Chapter 1

2274 Words
Seoul, 2020                         Suara isak tangis, jeritan dan teriakan pilu memenuhi ruangan yang penuh dengan orang-orang yang berpakain serba hitam. Suasana di ruangan itu begitu menyedihkan. Orang-orang tak mampu menahan isak tangis mereka ketika melihat sesorang yang tengah berbaring di dalam peti mati disana.             Seorang wanita tua yang duduk bersisian dengan anak laki-lakinya, tak kuasa menahan tangisnya ketika melihat anak perempuannya kini terbaring kaku di dalam peti mati itu. Lee Areum, adik dari seorang aktor terkenal Lee Dae Wook ditemukan gantung diri di sebuah ruang kelas pagi tadi. Berita itu menyebar dengan cepat. Semua orang terkejut mendengar kabar itu. Terutama bagi sang kakak, Lee Dae Wook.             Acara penghormatan itu di datangi oleh sanak saudara dan teman-teman artis Dae Wook. Dirinya menggantikan posisi sang ibu yang harusnya menyambut para tamu yang datang. Kondisi ibunya begitu buruk.             Ucapan penyemangat tak bisa membuat Dae Wook merelakan kematian sang adik. Ia menyalahkan dirinya sendiri karena tak bisa menjaga adiknya dengan baik. Selama ini ia tak bisa bersama dengan adiknya karena kesibukan dirinya. Rasanya ia ingin memutar waktu untuk menghabiskan lebih banyak kenangan dengan adiknya.             Teman-teman Areum juga mengahdiri acara penghormatan itu. Mereka juga tak bisa menahan tangis mereka. Mereka tidak menyangka Areum yang mereka kenal sebagai orang yang selalu ceria, mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.             Suara tangisan yang menyedihkan itu tertangkap di telinga gadis yang sedang berbaring itu. Lee Areum, gadis yang terbujur kaku itu perlahan-lahan menggerakkan bola matanya. Ia mencoba membuka matanya yang terasa berat. Suara tangis yang ia dengar membuat pusing dikepalanya bertambah sakit.             Setelah ia berhasil membuka matanya, cahaya putih menyialaukan lansung mengahalau pandangannya. Ia mengernyit samar. ‘Dimana aku? Kenapa begitu silau? Apakah ini di rumah sakit?’             Areum mencoba menggerakkan jemari tangannya. Rasanya seperti kebas. Ia melirik ke arah sampingnya. ‘Apa ini? Apa ini sebuah kotak? Aku dibaringkan di sebuak kotak? Dan mengapa juga aku harus memegang bunga seperti ini? Sebenarnya aku ada dimana?”             Suara tangisan terdengar oleh Areum. Ia semakin bingung dengan tempat ini. Areum berusaha untuk bangun dan melihat keadaan sekitar. Saat ia sudah terduduk ia melihat wajah-wajah asing yang tak ia kenal, ia juga melihat foto seorang perempuan yang sedang tersenyum berbingkai bunga. Ia melihat ke tempat dimana ia berbaring, dan ia baru sadar bahwa ia sedang berbaring di peti mati. ‘What the hell!!! Kenapa aku di taruh di peti mati? Orang sialan mana yang telah menaruhku disini?!! Jika memang aku sudah mati harusnya aku dikuburkan!. Bukan di tempatkan di peti mati seperti ini!. Eh? Tunggu dulu! Mati? Aku sudah mati?”             Areum sibuk dengan pemikirannya sendiri sampai ia mendengar teriakan kencang seseorang membuyarkan pikirannya dan menoleh ke arah orang itu. “AAAAAAAA”             Semua orang menoleh kesumber suara dan betapa shocknya mereka ketika melihat mayat Areum yang tengah duduk di peti mati itu. Semua orang berhamburan keluar dari ruangan itu. Mereka ketakutan melihat mayat yang seharusnya sudah tak bernyawa itu kini tengah duduk dan memandang mereka bingung.             Disaat semua orang tengah berusaha untuk keluar dari ruangan itu, seorang wanita paruh baya memandang Areum tak percaya. Wajah sedihnya berganti dengan wajah shock. Perlahan ia mendekati Areum. Matanya yang membengkak karena menangis tiada henti mulai memerah kembali. Air matanya tergenang.  Ia menatap lekat pada putrinya. Tangannya ia ulurkan untuk mengusap pipi anaknya itu. Hangat. Pipi itu terasa hangat di kulit tangannya. Seketika, air mata yang ia tahan sedari tadi menetes begitu saja.             Tangannya kembali bergetar, ia menangis namun juga merasa bahagia. Ia rangkum wajah anaknya dengan kedua tangannya. Isakan tangisnya tak mau berhenti. Ia elus wajah anaknya itu. Setelahnya ia bawa putrinya itu kedalam pelukan eratnya. “Kau hidup…. Hiks… kau hidup….” Ucap wanita itu sembari memeluk anaknya. Lee Areum, gadis yang baru saja terbangun dari kematiannya tidak merespon wanita yang sedang memeluk dirinya. Dia masih mencerna situasi yang ada. Ia bingung bagaimana bisa ia berada di tempat aisng ini. *** Lee Dae Wook yang berada di luar rumah duka menatap heran orang-orang yang berlari terbirit-b***t keluar. Mereka lari dengan wajah ketakutan. Dae Wook tidak mengerti apa yang tengah terjadi. Ia baru saja keluar sebentar untuk mengantar tamu yang baru saja pulang. Dae Wook melihat salah satu orang yang dikenalnya yang juga ikut berlari keluar. Dae Wook mencegat orang itu. “Chan-ah, apa yang terjadi? Mengapa orang-orang lari terbirit-b***t seperti itu?” Tanya Dae Wook. Sungchan, kenalan Dae Wook di dunia artis, menatap Dae Wook kaget. “Hyung, adikmu… dia hidup, dia bangun, dia duduk di peti… aku melihatnya. Aku jelas melihatnya duduk tadi. Dia bangun, dia..” Sungchan menjawab Dae Wook dengan bingung, panik, dan takut. Ia tak tau bagaimana harus menjelaskan dengan benar kepada Dae Wook. Ia sama masih terkejut dengan apa yang barusan ia lihat. “Apa maksudmu? Jelaskan pelan-pelan.” Sungchan menatap Dae Wook panik. Setelahnya, ia mencoba untuk menenangkan dirinya. Namun, ia tak bisa. Semuanya terlalu aneh untuk ia cerna. “A..a..a..a..aku tak tau. Tiba-tiba adikmu bangun, di..di..dia hidup lagi. Aku tak berbohong. Kau bisa melihatnya sendiri.” Setelah mengatakan itu, Sungchan berlari meninggalkan Dae Wook yang terdiam. Dae Wook mencoba memahami perkataan Sungchan. ‘Adikku? Bangun? Hidup? Apa maksudnya?’ Dae Wook mengernyitkan dahinya tanda ia berfikir keras. ‘Areum? Apakah? Tidak mungkin kan?’ Dae Wook berlari memasuki rumah duka itu. Ia ingin tak percaya dengan dugaannya. Tetapi ia juga berharap dugaannya benar. Dae Wook menerobos orang-orang yang keluar dari rumah duka itu. Ia berlari ke ruang peristirahatan adiknya. Dae Wook berdiri kaku di ambang pintu. Jika ini mimpi, ia tidak ingin terbangung. Ia tak ingin mempercayai apa yang tengah ia lihat. Di depan sana, ia melihat gadis yang ia sayangi berada di pelukan ibunya. Perlahan ia berjalan mendekati dua wanita itu. Mereka berdua tidak menyadari kehadiran Dae Wook. Dae Wook ingin menangis kencang. Ia bahagia, tetapi ia tak ingin semua ini hanya sebuah ilusi saja. “Areum-ah..” panggilnya. Menyadari ada seseorang di sana, kedua wanita itu menoleh dan mendapati Dae Wook yang berdiri dengan wajah yang penuh air mata. Sang ibu melihat Dae Wook yang berdiri di belakangnya. Ia melepaskan pelukannya pada putrinya. Ia memegang lengan putranya, sembari menangis ia mengatakan pada putranya bahwa sang adik hidup kembali. “Wook-ah… adikmu… Areum, dia hidup.” Dae Wook masih memandang adiknya tak percaya. Ia tak menghiraukan perkataan ibunya. Dirinya seolah tuli, ia hanya fokus pada Areum. Ia melihat adiknya dengan seksama. Di depannya, ia melihat bagaimana adiknya kembali bernafas. Ia mendekati sang adik. Ia melakukan hal yang sama seperti ibunya. Ia menyentuh pipi adiknya. Walau tak ada rona merah yang biasa menghiasi pipi adiknya, namun ia masih bisa merasakan kehangatan yang berasal dari adiknya. Dae Wook menangis tanpa suara. Sekali lagi ia tak ingin mempercayainya, tetapi ia tak bisa memungkiri jika adiknya telah hidup kembali. Ia bawa adiknya kedalam pelukan eratnya. Ia memebenamkan wajahnya di bahu sang adik. Sedangkan Areum, ia semakin bingung dengan keadaan ini. “Ma.. ma..a..a…f” Areum mencoba berbicara, namun suara yang keluar seperti lirihan baginya. Mendengar lirihan adiknya, Dae Wook melepaskan pelukannya dan menatap adiknya. Sang ibu pun ikut mendekat. “Ada yang ingin kau katakan, nak?” Tanya ibunya “Ma… af” kata Areum Dae wook dan ibunya saling tatap. Mengapa Areum meminta maaf, mereka tak mengerti. Areum sendiri menyumpahi tenggorokannya yang terasa kering itu. ‘Mereka tidak berniat untuk memberiku minum apa? Tenggorokanku sangat kering’ “Areum-ah… mengapa kau meminta maaf?” Tanya Dae Wook Areum menghembuskan nafasnya pelan. Ia ingin sekali teriak dan mengatakan pada mereka kalau ia butuh air dan juga ia tak mengenal mereka berdua. Apalagi Areum-Areum yang sedari tadi mereka sebut itu. “Ka..lian siapa? Siapa A.. reum?” Tanya Areum. Dae wook dan ibunya dibuat kebingungan oleh Areum. Apakah Areum kehilangan ingatannya? Tapi, apakah bisa begitu? Yang jelas Dae Wook dan ibunya tak mengerti harus bereaksi bagaimana. *** Adelia menatap ruangan yang beraroma obat-obat an serta  bercat putih itu. Ya, Adelia, gadis yang mengalami kecelakaan mobil dan entah bagaimana caranya ia bisa terbangun di tubuh seseorang yang bernama Areum. Itulah mengapa ia tak mengenal siapapun yang berada di Rumah Sakit ini. Ia juga bingung, bagaimana bisa dirinya berada di tubuh orang lain. Apakah kecelakaan itu yang penyebabnya? Tetapi bagaimana caranya? Adel mengehembuskan nafasnya kasar. Ia tak mengerti bagaimana bisa dirinya berakhir seperti ini. Jika ia berada di tubuh Areum, apa itu artinya jiwa Areum berada di tubuhnya? Lalu bagaimana dengan kuliahnya? Skripsinya? Bagaimana jika Areum tak mengerti apapun tentang dirinya? Tunggu… mengapa juga ia harus mempermasalahkan hal itu? Seharusnya ia mengkhawatirkan dirinya yang sekarang bukan? Bagaimana nasibnya kedepan? Tetapi, mau dipikirkan bagaimapun juga, semuanya sama-sama harus dikhawatirkan. Ia sendiri tak tau bagaimana kehidupan Areum disini. Ia bahagiakah atau menderita. Jika diingat kembali terakhir ia bangun, sepertinya Areum memiliki hidup yang berat. ‘Aaaaaaa tidak tau lah. Diriku pusing!!!’ Adel mengusak kepalanya kasar. Ia bingung dengan keadaannya yang sekarang. ‘Mama aku ingin pulang huaaaaa’ Cklek!               Adelia, atau bisa kita sebut dengan Areum. Karena nyatanya tubuh itu milik Areum yang berjiwa Adelia, melihat seorang dokter yang memasuki ruang inapnya.             Seorang dokter yang ekhem tampan memasuki kamar rawat inap Areum. Areum melihat dokter muda itu dan ia dengan sigap menata kembali rambutnya yang tadi berantakan. Dokter itu duduk di kursi yang berada di samping ranjang pasien milik Areum. Dokter itu tersenyum kepada Areum.             “Bagaimana keadaanmu?” Tanya Dokter itu.             “Baik dokter.” Jawab Areum             “Kau pasti bingung dengan keadaanmu saat ini. Tapi, aku sendiri juga tidak tau bagaimana harus menyikapi situasimu sekarang. Jujur saja, ini adalah kasus pertama yang kutemui sebagai dokter muda. Jadi, aku harap kau mau bekerja sama denganku agar semuanya berjalan baik ya.”             “Baik dokter.”             Dokter itu menegakkan duduknya dan mulai serius bertanya pada Areum. Dokter itu membuka berkas yang ia bawa dan bersiap mencatat jawaban Areum.             “Baiklah, aku akan menanyakan pertanyaan yang mendasar. Siapa namamu?”             “Adelia Larasati.” Jawab Areum. Dokter itu menatap Areum intens, ia mencatat jawaban Areum dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan.             “Umurmu?”             “21 tahun”             dokter itu terus menanyakan pertanyaan yang paling mudah untuk Areum jawab.             “Adelia-ssi, pertanyaan yang selanjutnya ini membutuhkan jawaban yang tepat. Kuharap kau menjawab pertanyaanku dengan benar.” Areum mengangguk paham.             “Apa kau ingat kejadian sebelum kau meninggal?”             “Ya, aku mengingatnya. Waktu itu aku selesai melakukan bimbingan dengan dosen. Aku berniat untuk pulang berjalan kaki ke rumah, tetapi di tengah jalan aku melihat seekor kucing yang berada di jalanan yang ramai kendaraan. Saat itu, aku berniat untuk menolong kucing itu dari mobil yang hendak menabrak si kucing. Tetapi, malah berbalik pada diriku sendiri. Hal terakhir yang kuingat adalah rasa sakit pada pinggul dan tubuhku yang melayang dan menghantam aspal jalanan dengan keras. Setelah itu semuanya menjadi gelap.” Dokter itu mendengarkan dengan seksama penuturan Areum. Ia mengernyitkan dahinya bingung. Pengakuan milik Areum dengan kesaksian dari kepolisian sanga berbeda. Perlahan ia mencoba memahami semua jawaban Areum. “Jadi kau tertabrak mobil dan setelahnya kau bangun kembali dalam keadaan kau yang akan di kebumikan?” “Iya kurang lebih seperti itu dokter.” “Apa kau mengenal kedua orang yang berada di luar itu?” Areum menoleh ke arah jendela kaca yang menampakkan dua orang yang tak ia kenal. “Aku mengenal salah satu diantaranya. Yang laki-laki itu, dia seorang artis bukan? Teman-temanku banyak yang membicarakannya.” “Lalu yang di sebelahnya?” Areum menatap wanita yang sedari ia bangun mengaku sebagai ibunya. “Aku tak mengenalnya.” Selesai menjawab itu, dokter tampan itu meninggalkan Areum sendirian di ruang inapnya. Ia juga di perbolehkan pulang setelah ia menghabiskan cairan infusnya. Dae Wook dan Ibunya menghampiri dokter itu dan menanyakan keadaan Areum. “Bagaimana dokter? Anakku baik-baik saja bukan?” Tanya sang ibu. “Lebih baik kita bicarakan ini di ruangan saya. Mari ikuti saya.” Dae Wook dan Ibunya mengikuti dokter itu dan meninggalkan Areum yang menatap mereka dari dalam kamar inapnya. *** Dae Wook dan ibunya duduk di hadapan dokter itu. “Begini, untuk saat ini, saya hanya bisa mengatakan bahwa pasien Lee Areum mengalami hilang ingatan.” Kata Dokter itu. “Hilang ingatan dok?” Tanya sang Ibu. “Iya, Nyonya.” “Tetapi bagaimana bisa? Apakah orang yang hidup kembali setelah mati akan mangalami hal seperti ini?” “Untuk penjelasan lebih jauh, saya masih belum bisa menemukan jawaban yang tepat. Oh dan lagi, apakah Areum memiliki teman bernama Adelia?” “Adelia? Teman-temannya tidak ada yang bernama Adelia.” “Areum menyebut dirinya sebagai Adelia. Dan dia juga mengatakan bahwa hal terakhir yang ia ingat adalah ia tertabrak mobil saat dalam perjalanan pulang. Dari pengakuan Areum, sangat berbeda dari kesaksian yang diberikan oleh polisi. Dari sini, saya mempunyai beberapa praduga. Pertama, Areum mungkin saja meninggal karena kecelakaan, namun mayatnya dipindahkan oleh si penabrak dan membuat seolah-olah Areum bunuh diri. Kedua, orang terakhir yang ditemui Areum mungkin saja Adelia. Ketiga, Adelia bisa saja menjadi pelaku dari kasus Areum. Itu semua hanya hipotesisku. Untuk selanjutnya kita hanya bisa menunggu perkembangan dari Areum.” Dae Wook dan Ibunya terdiam mendengar penjelasan dari Dokter. Mereka tak tau harus merespon bagaimana. Semua kejadian hari ini sudah sangat menyita emosi dan pikiran mereka. Dimulai dari berita kematian Areum hingga kejadian Areum yang tiba-tiba hidup kembali. Membuat mereka merasa sedih dan senang sekaligus. Sekarang, setelah Areum kembali kepada mereka, mereka harus menerima kenyataan yang menyakitkan. Satu hal yang mereka sayangkan dari kejadian hari ini. Areum kehilangan ingatannya. Artinya, dia tak mengenal dirinya dan ibunya. Mengapa takdir mempermainkan mereka seperti ini? Kesalahan apa yang telah keluarganya lakukan sehingga ia dan keluarganya harus menanggung takdir yang seperti ini? Yang jelas, Dae Wook dan ibunya sudah bersyukur bahwa Areum kembali lagi pada mereka. *** Seorang laki-laki yang berdiri di balkon kamarnya, ia mengenakan kemeja putih dengan celana kain berwarna hitam. Laki-laki itu melihat ke arah seorang gadis yang berada di bangungan di depannya. Seorang gadis yang mengenakan pakaian rumah sakit yang tengah tertidur. Laki-laki itu mengambil potret gadis tersebut melalui ponselnya. Setelah melihat hasil bidikannya yang bagus, laki-laki itu memasuki kamarnya dan menutup korden jendela kamarnya.                             
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD