Part 3

971 Words
Setelah selesai rapat, Regan memanggil Aura untuk ke ruangannya. Kali ini rapat yang mereka lakukan adalah pembahasan mengenai profit perusahaan Tristan Company yang mengalami sedikit penurunan ketika ayahnya sedang sakit. Sehingga Regan terpaksa membahasnya dalam rapat kali ini. "Masuk," sahut suara dingin dari dalam sana. Maka Aura pun langsung melangkah masuk ke dalam ruangan direktur-nya. "Ada apa, Pak?" tanya Aura yang berdiri tak jauh dari meja kerja milik Regan. Wajah yang sejak tadi menunduk menatap berkas-berkas di atas mejanya sekarang terangkat dan kerika pandangan mata mereka bertemu, tatapan dingin pria itu menusuk ke dalam mata Aura. "Saya minta laporan keuangan bulan kemarin dan saya mau laporan itu berada di atas meja saya besok pagi." Kedua mata Aura sedikit membesar dari biasanya. Tapi dengan cepat ia menjawab, "Baik, Pak. Ada lagi?" Regan terdiam, "Satu lagi, jangan gunakan rok pensilmu itu. Karena rok itu menghambat gerakan langkahmu dan saya tidak suka pekerjaan saya terhambat." Aura sedikit tertegun mendengar ucapan bos-nya. Apa hubungannya rok pensil favoritnya dengan pekerjaannya? Sepanjang ini ia merasa-nyaman saja. Ia dapat berjalan cepat. "Jangan membantah atau saya terpaksa merobek rok kamu?" ujarnya lagi sembari menyatukan jemarinya di atas mejanya. "Bapak berani?" tantang Aura. Ia sedikit mengangkat kepalanya. Tidak bermaksud kurang ajar. Hanya saja ia merasa tidak nyaman dengan apa yang baru dikatakan direkturnya. "Kenapa tidak? Kamu menantang saya?" Regan mengangkat kedua alisnya. "Tidak. Tapi saya tidak bisa menjanjikan untuk mengganti rok saya karena lemari saya penuh dengan rok model seperti ini." Tanpa diduga Regan bangkit dari kursi kulitnya yang empuk. Lalu berjalan mendekati Aura yang masih mematung di tempatnya. Lalu mengeluarkan kartu kredit dari dompetnya. "Gunakan ini untuk membeli pakaian yang pantas untukmu," ucapnya pelan. Aura menatap atasannya dengan tatapan tidak percaya. Detik berikutnya ia mendengus kesal. Bagaimana bisa direktur barunya berkata seperti itu? Bahkan selama Diego Tristan menjabar sebagai direktur, beliau tidak berkomentar apa-apa mengenai pakaian yang dikenakannya. Diego Tristan lebih peduli akan hasil kerjanya dibandingkan pakaiannya. "Terima kasih atas kebaikan anda. Tapi saya rasa saya masih berpakaian yang pantas saat bekerja," kata Aura tanpa melepaskan pandangan matanya dari sepasang mata cokelat di hadapannya. "Saya akan memberikan laporan keuangan perusahaan ini pada anda secepatnya. Jika tidak ada lagi yang bapak perlukan, saya permisi." Dengan anggun Aura membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju pintu ruangan. Sedangkan Regan di belakangnya menatap kepergian Aura dalam diam yang disusul senyum sinis di bibirnya. Sekretaris yang berani. Lihat saja aku akan membuatmu merasakan neraka di tempat ini, ujarnya dalam hati. Aura menghela nafas panjang. Sebelah tangannya mengibas-ibaskan wajahnya. Berharap apa yang ia lakukan saat ini mampu meredamkan emosinya yang hampir meledak. Ia merasa tak habis pikir dengan apa yang ada di dalam pikiran direktur barunya. Apa hubungan semua ini dengan pakaiannya? Toh selama ini ia merasa tidak ada yang salah dengan rok pensil selututnya. Memang ketat, but she likes it a lot. Parahnya lagi, memangnya ia tak mampu membeli pakaian baru? Aura mendengus kesal. Regan Tristan benar-benar keterlaluan. Jika tidak memandang kebaikan Diego Tristan selama ini, rasanya Aura ingin menampar wajah Regan Tristan tadi. Berharap tindakannya mampu melampiaskan emosinya. Sayangnya semua itu hanya dapat ia lakukan dalam pikirannya saja. *** Beberapa hari telah berlalu semenjak Regan Tristan menjadi seorang direktur baru dari Tristan Company, banyak perubahan pesat yang mulai tampak di perusahaan ini. Memang harus Aura akui jika pekerjaan Regan tidak jauh berbeda dengan Diego Tristan. Hanya saja Regan lebih sinis dalam berbahasa. Tapi anehnya, para kaum perempuan di karyawan ini tidak memedulikan seberapa sinis dan pedas kata-kata yang terlontar dari bibir Regan. Mereka tetap mengidolakan sosok Regan Tristan, kecuali Aura Pratiwi. Wanita itu tetap tidak menyukai direktur barunya itu. Karena setelah peringatan yang berikan oleh Regan sekali lagi mengenai rok pensil super ketatnya, keesokan harinya Aura mendapati sebuah kotak hitam berpita ungu pucat dengan sticky note diatasnya. Aura meraih note tersebut dan membacanya. Wear it atau aku benar-benar merobek rok sialanmu! Bibir tipis dan merah karena lipstik yang ia oleskan terbuka, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia baca. Dengan kesal Aura meremas kertas kuning itu sedangkan sebelah tangannya lagi berada di pinggangnya yang ramping. "Sudah dicoba?" Sebuah suara dari belakang punggungnya membuat Aura terkejut. Ia menelan salivanya dan mengangkat kepalanya tinggi sebelum ia memutuskan untuk membalikkan tubuhnya. Di belakangnya, Regan Tristan berdiri dengan tegak dan gagahnya. Ia mengenakan jas abu-abu yang begitu licin. Kedua tangannya berada di dalam kedua saku celananya yang berwarna senada. Wajahnya tampak tampan. Hanya saja kedua matanya tetap menyorotkan tatapan dingin seakan ingin membunuh siapapun dihadapannya. "Saya tidak akan mengenakannya," sahut Aura setelah berhasil membuka kotak tersebut dan melihat sebuah celana panjang di dalamnya. "Kamu bahkan belum mencobanya," ujar Regan tak mau kalah. "Saya tidak perlu memakainya. Karena merasa tidak ada yang salah dengan cara berpakaian saya." "Tapi sayangnya rokmu itu membuat mataku sakit," kata Regan sambil memajukan sedikit tubuhnya dari posisinya. "Itu urusan anda, Pak. Jika anda merasa begitu lebih baik anda memakai kacamata hitam saat bertemu dengan saya!" tantang Aura. Ia sudah jengkel dengan sikap direktur barunya yang sangat tidak masuk akal. Dan kali ini ia sudah sangat tidak peduli jika ia akan dipecat. Karena ini sudah sangat keterlaluan dari sudut pandang Aura. Jika ia yang hanya mengenakan rok pensil saja sampai ditentang seperti ini lebih baik dirinya dipecat. Ia dapat mencari pekerjaan yang lebih mementingkan cara bekerjanya daripada mengurusi cara berpakaiannya. Regan terdiam untuk beberapa waktu. Lalu Aura yakin ia melihat sudut bibir itu tertarik ke atas sedikit. "Fine, mungkin kamu memang sedang mencoba menggoda aku dengan rok super ketatmu itu," kata Regan. Lalu ia memajukan tubuhnya lagi hingga sekarang bibirnya tepat berada disisi telinga Aura. "Jujur aku memang menyukai bokongmu yang seksi itu dan aku tidak ingin pria lain melihatnya. " Regan menarik dirinya lalu membalikkan tubuhnya dan melangkah masuk ke dalam ruangannya tanpa menoleh sedikit pun. Meninggalkan Aura dengan bibir terbuka. Tidak percaya akan perkataan yang baru saja didengarnya dari bibir direkturnya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD