Chapter 8

2272 Words
“Apa Dewa memberimu misi baru lagi?” Tanya Lady Sezeref pada Alvyna. Alvyna sedang berdiri di depan meja kerja Lady Sezeref, dengan melipat kedua tangannya di belakang. Seperti seorang Prajurit. Pertama kali Alvyna berada di dalam ruang itu adalah ketika Kara mengajaknya ke Suku Perbukitan Atas. Ketika itu, sebagai penghuni baru yang akan tinggal di sana, Kara membawa dia bertemu dengan Lady Sezeref. Seorang perempuan pertengahan 30 an, berambut hitam dan bermata biru, wajahnya keras, tapi cantik. Seperti seorang komandan perang. Selalu memakai Tunik Panjang seperti gaun, yang terbuat dari sutera berwarna hitam. Lady Sezeref ternyata telah mendengar pesan sang Dewa. Awalnya dia secara terang-terangan menunjukkan sikap tidak suka dengan Alvyna. Alasannya cukup sederhana. Suku Perbukitan atas adalah bangsa yang paling netral. Tidak terlibat perang. Tidak terlibat politik atau pun kekuasaan kerajaan. Namun sejak Benih Kegelapan merajalela di Fallenheim, hanya masalah waktu saja sampai Suku Perbukitan Atas di lahap oleh Benih Kegelapan. Pada akhirnya, Lady Sezeref cukup jinak dengan Alvyna. Sementara itu, Alvyna sendiri tidak pernah ambil pusing bagaimana sikap orang-orang yang ada di Fallenheim. Dia acuh tak acuh. Toh, Alvyna akan kembali ke negerinya sendiri, pikirnya. Untuk apa mengikat ikatan yang tidak perlu dengan bangsa dari negeri asing. Namun sekarang, meski Alvyna dan Lady Sezeref tidak mau mengakuinya, mereka sama-sama cukup nyaman dengan keberadaan masing-masing. “Hmm,,,” Jawab Alvyna, “Saya pikir Para Dewa seperti sedang memanfaatkan saya.” Alvyna berjalan ke arah jendela. Dari arah jendela ruang kerja Lady Sezeref, Alvyna dapat melihat seluruh pemukiman Suku Perbukitan Atas, karena letaknya di sebuah Tower yang punya 7 lantai. Towernya cukup tinggi dengan tangga berliku-liku. Jika dia bukan prajurit terlatih, dia mungkin akan membutuhkan waktu setengah hari untuk dapat sampai ke ruangan Lady Sezeref. Lady Sezeref berjalan berdiri di jendela sebelah Alvyna. Matanya memandang area hutan utara, salah satu gerbang menuju wilayah lain. Di sana, samar-sama terlihat pepohonan yang menghitam akibat Benih Kegelapan. Dengan mata Alvyna yang memiliki kemampuan di luar bayangannya, dia mampu melihat lebih jauh lagi ke arah utara. Di sana, Alvyna melihat segerombolan pasukan berkuda yang memakai jubah hitam. Setiap dari mereka membawa pedang yang terukir dengan simbol-simbol kerajaan. Pengalaman Alvyna selama tiga tahun di Fallenheim telah mengajarkan dia banyak hal. Salah satunya permasalahan yang terjadi di kerajaan, atau desas-desus tentang dirinya. Dia bahkan tahu betul ada banyak pihak yang sedang mencari keberadaan dirinya. Termasuk sang Pangeran Terkutuk, Putra Mahkota Kerajaan Atheria. Atau pun Pangeran Kedua, Pangeran Erasmus. Lady Sezeref menyipitkan kedua matanya, seolah dia juga tahu apa yang di lihat oleh Alvyna. “Para Dewa cukup tahu apa yang sedang mereka lakukan,” Kata Lady Sezeref, “Percaya saja dengan mereka, dan kerjakan apa yang mereka perintahkan.” “Memangnya apa lagi yang saya lakukan selama tiga tahun ini” Gerutu Alvyna kesal lalu menarik napas dalam-dalam. Lady Sezeref tertawa dan berkata, “Kurasa, di antara semua orang hanya kau yang berani protes kepada Dewa. Valkyrie saja tidak berani bersikap tidak sopan,” “Bagaimana anda tahu jika para Valkyrie itu tidak pernah bersikap lancang kepada Para Dewa?” “Aku sudah hidup cukup lama untuk tahu seperti apa para Valkyrie itu, Nak!” Jawab Lady Sezeref menambahkan “Nak”.  sudah satu tahun lamanya Lady Sezeref mulai memanggil Alvyna Nak. Dia tidak tahu persis kapan panggilan itu mulai keluar. Menurut Kara, Lady Sezeref mulai memandang Alvyna seperti anaknya ketika pada suatu hari Alvyna kembali dari perjalanan mengerjakan salah satu misi Dewi Norn. Pada saat itu, Alvyna pulang dalam keadaan terkena racun ular dari Gurun Timur. Satu-satunya gurun tandus yang paling berbahaya di Fallenheim. Serta satu-satunya wilayah yang tidak terpengaruh oleh Benih Kegelapan. Saat itu, Alvyna demam sampai sepuluh hari. Menurut Kara, selama beberapa hari Lady Sezeref merawat dirinya. Entah apa yang terjadi selama dia terbaring di tempat tidur, namun setelah Alvyna sembuh Lady Sezeref mulai terlihat lebih ramah pada dirinya. Jika sebelumnya Lady Sezeref memandangi Alvyna seperti sedang melihat pemandangan yang membuat dahinya berkerut, sekarang matanya lebih berperasaan dan lembut. “Terkadang, saya lupa kalian bangsa Fallenheim punya usia ratusan dan bahkan ribuan tahun,” Komentar Alvyna. Lady Sezeref terdiam sesaat, lalu bertanya “Apa kau membenci mereka? Para Dewa?” Mungkin, Alvyna berpikir perlahan. Pada suatu waktu, Alvyna pernah berpikir dia cukup membenci Dewi Norn, atau Daisy, atau Para Dewa, atau apa pun itu yang telah membuat dirinya terjebak di dalam keadaan yang tidak dia pernah minta, namun jika bukan karena mereka, dia mungkin akan mati dalam keadaan buta sebagai gadis fana yang hidupnya nelangsa. “Tergantung.” Desah Alvyna. Lagi-lagi dia mulai terganggu dengan Para Penunggang Kuda yang arahnya menuju ke Suku Perbukitan Atas. Meskipun mereka tidak akan pernah menemukan gerbang untuk dapat memasuki wilayah ini, sama seperti halnya ketika Alvyna tidak dapat memasuki wilayah Hutan Ashland, tetap saja membuat perutnya mengencang karena gelisah. Bagaimana pun, orang-orang di sini memperlakukan Alvyna seperti orang terhormat yang mereka ingin lindungi. Meski pun Alvyna tidak pernah memintanya. Mereka menjaga Alvyna seperti melindungi anak mereka sendiri. Lady Sezeref berpaling kepada Alvyna. Tidak memperdulikan ada segerombolan prajurit asing yang sedang melacak keberadaan pemukimannya. Lalu dengan lembut, dia mengusap kepala Alvyna selayaknya seperti seorang ibu kepada putrinya. Lady Sezeref berkata, “Kalau kau menaruh rasa curiga kepada Para Dewa, kau tidak akan dapat menggunakan berkah mereka,” “Tanpa Berkah Para Dewa, tubuhmu akan hancur.” Sambungnya dengan raut wajah murah. Alvyna paham dengan perkataan Lady Sezeref. Dia tahu betul, tubuhnya adalah fana. Hanya manusia biasa, satu-satunya yang membuat dirinya istimewa hanyalah kekuatan Valkyrie yang luar biasa besarnya bersemanyam di dalam tubuhnya. Meskipun begitu, kekuatannya tidak ada gunanya sama sekali ketika dia sedang terluka. Tidak ada makhluk di Fallenheim yang mampu menyembuhkan luka-luka itu kecuali Berkah Para Dewa. Jika bukan karena kunjungan Para Dewa setiap kali dia terluka, mungkin saja Alvyna sudah mati. “Jika anda terlalu percaya kepada Para Dewa, anda tidak akan mampu menerima kebenarannya” Balas Alvyna tersenyum pahit kepada Lady Sezeref. “Kebenaran apak maksudmu, Nak?” Tanya Lady Sezeref bingung, “Kau selalu berbicara penuh dengan teka-teki” Alvyna tahu banyak hal tentang Fallenheim, entah itu informasi dari Daisy atau pun ingatan-ingatan dari ibunya. Di dunianya, mungkin ingatan-ingatan itu tidak dapat Alvyna mengerti. Namun sejak dia berada di Fallenheim semuanya menjadi jelas. Dan Dia masih membutuhkan perjalanan panjang untuk mendapatkan jawaban dari ingatan petunjuk ibunya. “Suatu saat nanti, saya akan menceritakan segalanya,” Kata Alvyna, “Sekarang waktunya tidak tepat. Lagi pula saya datang ke sini, untuk meminta izin kepada Anda.” Lady Sezeref menatap Alvyna sangat dalam. Dari matanya, ada begitu pertanyaan yang ingin dilontarkan kepada Alvyna. Tapi dia diam saja. “Baiklah, kali ini siapa yang akan kau bawa?” Tanyanya kepada Alvyna. Setiap kali Alvyna keluar untuk menjalankan misi Dewa atau pun membersihkan Benih Kegelapan, dia selalu pergi dengan salah satu Prajurit Khusus milik Lady Sezeref. Mereka adalah bayangan nya Lady Sezeref. Uniknya semua Bayangan Lady Sezeref mampu berubah menjadi burung hitam sebesar tiga kali kepalan tangan orang dewasa. Termasuk Lady Sezeref juga mampu mengubah wujudnya menjadi seekor burung berwarna hitam. Dengan mata berwarna biru. “Sepertinya, Kara dan Kian meminta ikut,” Kata Alvyna. “Kau tahu kan, mereka masih 16 tahun. Dan baru saja di angkat ke dalam pasukan ku.” “Anda juga pasti tahu, mereka sangat tangguh meski pun tidak banyak pengalaman,” Alvyna tersenyum sumringah. Dia memang benar. Kara dan Kian lebih jago bertarung daripada Alvyna. “Hmm,,,” Kata Lady Sezeref terlihat enggan, “Aku yakin mereka pasti mampu melindungimu, tapi kau tetap butuh seseorang yang mampu menahan kalian. Jika aku melepas kalian bertiga, kalian pasti akan membuat onar di setiap tempat yang kalian singgahi.” Alvyna terkekeh geli. Dia tidak menyangka Lady Sezeref benar-benar tahu watak mereka. “Baiklah, siapa menurut mu bisa ikut kami?” Lady sezeref menimbang-nimbang sejenak. Kumohon, Jangan Sila! Pinta Alvyna diam-diam. Dia bukannya tidak suka Sila. Hanya saja Sila dan Alvyna seperti musuh abadi pada kehidupan mereka sebelumnya. Mereka tidak pernah sependapat. Meski pun Sila terlihat sebaya dengan Alvyna dari segi usia, tapi Sila selalu memperlakukan Alvyna seperti Anak Ayam yang baru menetas. Dia tidak suka Sila. Dan Sila tampak membenci Alvyna. “Bagaimana dengan Sila Morten?” Tanya Lady Sezeref. “Tidak! Siapa pun selain dia!” Pinta Alvyna memelas. “Oke! Cukup dengan Sila Morten.” Putus Lady Sezeref semakin yakin setelah melihat raut wajah Alvyna. Alvyna mengerang kesal. Tapi tidak dapat berkata apa-apa. Perkataan Lady Sezeref itu, hukumnya wajib. Tidak ada yang berani membantah. Tidak ada yang boleh membantah. Sekali pun di protes, Lady Sezeref tidak akan pernah menarik kata-katanya kembali. Dengan mengentakkan kakinya seperti anak kecil, sampai membuat Lady Sezeref tertawa kecil, Alvyna melompat dari jendela Tower,  Lantai Paling Atas. Seperti kucing yang melompat dari pepohonan, Alvyna mendarat dengan ringan tanpa meninggalkan suara jejak kakinya di atas tanah. Alvyna mendongak ke atas, melihat Lady Sezeref sedang menggeleng-gelengkan kepalanya dengan tingakah Alvyna. Dia tersenyum lebar pada Lady Sezeref seraya melambai-lambaikan tangannya. “Bagaimana?,” Tanya Kara tidak sabaran yang sudah menunggu Alvyna sejak tadi. “Beliau mengijikannya, kan?” Alvyna memandangi Kara dengan muka datar. Air muka Kara langsung berubah kecewa. Kara gadis energik yang periang selalu optimis tapi sangat garang jika ada seseorang mengganggu Alvyna. Sementara Kian, anak laki-laki ramah yang pandai menarik hati setiap orang. Terutama para wanita. Mau itu tua atau pun muda, tidak ada yang bisa lepas dari pesona Kian. Bisa dimengerti, Kara dan Kian adalah anak kembar dengan rambut hitam tapi jika di bawah matahari warna rambut mereka akan berubah biru gelap. Seperti biru langit di malam hari. Sedangkan mata mereka juga berwarna biru. Biru sangat gelap. Keduanya punya kulit putih bening semulus permukaan air di musim panas. Mereka anak yang cantik dan selalu menonjol kemana pun mereka pergi. “Beliau tidak mengijikannya?” Tanya Kian dengan nada yang sangat kecewa. Sudah sejak beberapa bulan belakangan ini, mereka selalu meminta ikut dalam misi Alvyna. Tapi karena mereka masih sangat muda, Lady Sezeref tidak pernah mengijikannya. Di tambah lagi, dua anak ini kadang-kadang energinya berlebihan, sehingga mereka tidak pernah bisa bekerja dengan tenang. “Kalau begitu, aku akan ke atas! Aku akan meminta izin sendiri pada Lady Seze!” Seru Kara dengan mata berkilat-kilat. “Kau gila ya?” Timpal Kian, “Kau mau di lempar Lady Sezeref dari atas tower? Dan berhentilah memanggimya dengan Lady Seze, Kara!” “Kalau begitu, kau tidak usah ikut! Aku saja yang akan pergi!” “Hei! Aku juga mau ikut Vyan! Bukan kau saja yang bersemangat, Tapi kan kau tau sendiri, Lady Sezeref benar-benar akan melemparmu sampai ke hutan belakang sana” Balas Kian menghadang adik perempuannya yang sudah bersipa menerjang. Alvyna terkikik sendiri melihat tingkah mereka lima langkah dari tempat Kian dan Kara berdebat. Dia yakin, bahkan Lady Sezeref juga dapat mendengar mereka dari atas sana. Terkadang mereka berdua ini lebih mirip musuh abadi daripada saudara kembar. Tapi, Alvyna tahu. Betapa Kian sangat sayang dan protektif terhadap adik perempuannya. Kian dan Kara tidak punya siapa pun di Fallenheim. Mereka adalah anak kembar tanpa orang tua yang di pungut oleh Lady Sezeref lalu dibesarkan di Perbukitan Atas. Bisa di bilang, bagi mereka berdua, keberadaan Alvyna seperti keluarga baru untuk mereka. Meski mereka hanya terpisah usia lima tahun. Tapi karena Alvyna seolah waktunya telah berhenti dia pertama kali menginjakkan kakinya di Fallenheim, mereka lebih terlihat seperti teman sebaya. “Jangan memanggil Vyan, dengan “Vyan”! Cecar Kara membelalakkan matanya yang tajam dan bulat. “Vyan itu nama panggilanku untuk Alvyna” “Vyan itu bukan milikmu, berhentilah menguasai dia untuk dirimu sendiri!” Balas Kian tidak mau kalah. “Terserah, aku juga mau memanggilnya apa.” Sambung Kian tersenyum lebar. “Arggghh,,,!!!” Erang Kara semakin kesal. “ Kau benar-benar mau cari perkara denganku ya?” Tantang Kara. Alvyna berjalan ke tempat mereka. Lalu berdiri tepat di tengah-tengah Kara yang sudah berkacak pinggang dan Kian yang mengangkat dagunya tinggi-tinggi dengan tangan terlipat di d**a. Jika Alvyna tidak datang menengahi mereka, dia yakin berikutnya pemandangan yang akan di saksikan Alvyna adalah kedua anak ini akan saling mencabut pedang lalu bertarung bagaikan tornado. Sementara seluruh tempat yang mereka lewati akan hancur. Terkadang, jika bukan Lady Sezeref yang meleraikan mereka, tidak ada yang berani menghentikan kedua anak itu. “Baiklah, Aku minta maaf,!” Kata Alvyna tersenyum lebar. “Sebenarnya, Lady Sezeref sudah memberi izin untuk kalian berdua ikut denganku” beritahu Alvyna. “Kenapa kau tidak bilang dari tadi?!” Teriak Kara dan Kian bersamaan sampai membuat Alvyna harus menutup kedua kuping dengan kedua tangannya. “Hus! Jangan teriak kencang-kencang! Gendang telingaku bisa pecah!” Tegu Alvyna meringis kecil. “ Kalau kalian mau ikut aku, sebaiknya kalian bersiap-siap. Aku akan berangkat sekarang!” Sambung Alvyna. “Harusnya, kau bilang sejak awal, Vyan!” Teriak Kara seraya berlari menuju ke rumah mereka. “Kan aku bisa bersiap-siap lebih cepat!” Alvyna tertawa melihat Kara dan Kian beradu lari ke rumah mereka. Dia menarik napas dalam-dalam. Banyak hal yang membuat dia cukup bahagia di Fallenheim, namun ada perasaan kosong yang mulai menggerogoti hatinya secara perlahan-lahan. Dia telah mengabaikannya sejak lama. Bukan hanya karena karena dia terpisah dari Ayahnya dan Arron, namun sesuatu yang telah lama dia rasakan. Jauh sebelum dia bertemu dengan Arron. Lebih tepatnya setelah pertemuan dirinya dengan Daisy, Alvyna mulai merasakan perasaan kosong itu. Kesibukan yang diciptakan oleh Daisy dengan melatihnya dengan serentetan latihan ala tentara perang, atau pun keberadaan Arron tidak cukup membuat rasa kosong itu menghilang. Dan sekarang, selama dia berada di Fallenheim, perasaan itu semakin besar. Dan mulai sulit untuk di abaikan nya. Alvyna memandang langit. Lagi-lagi menarik napas dalam-dalam. “Sekarang, aku harus mencari Sang Pangeran Terkutuk!” Gumam Alvyna. Kuharap, dia dapat membantuku, batin Alvyna nelangsa.          
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD