Bab 2 Nampak garang

1208 Words
Didalam mobil Daniel. "Tuan Daniel, apakah saya harus mencari warung kopi?" Tanya pak supir pada bosnya tersebut, namun seketika pak supir hanya mendelik menahan takutnya, saat ia menatap wajah bosnya dari kaca spion depan. Wajah bosnya yang sudah merah padam dan seakan akan meledak. "Pulang!" Ucap Daniel dengan dengusan kesalnya, dimana saat itu baru pertama kalinya ada seorang gadis yang menghinanya sedemikian rupa, dan itupun gadis kampung. "Kenapa sih papa nyuruh aku yang lihat lokasi pembangunan! Mana disini pedalaman banget! Amit amit deh kalau aku sampai dapat jodoh orang sini!" Ucap dengus kesal Daniel dalam hatinya, dan sembari menatap uang lembaran serarus ribuan dibawah kakinya, uang yang tadi dilempar oleh gadis kampung yang songong kearahnya, seketika itu Daniel langsung menginjak injak uang tersebut. "Nenek! Nenek! Nenek!" Ucap Qiran dengan teriakanya saat masih berada di luar rumahnya, seketika langkahnya terhenti tepat di depan pintu dengan nafas yang memburu, terlihat masih ngos ngosan, sembari mengatur nafasnya, dan kedua tangan yang masih membawa tas dan ember kosong, tanpa terasa matanya berkaca kaca, namun bibirnya tersenyum senang, saat melihat sosok yang sedang ia khawatirkan ternyata sudah berada di dalam rumah. "Eh...kok malah bengong...ayo masuk! Bantuin nenek!" Ucap nenek dengan nada yang biasa Qiran dengar, rupanya sang nenek tengah kuwalahan mengatasi air hujan yang masuk karena genteng yang menutupi rumahnya banyak yang bocor, Lalu dengan senang, Qiran seketika berlari menuju sang nenek dan memeluk tubuh yang sudah tua renta itu dengan eratnya. "Qiran takut nenek kenapa napa..." Ucap Qiran dengan isakanya, dengan kedua tangan yang masih mengalung memeluk sang nenek. "Qiran...kalau kamu kayak gini! Nanti malam kita akan tidur di kasur yang basah, kamu mau?" Ucap sang nenek yang baru menyadarkan Qiran atas apa yang terjadi. "Hah, astaga nenek!" Ucap Qiran sembari berhambur dan bergegas mengambil wadah seadanya untuk menampung tetesan tetesan air hujan yang jatuh. Hingga malam kian larut, hujan masih terus mengguyur, nampak sang nenek yang sudah kelelahan, akhirnya Qiran meminta neneknya untuk istirahat, dan semua sayuran yang belum di kemas itu pun kini menjadi tanggung jawab Qiran, padahal saat itu, ia masih sibuk membuang air hujan yang penuh yang telah ia tampung di wadah wadah seadanya. Pikiranya melayang, menerawang, membayangkan, bahwa akan ada seorang pangeran yang akan datang menjemputnya dan mengajaknya hidup bersama di istana megah miliknya, Istana yang setiap gadis seusianya inginkan. "Akh! tidak! tidak! pokoknya nggak boleh! nggak boleh ninggalin nenek sendirian." Ucap Qiran seketika sembari membuka matanya, mengucek uceknya perlahan karena sepat yang ia rasakan, saat itu ia pun mengantuk, namun kerjaan di dapur belum ada yang di kerjakannya gara gara menunggu air hujan yang jatuh dari genteng bocor dan memenuhi wadah yang ia pasang disana, lalu setelah penuh, Qiran akan mengangkat dan membuangnya keluar. "Akh capeknya!" Keluh Qiran saat ia mulai mengeluarkan sedikit demi sedikit sayuran dari dalam tas tas besar yang neneknya tadi bawa. Qiran mulai menimbang dan membungkusnya dengan kresek dan plastik yang sudah di siapkanya. Tanpa terasa waktu pun sudah menunjukan pukul sebelas malam, namun juga semua kerjaannya di dapur belum terselesaikan. "Kruyuuuk..." Suara kruyukan dari perut Qiran, rupanya dari tadi sore saking sibuknya, ia lupa belum memakan sesuatu. Lalu, ia pun mengambil sebungkus mie instan dan mulai menyeduhnya, hingga usai dengan makan nya, Qiran pun mulai lagi dengan acara membungkusnya. Aktivitas seperti itu sudah Qiran kerjakan sejak ia kelas lima SD. Ia sudah terbiasa akan hal itu, namun malam itu berbeda dari malam malam biasanya. Biasanya sang nenek membantunya sampai usai. Namun, malam itu ia sendirian yang mengerjakanya. Tepat hampir pukul dua belas malam, dimana Qiran baru menyelesaikan tugasnya, dan menarik kedua tanganya keatas untuk meregangkan semua otot di bahu dan punggungnya, lalu beralih berdiri dan memutar pinggangnya kekiri kekanan, kemudian menuju ke kamar mandi untuk mencuci kaki serta tanganya, barulah ia berangkat untuk menuju ke kamarnya. Namun, sebelum ia sampai ke kamar yang akan ia tuju, Qiran berhenti tepat di depan kamar sang nenek. Sebuah kamar dengan pintu yang hanya di tutup kelambu yang sudah usang namun bersih. Perlahan lahan Qiran pun menyibakan kelambu tersebut, nampak sang nenek terlihat menggigil kedinginan di atas ranjangnya, dengan kedua tangan yang bersedekap menangkup di depan dadanya, dan posisi tubuh yang meringkuk diatas pembaringanya. "Nenek!" Teriak Qiran saat ia melihat sang nenek tengah kedinginan, segera saja Qiran mengambil semua selimut yang ada dari dalam almari pakaianya, serta selimutnya sendiripun ia bawa serta ke kamar sang nenek, menyelimutinya dengan perlahan lahan, hingga beberapa lapis selimut sudah tersusun diatas tubuh neneknya. Perlahan lahan Qiran mengulurkan tanganya, menempelkan punggung tanganya di dahi nenek nya. "Panas! Sangat panas, nenek...apa yang harus Qiran lakukan nek? apa?" Ucap Qiran dengan mata berkaca kaca dan ingin menangis, namun seketika sang nenek terbngun dan membuka kedua matanya perlahan lahan. Gadis bodoh! nenek hanya kedinginan, tidak apa apa! kenapa kamu mau nangis? sana ambil obat turun panas di laci, biar nenek minum obatnya." Ucap sang nenek yang menenangkan hati Qiran seketika. Dengan cepat dan tangan gemetaran, Qiran mengambil obatnya, mengupaskan kulitnya dan langsung memberikanya pada sang nenek. "Ini nek..." Ucap Qiran saat mengulurkan tanganya untuk memberi air minum pada neneknya. "Qiran, apakah itu gelang yang almarhum kakekmu berikan nak?" Tanya sang nenek saat ia melihat gelang antik yang Qiran pakai di tangan kirinya. "Oh...iya nek, bagus kan? Qiran suka nek." Ucap Qiran sembari memperlihatkan gelang tersebut pada nenek nya, terlihat biasa saja dan tak ada yang spesial. "Apa kata almarhum kakek saat memberikan gelang itu padamu nak?" Tanya sang nenek lagi, ia seperti tengah mengingatkan Qiran pada apa yang kakeknya ucapkan. Sesaat Qiran pun menerawang, mengingat ingat kembali perkataan almarhum kakeknya dua tahun yang lalu, sebelum sang kakek pergi untuk selamanya. "Kakek saat itu bilang gini nek. Cucuku, kelak kamu akan bahagia jika tahu makna dari gelang ini, disimpan baik baik, dijaga, dirawat ya, dan jangan sampai kamu menghilangkannya! kelak saat sudah waktunya, kamu pasti akan mengetahuinya." Ucap Qiran yang mengulangi apa yang kakeknya itu katakan padanya. "Terus!" Ucap sang nenek yang membuat Qiran tak mengerti. "Kok terus nek? kan udah usai, kakek hanya bilang gitu aja sama Qiran." Ucap Qiran yang mendapat ketukan ringan dikeningnya oleh jari tangan sang nenek. "Gadis bodoh! Kamu ini! Kakek suruh kamu simpan, jaga, dan rawat! bukanya pakai, gimana kalau sampai rusak? atau hilang itu gelang? mau nyari kemana lagi? mau kakekmu nggak tenang di kuburnya sana?" Ucap sang nenek seakan memarahi Qiran, namun Qiran malah menyukainya, karena kebawelan sang nenek lah Qiran terhibur dan bahkan bisa kadang kadang tertawa, nenek pun harusnya merasakan hal yang sama seperti yang Qiran rasakan. "Iya, iya nek...aku simpan, akh sudah lah nek. Qiran mau tidur dulu ya sambil mau nyimpan ini gelang." Ucap Qiran yang akan beranjak berdiri dari duduknya, namun tangan sang nenek sudah mencekal menyegahnya, hingga membuat Qiran terduduk kembali dan menatap sang nenek yang masih dalam posisi setengah duduk. "Qiran, bisakah besok nenek istirahat? kamu yang jualan di pasar ya? kan nenek sudah terlanjur kulakan sayuran dari petani, masak iya kamu nggak mau jualin? nenek merasa capek nak." Ucap sang nenek yang merasa ia sangat lelah dan letih kala itu, hingga sang nenek memutuskan untuk meminta bantuan Qiran. "Siyap nenek! Jangan khawatir, besok Qiran akan bngun pukul tiga, dan berangkat ke pasar." Ucap Qiran dengan senyum manisnya. Karena Qiran tahu, sang nenek tak pernah meminta bantuanya sekalipun neneknya itu kesulitan, dan itu adalah kali pertama permintaan sang nenek.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD