bc

Kupinang You With Surah Ar-Rahman

book_age16+
1
FOLLOW
1K
READ
comedy
like
intro-logo
Blurb

Kisah cinta Arfan Maulana, seorang pemuda yang terpikat pada Aisha Fitriani, seorang gadis yang merupakan putri Ustadz Salim, seorang ustadz di Pondok Pesantren Bustanul Arifin dan cucu dari pemilik pesantren, Kyai Abdullah Hakim. Arfan bertekad untuk mempersunting Aisha menjadi istrinya. Namun, Kyai Abdullah Hakim memberikan syarat yang tak terduga. Arfan harus menghafalkan Surah Ar-Rahman sebagai mahar untuk meminang Aisha.

Mampukah Arfan memenuhi syarat tersebut? Bagaimana kisah cinta mereka akan bersemi di tengah tuntutan agama dan tradisi pesantren Bustanul Arifin? Ikuti perjalanan Arfan dalam menghafal Surah Ar-Rahman, menghadapi berbagai rintangan lucu dan mengharukan, serta membuktikan cintanya kepada Aisha.

chap-preview
Free preview
Jakarta Memanggil, Pesantren Menanti
Jakarta, 2022 Di kediaman Bapak Hasan, suasana terasa tegang. "Mah..." panggil Pak Hasan dengan nada berat. "Iya, Pak? Ada apa?" sahut Ibu Aminah, menghampiri suaminya. "Ini soal Arfan, Mah..." jawab Pak Hasan, berusaha meredam amarahnya. "Arfan? Kenapa lagi dengan anak kita?" tanya Ibu Aminah cemas. "Dia bolos sekolah lagi! Bapak sudah tidak tahu lagi bagaimana menghadapinya," keluh Pak Hasan. Tiba-tiba, Pak Waluyo, ayah mertua Pak Hasan, menimpali, "Bolos lagi, San? Anakmu itu?" "Iya, Pak," jawab Pak Hasan lesu. "Sudah, serahkan saja urusan ini pada Bapak. Kamu tenang dulu, jangan terpancing emosi. Bapak punya solusi, tapi semua kembali lagi pada kalian berdua, mau mengikuti arahan Bapak atau tidak," kata Pak Waluyo bijaksana. "Arahan seperti apa, Pak?" tanya Ibu Aminah penasaran. "Bapak punya teman lama. Sekarang dia pemilik sebuah pondok pesantren," jawab Pak Waluyo. "Maksud Bapak, Arfan kita masukkan ke pesantren?" tanya Pak Hasan, memastikan. "Benar. Pesantren itu jauh dari Jakarta, di Jogja. Tapi semua terserah kalian berdua. Kalau kalian setuju, kita bisa bawa Arfan ke sana," jelas Pak Waluyo. Tanpa pikir panjang, Pak Hasan langsung menyetujui usulan ayah mertuanya. Namun, dalam hati Ibu Aminah terasa berat membayangkan harus berpisah jauh dari anak semata wayangnya. Yogyakarta Di rumah Ustadz Salim, seorang gadis berpamitan. "Assalamu'alaikum, Abi..." Aisha mencium tangan Ustadz Salim. "Wa'alaikumussalam..." jawab Ustadz Salim lembut. "Sudah mau berangkat ke pesantren, Nak?" tanya Ustadzah Maryam. "Inggih, Umi..." jawab Aisha tergesa-gesa. "Nduk, sarapan dulu," pinta Ustadz Salim. "Mboten, Abi, sudah terlambat. Nanti saja makan siang di pesantren. Assalamu'alaikum," tolak Aisha sopan. "Wa'alaikumussalam..." Ustadz Salim dan Ustazah Maryam menjawab salam Aisha dengan senyum. Pondok Pesantren Bustanul Arifin "Dik Aisha..." panggil Najib. Aisha hanya tersenyum tipis dan berlalu, tanpa menjawab sapaan Najib. "Cie, dicuekin!" ejek Rochim. "Eh, kamu ini jangan mengejek Mas Bro seperti itu," tegur Fuad. "Kamu—" ancam Najib. "Ampun, Mas Bro..." Rochim pura-pura ketakutan. "Tapi aku lihat Mbak Aisha ikut senyum kok waktu Mas Bro menyapanya. Berarti Mas Bro tidak dicuekin, dong," Fuad membela Najib. "Tuh, dengar! Mana mungkin aku dicuekin Mbak Aisha. Aku ini ganteng," sahut Najib, percaya diri. "Ehem..." Ustadz Salim berdeham. "Kok sepertinya ada yang berdeham, ya? Dengar, tidak?" tanya Rochim. "Iya," jawab Fuad. "Walah, Pak Ustadz Salim. Gawat, aku harus segera ke kelas," batin Fuad, panik. Fuad pun beralasan ingin masuk kelas, tetapi Rochim menahannya. Fuad memaksa, dan Najib akhirnya mengizinkannya. Tak lama setelah Fuad masuk kelas, Najib dan Rochim baru menyadari kehadiran Ustadzah Maryam dan Ustadz Salim sejak tadi. Ustadzah Maryam langsung memberikan hukuman kepada mereka berdua. "Mas, Mas Bro..." panggil Fuad dari ambang pintu kelas. "Iya, ada apa?" tanya Najib. "Aku ke kelas duluan, ya," jawab Fuad. "Eh, apaan sih, masuk kelas duluan. Jangan, Mas Bro, jangan dikasih!" seru Rochim. "Sudah, jangan ditahan. Silakan kalau mau masuk kelas," ujar Najib, mengizinkan Fuad pergi. "Terima kasih banyak, Mas Bro. Assalamu'alaikum..." pamit Fuad. Toel... Toel... Toel... Toel... Ustazah Maryam mencolek-colek punggung Najib dan Rochim dengan buku absen. "Ih, apa sih? Jangan colek-colek, deh," keluh Najib. "Najib, Rochim..." panggil Ustadz Salim. "Sepertinya kenal dengan suaranya, tapi siapa, ya?" tanya Rochim. "Menghadap ke sini kalian berdua," jawab Ustadzah Maryam. "Loh... Pak Ustadz Salim dan Bu Ustadzah Maryam..." Najib dan Rochim terkejut bersamaan. "Kalian masih di sini? Lihat, Fuad sudah masuk kelas!" tegur Ustadz Salim. "Mas Paijo..." panggil Ustadzah Maryam. "Nggih, Ustadzah Maryam..." jawab Paijo. "Tolong ambilkan sapu lidi," pinta Ustadzah Maryam. "Nggih, Ustadzah Maryam," kata Paijo patuh. Beberapa saat kemudian... "Maaf, Ustadzah Maryam, ini sapu lidinya." Paijo menyerahkan sapu lidi kepada Rochim dan Najib. "Terima kasih, Mas Jo," ucap Ustadz Salim. "Sami-sami, Ustadz Salim. Permisi..." sambung Paijo. "Assalamu'alaikum..." Paijo memberi salam. "Wa'alaikumussalam..." Najib dan Rochim menjawab salam Paijo. "Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh..." Ustadz Salim dan Ustadzah Maryam ikut menjawab salam. "Kalian gantikan tugas Mas Paijo dulu, setelah itu baru masuk kelas," perintah Ustadz Salim. "Ta-tapi, Pak Ust... Emm... Apa, sih, Mas Bro?" Rochim mencoba protes, namun dihentikan oleh Najib. "Sudah, kamu tidak usah membantah. Ini perintah dari calon mertuaku," bisik Najib. "Ha? Apa?! Apa, Jib? Kamu bilang apa? Aku dan istriku ini calon mertuamu? Apa tidak salah dengar aku ini? Sini kamu, Jib!" pinta Ustadzah Maryam, terkejut. "Inggih, Ustadzah Maryam, ampun," kata Najib pasrah. "Dengarkan baik-baik, anakku itu masih muda, baru lulus kuliah. Aku tidak akan menyuruhnya menikah karena masa depannya masih panjang," tegas Ustadzah Maryam. "Ya, sudah, sekarang kerjakan hukuman kalian. Ayo, Mas," ajak Ustadzah Maryam. "Nggih, Dhi Ajeng..." jawab Ustadz Salim patuh. "Nggih, Ustadzah Maryam..." sahut Najib dan Rochim, menuruti perintah. "Assalamu'alaikum..." Ustadz Salim memberi salam. "Wa'alaikumussalam..." Najib dan Rochim menjawab salam Ustadz Salim. Ustadz Salim dan Ustadzah Maryam meninggalkan Najib dan Rochim yang sedang menjalankan hukuman. Sementara itu.... Jakarta Di Rumah Pak Hasan.. "Akhirnya sampai juga di rumah," kata Arfan. "Nah, itu dia si Arfan," sahut Pak Hasan yang sudah menunggu kepulangan putranya. "Good evening, Father, Mother..." sapa Arfan. "Yang saya kenal adalah Assalamu'alaikum dan Wa'alaikumussalam. Jangan ikut-ikutan budaya luar kamu, Arfan! Bibi!" teriak Pak Hasan dengan nada emosi. "Iya, Tuan," jawab Bi Surti. "Mana koper dan barang-barangnya?" tanya Pak Hasan. "Ini, Pak," jawab Bi Surti. "Bono!" panggil Pak Hasan. "Siap, Juragan!" jawab Bono. "Pegang Arfan! Oh ya, geledah celananya!" pinta Pak Hasan. "Laksanakan, Juragan! Ini, Juragan, barang-barang yang ada di celana Mas Arfan," kata Bono patuh. "Eh, Pak! Itu kan kunci motor Arfan, dompet, dan handphone Arfan. Mau diapain? Sini!" pinta Arfan. "Tidak! Ayo, sekarang kamu ikut!" tolak Pak Hasan. "Pak, jangan..." kata Ibu Aminah. "Jangan ditahan, Nduk. Biarkan saja," cegah Pak Waluyo. "Tapi Arfan, Pak..." Ibu Aminah mulai menangis. "Sudah... Ayo masuk ke kamar, Nduk," ajak Pak Waluyo. "Kita mau ke mana, Pak?" tanya Arfan yang memberontak saat digiring ke mobil. "Sudah, ikut saja. Nanti kamu juga tahu. Jalan, Bon!" pinta Pak Hasan. "Laksanakan, Juragan!" kata Bono patuh. "Pak, kita mau ke mana?" tanya Arfan penasaran. "Sudah, kamu tidur saja, Fan. Perjalanannya masih jauh. Besok pagi sampainya, dan besok juga kamu tahu Bapak bawa kamu ke mana," jawab Pak Hasan. Arfan hanya bisa menuruti perkataan ayahnya. Keesokan harinya, Arfan terbangun dan terkejut mendapati dirinya sudah berada di daerah Yogyakarta. Keesokan harinya.. "Ini daerah mana? Kayaknya daerah ini pernah gue lewatin, deh. Tapi di mana, ya?" tanya Arfan dalam hati saat terbangun dari tidurnya. "Bangun juga kamu, Fan. Ini sarapan dulu." Pak Hasan menyodorkan sarapan pagi kepada Arfan. "Iya, Pak," jawab Arfan. "Kita sekarang ada di Yogyakarta, sesuai dengan arahan Mbah Kakungmu. Bapak akan membawamu ke pesantren," jelas Pak Hasan. "Haaaa.... Apa? Pesantren, Pak?!" Arfan terkejut mendengar penjelasan ayahnya. "Apa? Kenapa? Keputusan Bapak sudah bulat. Bapak sudah memperingatkan kamu, jangan macam-macam dengan pendidikanmu. Padahal, kalau kamu mau menurut saja perkataan Bapak, tahun ini kamu lulus kuliah, Fan. Tapi apa mau dikata, kamu melawan. Jadi, jangan salahkan Bapak," Pak Hasan menjelaskan alasannya kepada Arfan. Pondok Pesantren Bustanul Arifin "Juragan, sudah sampai," kata Bono. "Oh, iya, Bon," sambung Pak Hasan. "Siapa, ya? Tamu, ya? Saya tanya saja, deh, kalau begitu," tanya Pak Anwar dalam hati, bingung melihat mobil Pak Hasan berhenti di depan pesantren. "Assalamu'alaikum, Pak," Bono memberi salam kepada Pak Anwar. "Wa'alaikumussalam, iya..." jawab Pak Anwar. "Baru mau ke sana," batin Pak Anwar. "Apa benar ini Pondok Pesantren Bustanul Arifin?" tanya Bono memastikan. "Iya, benar. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Pak Anwar. "Tuan saya ingin bertemu dengan Pak Kyai Abdullah Hakim. Apakah beliau ada?" tanya Bono lagi. "Ada di dalam pesantren. Tapi maaf, apakah Tuan sudah membuat janji dengan Pak Kyai Abdullah Hakim sebelumnya?" tanya Pak Anwar memastikan. "Sudah, Pak," jawab Bono. "Oh, iya, silakan," Pak Anwar membukakan pintu gerbang pesantren. Pak Hasan pun bertemu dengan Pak Kyai Abdullah Hakim yang diantar oleh Paijo, sedangkan Arfan berjalan-jalan di area pesantren dengan diawasi oleh Bono, ajudan ayahnya. Di Rumah Pak Kyai Abdullah Hakim.. "Assalamu'alaikum..." Paijo memberi salam. "Wa'alaikumussalam..." Hajjah Ruqayyah menjawab salam dari Paijo. "Maaf, Bu Nyai," kata Paijo. "Iya, ada apa, Jo?" tanya Hajjah Ruqayyah. "Ada tamu dari Jakarta," jawab Paijo. "Tamu dari Jakarta? Siapa, ya?" Hajjah Ruqayyah penasaran. "Budhe..." panggil Pak Hasan. "Siapa, ya?" tanya Hajjah Ruqayyah lagi. "Ini saya, Budhe. Anak kecil temannya Salim kecil, anaknya Pak Waluyo, Budhe," jawab Pak Hasan. "Anaknya Waluyo? Hasan, kah?" tanya Hajjah Ruqayyah memastikan. "Iya, Budhe. Ini Hasan," jawab Pak Hasan. "Oalah... Iya, silakan masuk, Ngger. Lim... Salim...." panggil Hajjah Ruqayyah. "Iya, Bu, ada apa?" tanya Ustadz Salim. "Panggilkan Bapak, minta istrimu buatkan minum, cemilan kesukaanmu dan Hasan, ya," pinta Hajjah Ruqayyah. "Iya," kata Ustadz Salim patuh. ---- Di Taman Pesantren.. "Eh, tahu nggak? Sudah dengar belum?" tanya Khadijah. "Dengar apa, Jah?" tanya Siti penasaran. "Dengar-dengar, ada santri putra baru, loh!" jawab Khadijah. "Ya, Alhamdulillah, dong! Pesantren ini bertambah lagi santrinya. Makin banyak saudara kita, dong, yang menimba ilmu agama di pesantren kita ini," kata Aisha. "Benar itu," sambung Fatma.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

JANUARI

read
48.9K
bc

Marriage Aggreement

read
87.0K
bc

Menjadi Orang Ke Tiga

read
5.5K
bc

Scandal Para Ipar

read
707.9K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.7K
bc

TERNODA

read
198.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook