan tangannya berhenti saat ia melihat sosok pria dingin yang tadi menabraknya. Sedetik kemudian, kedua mata Aura membesar saat pria bernama Regan mulai memberikan kata sambutan Jadi mulai besok pria itulah calon bos barunya. Dan ia harus mulai bertemu dengan pria itu hampir setiap hari!? What a really bad day ever! *** Suara bisik-bisik di dalam lift seperti suara tawon yang berdengung ditelinga Aura. Para karyawan kantor Tristan Company sibuk membicarakan CEO baru mereka yang ternyata masih berusia kepala tiga. Ada yang berkomentar di usianya yang muda belum pantas menjadi seorang CEO dan ada pula para karyawan wanita yang sibuk membicarakan ketampanannya. Berbeda dengan Aura yang hanya diam di pojok kanan lift. Ia hanya terdiam sambil menyandarkan tubuhnya pada dinding lift yang dingin. Perlahan, satu persatu karyawan mulai meninggalkan kotak besi yang mengangkut mereka. Hingga tertinggal Aura yang masih bertahan di dalamnya. Ting! Pintu lift terbuka, Aura menarik nafas panjang dan melangkahkan kakinya ke luar dari lift. Sejak semalam hatinya mulai dilanda perasaan tidak enak sejak ia mengetahui siapakah bos barunya. Regan Trista, namanya, pria tampan namun entah mengapa sorotan matanya begitu dingin. Aura meletakkan bokongnya di kursi yang telah setia menemaninya selama dua tahun terakhir ini didepan kantor CEO. Menjadi sekretaris Diego Tristan yang tegas namun baik membuat Aura merasa nyaman bekerja di perusahaan ini. Sebelumnya, rekor terlama yang ia miliki hanyalah enam bulan. Karena bos yang ia dapati selalu pria tua bermata buaya. Yang selalu ingin menerkamnya kapan saja ketika melihat wajah dan tubuh Aura. Sedangkan Diego Tristan, pria yang masih tampan di usianya yang kepala lima. Begitu berbeda, beliau jauh dari julukan "tua-tua keladi." Diego Tristan sangat cekatan dalam pekerjaannya. Pintar dalam berbisnis dengan kliennya. Tegas dalam menghadapi karyawannya sehingga beliau disegani oleh para karyawan-karyawannya. Membuat Aura betah di perusahaannya ini. Sekali lagi Aura menghela nafas panjang, bersiap -siap menghadapi bos barunya. Pintu ruangan direktur terbuka, membuat Aura sedikit terkejut ketika mendapati sosok Regan Tristan berdiri di depan pintu ruangannya. "Selamat pagi, pak." Aura mencoba sewajar mungkin seperti ketika ia menyapa Diego Tristan. "Bagaimana bisa sekretaris datang setelah pemimpinnya?" tanya Regan tanpa ekspresi di wajahnya. Aura terkesiap mendapati pertanyaan sinis seperti itu. Lalu mencoba memanjangkan kesabarannya, "Maaf, pak. Tapi saya biasa datang jam segini." "Biasanya? Kalau begitu mulai besok datanglah lebih awal sebelum saya." Lalu pria itu berbalik menghadap pintu. Namun tangannya berhenti ketika ia memegang handle pintu dan memutar kepalanya menatap Aura, datar. "Bawakan saya dokumen-dokumen yang harus saya pelajari," ujarnya lalu berlalu masuk ke dalam ruangannya tanpa menunggu jawaban dari bibir Aura. Aura memandang tak percaya pada pintu ruangan direktur. Ia memejamkan matanya sejenak, lalu duduk di kursinya. Mencoba menetralkan emosinya yang hampir meledak jika pria bernama Regan itu mengeluarkan satu kalimat sinisnya lagi. Bagaimana bisa Pak Diego memiliki putera yang sangat bertolak belakang dengan kepribadian beliau? Sepertinya aku harus mempersiapkan diri dari sekarang untuk membuat surat pengunduran diri. Mungkin suatu hari akan kubutuhkan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD