Part 15 Curhat Aurel

1035 Words
“KIANDRAA!! BANGUUNN!! GUE SEBELL!!!” teriak Aurel. Kiandra seketika kaget, dia langsung terbangun karena teriakan Aurel. “Ada apa Rel? Gue masih ngantuk nih.” Kiandra melirik jam di nakas, masih jam delapan pagi, artinya dia masih tidur hanya dalam waktu tiga jam, dia benar-benar mengantuk dan membutuhkan tidur, tetapi temannya terlihat sebal, seperti ada sesuatu yang terjadi. “Gue sebel sama anak Garuda Kencana, masa dia nantangin gue buat main basket?” ucap Aurel mengerucutkan bibirnya. “Lo terima tantangannya?” tanya Kiandra sembari melongo, dia sangat hafal dengan Aurel, pasti dengan wajah angkuhnya Aurel menerima tantangan itu. Kiandra menggelengkan kepalanya menatap Aurel, menerima taruhan pertandingan itu sangatlah buruk, masalahnya Aurel sama sekali tidak bisa bermain basket. "NONONO! Mending lo mundur Rel!" ucap Kiandra menatapnya serius. Aurel merebahkan dirinya di kasur, menatap langit-langit kamar. Dia memejamkan matanya sejenak, pusing dengan apa yang terjadi. "Gila aja gue tiba-tiba nolak, gue tadi udah sok keren," ucap Aurel menertawakan dirinya sendiri. Dia sama sekali tidak bisa bermain basket, mendribble saja payah. Lain halnya dengan Kiandra yang sejak kecil sudah akrab dengan bola basket. "Iyaudah kalau gitu lo latihan aja," ucap Kiandra ikut merebahkan diri di samping Aurel. "Ki, tapi dia cakep," ucap Aurel sembari mengingat wajah Reza. "Emang, anak Garuda Kencana kan cakep semua, tapi mereka kalau main itu kasar, kemarin aja kata Davon dia disikut, dipukul, dijegal pas main, intinya mainnya keroyokan sampai kemarin gue bawa Davon ke rumah sakit." Aurel menatap Kiandra, dia baru tahu kabar ini. "Loh? Serius?" tanya Aurel yang dijawab anggukan oleh Kian. "Ayok mandi, gue mau jenguk Davon terus hangout." Di rumah sakit, Davon dijenguk oleh teman sekaligus tetangganya, mereka sudah saling mengenal sejak kecil. Alea, gadis seumuran dengannya yang sekolah di SMA Garuda Kencana. "Kok lo bisa sih digebukin sama si Reza? Itu anak minta bogem dari gue," ucap Alea kesal. "Santai aja, Reza paling cuma emosi." Davon kembali memakan makan paginya setelah mengucapkan kalimat itu. Ibu dan ayahnya bahkan tidak ada yang menjenguk, bahkan hanya mengirim pengawal untuk menjaga di depan. Sempat terbesit pertanyaan dalam diri Davon, apakah ayah dan ibunya baru datang kalau mendengar kabar kematian dirinya? "Eh bentar," ucap Alea. Dia mendekat lalu membersihkan bekas nasi yang menempel di sudut bibir Davon. Kiandra yang hendak masuk, menghentikan langkahnya, tangannya tidak jadi membuka daun pintu, dia bisa melihat dari kaca pintu dengan jelas Davon dengan gadis yang dia tak tau namanya tertawa dan terlihat mesra, entah kenapa Kiandra merasa panas hatinya. "Rel, kita mending langsung ngemall deh." Kiandra menarik tangan Aurel, wajah Kiandra memberengut kesal. Sekilas Aurel melihat di kamar Davon ada seorang gadis di sana. "Loh kenapa enggak jadi?" ucap Aurel. Kiandra menggeleng lalu memesan taksi. "Lo suka ya sama Davon?" tanya Aurel langsung. Kiandra menatap Aurel dengan tatapan garang. "Enggaklah, ngapain gue suka sama Davon? Ogah," ucap Kiandra melipat kedua tangannya. Aurel hanya tersenyum simpul, jelas-jelas dia bisa menangkap raut cemburu di wajah Kiandra. Dia terlihat marah melihat gadis yang bersama Davon. Sejenak Kiandra menjadi ingat saat Davon berciuman di depan bioskop. Mungkin Davon memang memiliki banyak teman perempuan, entah kenapa Kiandra jadi membencinya. "Ciuman itu jadi hal biasa yang dilakuin sama orang?" tanya Kiandra tiba-tiba. "Tergangtung sih, ada yang nganggep ciuman itu hal sakral, ada juga yang enggak." Kiandra menunduk lemah, sepertinya dia tidak cocok dengan Davon, Kiandra selalu menganggap ciuman bukan hal sembarangan, tetapi Davon seolah melakukan hal itu tidak ada apa-apanya dan sudah biasa. Kiandra menjadi agak kesal. Dia lalu mengingat bagaimana dia mengalungkan kelingkingnya pada Davon, dia baru mengingat status mereka hanyalah teman, kenapa harus bingung dan mengurusi kehidupan pribadi Davon. “Lo mikirin apa sih? Kenapa sama ciuman?” tanya Aurel. Kiandra tidak menjawab, dia hanya menggeleng pelan. Mereka berdua menghabiskan waktu di mall, Kiandra berjalan dengan wajah tidak moodnya, hanya membuntuti Aurel dari belakang, bahkan saat Kiandra berjalan dia hanya menunduk, sampai dia terjatuh karena menubruk seseorang. Kiandra mendongak, saat itu juga dia terkejut menatap orang yang menabraknya. “Fab—Fabian?” ucap Kiandra. Dia segera berdiri, namun Fabian membulatkan matanya, sama terkejutnya, dia berbalik lalu berlari pergi, Kiandra hendak mengejarnya namun Fabian menghilang diantara keramaian banyak orang. Benar dugaan Kiandra, Fabian pasti masih ada di kota ini, dia sangat yakin Fabian masih di sini. Harusnya Fabian menjelaskan keadaan dengan Lisa, agar Kiandra dan Lisa tidak menjadi salah paham. “Loh kenapa Ki?” tanya Aurel sembari memasukkan handphonenya ke dalam tas. Tangan kirinya membawa tas belanjaan yang begitu banyak, sepertinya Aurel sedang gila shopping. “Itu, gue tadi lihat Fabian,” jawab Kiandra masih memperhatikan keramaian. Dia sangat yakin melihat Fabian barusan, wajah, postur tubuh, semuanya dia masih sangat hafal bahwa itu Fabian. “Lo salah lihat kali Ki, Fabian kan katanya keluar negeri,” ucap Aurel. Kiandra menghela nafasnya lalu kembali mengikuti Aurel berbelanja lagi. Entah Fabian atau bukan, tetapi Kiandra bisa mengingat wajah anak laki-laki tadi. Sangat mirip dengan Fabian. Aurel mengecek ponselnya yang berdering, tertera nama Reza di sana, Aurel berdecak kesal. Mau apa Reza menelfonnya saat liburan begini. Entah kenapa Aurel menjadi malas mengangkatnya. “Ya? Kenapa lo telfon gue?” “Idih galak banget si lo, ntar sore mau latihan basket enggak?” tanya Reza “Sore? Jam tiga abis ashar ya, lo jemput gue tapi.” “Oke.” Telepon lalu dimatikan, Kiandra menatap Aurel, memincingkan matanya, diam-diam Kiandra menangkap sinyal bahwa sahabatnya itu mulai memiliki rasa dengan anak SMA Garuda Kencana. “Siapa dia? Yang ngajakin lo rival?” tanya Kian menaikkan alisnya sembari menyendokkan es krim. “Iya, dia Reza.” Kiandra seketika tersedak, dia hampir saja memuncratkan es krim dari mulutnya. “REZA? OH GOD! REZA KAPTEN BASKET?” tanya Kiandra terkejut. Pantas saja Aurel terpesona dengannya. Siapa yang akan menyangkal ketampanan Reza? Sudah pasti Aurel akan terpikat oleh Reza. “Iya, gue gatau sih dia kapten atau bukan, kenapa emangnya Ki?” tanya Aurel. “Dia itu yang udah mukulin Davon. Astaga, lo kok mau sih terima tantangan dia? Dia itu terkenal larinya gesit, ya walaupun kemarin kalah sih, tapi dia itu mainnya udah jago, apalagi kapten basket. Lo gak gila apa nerima tantangan dia?” Aurel hanya meringis, dia tak tau kalu Reza kapten basket, tapi Aurel sudah terlanjur menerima tantangan, dia tidak bisa mundur lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD