1| Mas, aku hamil!

1100 Words
“Mas, aku hamil.” Mario memandangi wanita yang keluar dari kamar mandi dengan berbalut handuk putih. Rambutnya basah, dia pasti baru saja mandi wajib setelah mereka bergulat hampir semalaman. Kalau mereka bertemu, memang aktivitas fisik yang menguras konsentrasi dan tenaga itu satu-satunya kegiatan mengasyikan yang bisa dilakukan. Kalau diajak diskusi atau tukar pikiran, wanita ini tidak bisa diharapkan. Isi kepalanya penuh dengan barang-barang branded dan merk kosmetik yang ingin dimiliki. “Serius? Kamu nggak bohong? Anak aku, kan?” Mario gegas bangkit dari posisi berbaringnya. Mengenakan celana bokser yang semalam dia tanggalkan di ujung tempat tidur. Wanita berhanduk putih itu mengangguk dan menunjukkan sebuah benda pipih berwarna putih. Testpack. Buru-buru Mario mengambil benda itu dan melihat ada garis dua di sana. Positif. “Ah! Hahahaha! Aku akan jadi ayah!” serunya girang ke langit-langit kamar. Dipeluknya tubuh wanita yang hanya mengenakan handuk itu hingga dia kesulitan mempertahankan lilitan handuknya. “Sejak kapan?” tanya Mario. “Sejak kapan kamu tahu kalau kamu hamil. Tau gitu, kan semalam aku nggak akan memaksamu. Aku takut … apa anak kita di dalam tidak apa-apa? Dia baik-baik saja kan?” Mario mengelus perut wanitanya yang masih rata. “Aku nggak tau, Mas. Kupikir juga aku nggak hamil. Tapi udah seminggu ini aku telat. Baru pagi ini sempat test.” Dielusnya perutnya yang masih rata. Di dalam sana, ada janin dari lelaki yang semalam menggaulinya dan akan tumbuh berkembang menjadi seorang bayi. Sebagai seorang wanita dia tentu bahagia. Apa lagi hamil dari lelaki yang memang mengharapkan anak darinya. Tapi ada rasa ragu di hatinya jika mengetahui status mereka saat ini. Apa masih perlu mempertahankan janin ini jika mereka tidak terikat dalam ikatan yang sah? “Mas?” tegurnya pada Mario yang sedari tadi asyik membelai perutnya yang jelas sekali ratanya. Dari wajahnya kelihatan sekali kalau lelaki ini bahagia. Memang ini yang diharapkan darinya selama hubungan mereka. Karena alasan ingin punya anak, makanya Mario mendekatinya yang berstatus janda anak satu. Bagi Mario, rahimnya sudah teruji sehat dan mampu memberikannya keturunan daripada memacari gadis-gadis yang belum jelas subur atau tidaknya. “Iya, Sayang? Kenapa?” tanyanya sambil membingkai wajah wanitanya dengan kedua telapak tangan. Dikecupnya mata, hidung, pipi, dan bibir wanita ini. Bibir lagi. Lagi. Lalu mereka berciuman sangat dalam dan lama sampai akhirnya wanitanya mendorong dadaa Mario agar menjauh. “Aku takut Bapak marah kalau tahu aku hamil di luar nikah. Dulu begini sekarang juga begini. Belum lagi tetangga. Bisa-bisa tensinya ibu makin tinggi mikirin omongan mereka,” keluhnya. Mario mengecup puncak kepala wanita di hadapannya dan membawanya ke dalam pelukan. Tidak ada yang tahu seberapa besar perasaan bahagianya saat ini. Membayangkan dia akan jadi seorang ayah dan memiliki seorang anak membuatnya tidak bisa berhenti untuk tersenyum. Semua anggapan orang-orang padanya pun akan berubah. Sekarang mereka bisa melihat siapa yang salah pada pernikahannya dengan istri sahnya. Dua tahun pernikahan mereka, tidak ada tanda-tanda istrinya akan segera diberi momongan. Sampai ujungnya minggu lalu dia diminta untuk tes kesuburan. What the … ??? Mario kesal karena jelas-jelas kesalahan bukan terletak padanya. Tudingan itu membuat ibunya geram karena merasa tidak ada bibit buruk dalam keluarga mereka. Dengan penuh percaya diri dia meminta Mario melakoni test kesuburan itu walau dia tahu itu percuma. Dia merasa yakin kalau dia baik-baik saja. Dan terbukti memang dia baik-baik saja. Karena sekarang nyatanya dia mampu membuahi satu sel telur dan itu sedang berkembang di rahim wanita selingkuhannya. “Kamu nggak usah khawatir. Asal kamu rawat janin ini baik-baik, aku janji kita akan berakhir di pelaminan.” “Terus istrimu bagaimana? Kamu mau jadikan aku istri kedua?” tanyanya khawatir. Menjadi istri pertama saja dulu dia gagal, apa lagi sekarang harus jadi istri kedua. Yang artinya harus membagi segalanya. Ah, dia tidak mau! Mario mengurai pelukannya dan memandangi wanita yang sederhana dan biasa saja tanpa polesan make up. Tidak seperti istrinya yang cantik natural walaupun tanpa dilapisi make up. Tujuannya berselingkuh dengan dia cuma satu, untuk membuktikan kalau dia memang seorang lelaki sejati. Namun hati kecil Mario masih sayang pada istrinya. Hanya saja tekanan keluarga yang membuatnya mengambil keputusan sepihak dan mengkhianati istrinya. Dia kurang sabar. Padahal dulu dia sabar mengejar istrinya yang idola kampus sampai akhirnya mau menjadi kekasihnya. Dia juga sabar menunggu istrinya menerima pinangannya sampai akhirnya mereka bersanding juga. Dia sabar pada tahun pertama pernikahannya dan mulai kehilangan kesabaran di tahun kedua. “Apa kamu mau aku menceraikan wanita mandul itu dan menikahimu?” tanya Mario lembut. Dibelainya bibir wanita ini. Yang dia belai bibir wanita selingkuhannya tapi entah kenapa dia justru teringat bibir istrinya. Seandainya saja istrinya yang hamil, pasti kebahagiaannya sempurna. “Perempuan mana, sih, Mas yang mau diduain. Aku yakin istrimu juga nggak mau. Aku nggak mau kalau anak kita nantinya jadi kekurangan waktu sama bapaknya,” katanya mencari perhatian Mario. “Beri aku waktu, ya. Aku nggak mungkin menceraikan dia cepat-cepat. Kalau kamu jadi dia bagaimana perasaannya. Terbukti sudah kalau dia mandul dan tiba-tiba dibuang begitu saja karena aku selingkuh. Hubungan kita juga salah. Aku nggak mau nanti malah kita yang dituding balik tidak tahu diri. Aku juga harus menjaga kehormatanku di kantor. Kita masih butuh uang banyak untuk anak kita. Aku belum mau kehilangan pekerjaan,” kata Mario panjang lebar. Diajaknya wanita itu duduk di tepi ranjang hotel. Tempat mereka biasa melakukan perbuatan terlarang di belakang istrinya. Sejak kapan? Entahlah. Kapan tepatnya Mario tidak tahu. Tapi sikap istrinya juga sih yang membuat Mario nekat. Seandainya saja istrinya mau bekerja sama dan berusaha lebih giat, mungkin tidak harus jadi seperti ini. Mario meraup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ini berita bahagia, oke? Dia akan punya anak dan dia bisa membuktikan pada orang-orang yang menuduhnya mandul kalau tuduhan mereka itu tidak benar. Selama ini dia sudah terlalu baik melindungi istrinya dan biar wanita itu saja yang mendapat gelar mandul dari orang-orang. Walau sebenarnya Mario tahu istrinya belum tentu mandul. Mereka hanya tidak bisa melakukan pekerjaan suami istri dengan benar. “Lebih baik kita kasih tahu Mama saja, ya berita bahagia ini. Dia pasti bakalan sujud syukur kalau tahu bakalan punya cucu dari aku.” Mario mengambil ponselnya dan mulai menghubungi nomor yang telah dia hapal di luar kepala. “Mamamu tidak apa-apa kalau tahu kamu selingkuh?” tanya wanitanya heran. “Dia nggak peduli aku tidur sama siapa asalkan dia punya keturunan dan anaknya nggak dituduh mandul.” Mario tersenyum dan mencubit pipi selingkuhannya. Telepon terhubung dan suara seorang wanita menyahut dari seberang. “Ma, pacarku hamil. Mama bakalan punya cucu sebentar lagi.” Teriakan histeris bahagia terdengar riuh dari ujung ponsel sampai Mario harus menjauhkan ponsel dari telinganya. ‘Yang penting Mama bahagia. Yang lain diurus belakangan.’©
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD