bc

KALILA, Cinta belum usai

book_age18+
1.2K
FOLLOW
15.9K
READ
love-triangle
HE
arranged marriage
heir/heiress
drama
secrets
like
intro-logo
Blurb

#Eroticlovestory

#dewasa

#21+

"Kal, kita bisa bicarakan ini baik-baik. Berpisah bukan jalan yang terbaik." Ardiaz Kevin.

."Jika masa lalu masih menahanmu, rasanya nggak adil buatku yang sudah berusaha memperbaiki segalanya. Aku menganggapmu masa depan, tapi kamu hanya menjadikanku pelarian semata."

Di jodohkan, sudah tidak asing lagi mendengar atau melihat pasangan yang akhirnya menikah karena di jodohkan. begitu juga yang di alami Kalila dan Dias. mereka di jodohkan, tapi bukan kedua orang tua mereka yang merencanakannya, tapi sahabat mereka Kayla.

Pernah patah hati dalam menjalin sebuah hubungan membuat Kalila sedikit menutup diri. Sebutan jomblo akut pun, tersemat untuknya. Hingga sosok yang dianggap sempurna itu datang dan setelah merasa Dias adalah calon suami yang tepat, Kalila pun memutuskan untuk menerima ajakan menikah dari Dias.

Sayangnya Kalila harus merasakan pahitnya kegagalan dalam berumah tangga, setelah tahu suaminya masih mencintai wanita di masa lalu. Pernikahan impian yang diharapkannya bahagia hancur karena kehadiran wanita lain.

chap-preview
Free preview
1. Prolog
Prolog. Jadi, seperti ini akhirnya. Ujung dari perjalanan yang sempat aku yakini akan berhasil. Masa depan memang tidak bisa diramal, percuma saja membuat pengandaian sekarang dan menyesal. Semuanya sudah terlanjur terjadi. Aku menyusuri setiap sudut ruangan, terutama dapur bagian terfavorit di rumah ini. Rumah yang pernah menjadi tempatku pulang, tempatku berlindung dan tempat terhangat yang aku miliki. Aku mencoba merekam keadaan tempat ini, untuk mengingatnya kembali suatu hari nanti sebagai tempat dimana semua mimpi dan angan itu aku tanam. Namun baru tumbuh dan bertunas, langsung dihantam badai besar hingga membuatnya roboh dalam seketika. Aku hanya ingin meyakinkan bahwa di tempat ini, di rumah ini, pernah ada tawa dan cinta yang tercipta. Larat, mungkin hanya ada tawa dan cinta sepihak. Iya, cinta yang aku berikan untuk seorang lelaki yang hari ini statusnya akan berubah dari suami menjadi mantan suami. Mungkin ini terakhir kalinya aku menginjakkan kaki di rumah ini lagi, karena setelah ini kami akan berpisah dan memulai hidup baru. Saat berbalik menuju pintu besar yang ada di ujung lorong, aku sempat melewati dinding besar yang membatasi ruang tengah dan ruang tamu. Dinding bercat putih itu hanya berhiaskan sebuah foto besar. Foto pernikahan kami. Satu tahun lalu, dimana aku dan Dias mengikat janji sehidup semati, di depan semua orang. Kami terlihat bahagia di hari itu. Iya, senyum yang terpancar dari wajahku memang mencerminkan sebuah kebahagiaan, begitu juga Dias. Sayangnya di balik senyum bahagia Dias tersembunyi sesuatu yang tidak pernah aku sadari selama kami dekat. Kami memang tidak langsung dekat dan memutuskan menikah, meski kedekatan kami berdasarkan perjodohan. Lucunya, bukan orang tua yang menjodohkan kami, tapi sahabatku. Kayla. Jika perjodohan yang diatur orang tua sudah terlalu bisa, aku justru menemukan Dias dari perjodohan yang direncanakan Kayla. Kay tidak memaksa kami sampai menikah, tugas Kay hanya sampai pada tahap perkenalan saja atau lebih tepatnya mak comblang. Selebihnya menjadi tugas kami untuk menentukan kemana arah hubungan itu berlabuh. Kami sepakat menikah, karena aku yakin saat itu aku dan Dias sudah saling mencintai. Aku mendesah pelan saat mendengar suara mobil di luar rumah. Aku sudah mencocokan jadwal kedatanganku dengan jadwal Dias yang aku tahu dari sekretarisnya. Menurut penuturan Asti, sekretaris Dias, hari ini dia memiliki jadwal yang cukup padat. Bisa dipastikan Dias tidak akan keluar dari kantor kurang dari pukul empat sore dan sekarang pukul dua. Seharusnya masih ada dua jam tersisa yang bisa aku gunakan untuk mengemas barang-barangku yang masih tersisa. Tidak banyak, karena sebagian sudah aku bawa ke apartemen lamaku. “Kal,” panggilan yang dulu sangat aku sukai dan masih aku sukai sampai detik ini. “Cantik banget kamu di foto pernikahan kita,” aku menoleh. Dia sudah berdiri tepat di sampingku. “Penata rias pilihan Kayla emang nggak salah, dia bisa merubah wajahku seperti orang lain.” Jawabku asal. Tapi patut diacungi jempol penata riasku hari itu. Semua tamu undangan yang datang memuji kecantikanku hari itu, bahkan aku sendiri pun mengakuinya dan merasa cantik. Bukan hanya wajah, gaun yang aku kenakan pun tidak kalah cantiknya bahkan gaun tersebut masih tersimpan di rumah ini, di salah satu lemari di kamar kami. Aku tidak membawanya dan memutuskan untuk meninggalkannya disini. “Gaunnya juga bagus ya, pilihan Kay juga.” Sambungku karena Dias hanya diam menatap foto berukuran besar di hadapan kamu. Entah apa yang dipikirkannya, aku tidak tahu. Lagipula untuk saat ini apa yang ada dalam pikirannya bukan lagi urusanku. “Hampir semua pilihan Kay nggak ada yang gagal.” Lanjut ku lagi. “Hanya aku, pilihan Kay yang gagal, kan?” Dias menoleh dan menatapku. “Mungkin.” Aku hanya mengangkat bahu dan memutus pandang. Pilihan Kay memang tidak pernah salah. Dia selalu menawarkan keindahan dan kesempurnaan yang tidak pernah gagal. Sayangnya keindahan dan kesempurnaan itu tidak berlaku pada Dias, meski dari segi fisik dan finansial Dias termasuk dalam kategori sempurna dan indah. “Kamu nggak bilang mau kesini, aku bisa jemput kalau tahu mau kesini.” Tentu saja aku tidak akan memilih waktu yang tepat untuk datang bersamanya ke rumah ini lagi. “Aku hanya ambil barang-barang ini,” tunjukku pada koper berukuran sedang yang ada di sampingku. Seharusnya dia sudah melihatnya sejak awal masuk. “Kenapa dikemas? Kamu nggak perlu membawanya karena kamu masih bisa tinggal di rumah ini, Kal.” Sikap tenang Dias memang patut diacungi jempol. Di ujung kisruh rumah tangga kami ya g tidak kunjung menemukan titik terang selama dua bulan terakhir, dia masih saja terlihat tenang, seolah kami sedang berbincang santai, bukan pernikahan kami yang sudah berada di ujung tanduk. Selangkah lagi untuk membuatnya tergelincir dan benar-benar hancur tanpa bentuk. “Aku yang akan meninggalkan rumah ini.” Sambungnya. “Rumah ini milik kamu, aku hanya pendatang. Lagipula kamu membelinya sebelum kita menikah, jadi sudah sewajarnya aku yang pergi dari sini. Aku akan kembali ke apartemen lamaku, atau mungkin ke Swiss.” “Tapi, Kal,” “Kamu tahu persis bagaimana aku, bahkan aku pernah bercerita dulu.” Potongku cepat. Aku sudah pernah menceritakan masa laluku yang pernah terjebak cerita rumit antara kak Randi dan Kania. Aku tipe orang yang lebih memilih pergi, aku tidak bisa memulai hidupku tanpa meninggalkan masa lalu. Dias memilih diam, entah kehabisan kata-kata untuk membalas ucapanku atau mungkin ia pun berencana meninggalkan rumah ini sama seperti yang aku lakukan. Si wanita ular itu tentu tidak akan mau tinggal di rumah yang pernah aku tinggali bersama Dias. Harga dirinya setinggi langit. “Aku harus pulang sekarang.” Aku kembali menarik gagang koper yang sempat kutaruh hanya untuk bicara dengannya. Situasinya semakin canggung, mendadak Dias pun membisu. Karena tidak ada respon apapun dari Dias, aku memutuskan pergi dengan menyeret koper ku, tapi baru saja beberapa langkah, tiba-tiba Dias menahan tanganku. “Kal,” panggilnya. Aku menoleh, melihat sorot matanya yang sulit diartikan “Aku minta maaf, Kal.” “Untuk?” Tanyaku pura-pura tidak tahu. “Aku gagal membahagiakanmu,” Aku terpaksa tersenyum. “Kamu nggak gagal, hanya aku yang kurang memahami hubungan yang terjalin antara kamu dan dia. Aku tahu, masa lalu yang kamu miliki sudah menjadi satu paket yang tidak terpisahkan. Tapi sulit bagiku menerima wanita lain ditengah-tengah kita. Aku terlalu egois karena ingin memilikimu seutuhnya. Sementara hubungan kamu dan dia belum usai.” “Kal,” lirihnya. “Aku juga minta maaf, pada akhirnya aku memilih berpisah.” Aku mencoba melepaskan tanganku dari genggaman tangannya. “Aku harus pulang,” “Aku bisa antar.” “Nggak perlu. Proses perceraiannya akan cepat sampai ketemu nanti di pengadilan.” Aku memaksa senyum, sementara Dias tidak menjawab. Aku kembali melanjutkan langkah dengan membawa kepingan hatiku yang sudah tidak berbentuk lagi. Perasaan yang tidak familiar kembali terulang saat aku meninggalkan Jakarta untuk yang pertama kalinya akibat patah hati, dulu. Rasanya hampir sama, tapi kali ini jauh lebih sakit dan menusuk hatiku. Rasanya seperti tercabik-cabik. Aku menoleh sebelum masuk kedalam mobil, Dias masih berdiri disana, mematung di depan teras. Aku hanya bisa tersenyum sebelum akhirnya air mataku luruh tidak terbendung.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
189.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.5K
bc

My Secret Little Wife

read
95.7K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook