Bab 60: Inner Beauty

1110 Words
"Saya terima nikah dan kawinnya Fanny Febriana Prasetyo dengan maskawin tersebut dibayar tunai." Damar mengucap ijab qobul dengan lantang dan satu tarikan nafas. "SAH!" ucap penghulu dan semua orang. Hari ini adalah hari pernikahan Damar dan Fanny, mereka menggelar acara pernikahan dengan sederhana, hanya saudara dan kerabat terdekat yang menghadiri acara pernikahan mereka. Entah apa yang saat ini mereka rasakan, tidak terpancar aura kebahagiaan seperti kebanyakan pasangan pengantin yang menikah karena saling mencintai, bahkan seulas senyuman pun tidak hadir dari wajah cantik Fanny yang kini dihiasi dengan polesan make up natural, guratan kecewa terlihat sangat jelas di sana, Fanny kecewa dengan keputusan yang sudah diambil oleh papanya, di saat teman-temannya memikirkan ke mana mereka akan melanjutkan kuliah, Fanny justru terjebak dengan ikatan pernikahan tanpa cinta ini. "Fan!" panggil Mitha sambil menepuk pelan pundak sahabatnya itu, setelah acara ijab qobul, Fanny duduk termenung sendiri di taman belakang rumahnya. "Kenapa kamu ngelamun di sini?" tanya Mitha. "Lagi pengen sendiri aja, Mith," jawab Fanny. "Terlepas apapun alasan kalian melakukan pernikahan ini, aku yakin kalian bisa melalui semuanya," ucap Mitha. "Gue juga gak tau sampai kapan gue bertahan dalam pernikahan palsu ini," ucap Fanny. "Gak ada yang palsu kalau kamu mau membuka hati untuk menerima Bang Damar," ucap Mitha. "Tapi gue yakin, Bang Damar punya wanita yang dia cintai di luar sana," ucap Fanny. "Ayolah, Fan, jangan pesimis begini, apapun bisa terjadi," ucap Mitha. "Ya, semoga semuanya menjadi lebih baik," ucap Fanny. "Bang Damar bilang, kalian tinggal di rumah ayah dulu sebelum bang Damar dapat rumah yang cocok buat kalian," ucap Mitha. "Gue pasrah aja, Mith, sebelum gue dapat kerjaan, gue nurut aja sama Bang Damar," ucap Fanny. "Kamu kau kerja?" tanya Mitha. "Iya, gue mau cari kerjaan dulu, kalau tabungan gue udah cukup baru gue kuliah, gue gak mau jadi beban buat Bang Damar." Mitha hanya terdiam mendengar jawaban Fanny. "Lo gimana sama Mas Aland?" tanya Fanny. "Ya gini aja, gak gimana-gimana," jawab Mitha. "Lo ngomong lah sama dia, masa hubungan kalian gak ada peningkatan, emangnya kalian gak capek hubungan diem-diem terus," ucap Fanny, dia hanya ingin memancing Mitha agar terbuka soal hubungannya dengan Aland kepada keluarganya. "Capek sih, gak bebas, aku ngerasa bersalah sama ayah dan bunda karena aku bohongin mereka terus," ucap Mitha. "Nah itu lo udah ngerasa," ucap Fanny. "Sama kayak kamu, Fan," ucap Mitha. "Maksudnya sama gimana?" tanya Fanny dengan kening yang berkerut. "Tadi kamu bilang, kamu gak mau membebani Bang Damar, aku juga begitu, saat kita sudah menikah, semua tanggung jawab ayah kita berpindah kepada suami kita, kamu tau kan bagaimana pekerjaan Mas Aland, belum lagi dia pernah bilang kalau Mas Aland itu tulang punggung keluarga, otomatis kehidupan keluarga Mas Aland bergantung sama dia, kalau aku menikah sama Mas Aland tanpa persiapan apapun, bukankah hanya akan menambah beban untuk dia," jawab Mitha. "Bener juga sih, tapi emang lo gak curiga kalau Mas Aland menyembunyikan sesuatu dari lo?" tanya Fanny. "Kenapa harus curiga, semua orang punya privasi yang tidak ingin diketahui oleh orang lain," jawab Mitha. "Tapi ini beda, Mitha, kalian menjalin hubungan yang serius, gak seharusnya kalian saling menyimpan rahasia yang memang harus kalian ketahui, sekarang gue tanya sama lo, selama kalian hubungan, apa Mas Aland pernah kenalin lo sama keluarganya?" tanya Fanny, Mitha hanya menggelengkan kepalanya perlahan. "Lo harus tanya sama dia, kenapa dia gak pernah ngajak lo ketemu sama keluarganya, bukan diam aja," ucap Fanny. "Nanti aku tanya sama dia, lagian aku juga belum siap ketemu sama keluarganya Mas Aland," ucap Mitha. "Lo minder?" tanya Fanny. "Iya," jawab Mitha dengan lirih. "Lo gak boleh minder, Mith." Mitha dan Fanny menoleh ke belakang mendengar suara Sesha. "Sesha!" ucap Fanny dan Mitha. "Sorry ya, Fan! Gue telat, tadi harus antar mami gue ke psikiater dulu," ucap Sesha lalu duduk di samping Mitha. "Gak apa-apa, yang penting lo dateng, urusan mami lo lebih penting," ucap Fanny. "Nih, kado buat lo, sorry gue gak bisa kasih lo kado yang mewah," ucap Sesha sambil memberikan paper bag yang dia bawa. "Gak usah repot-repot kali, lo dateng aja gue seneng, kalau lo gak dateng, gue pecat lo jadi temen kita," ucap Fanny. "Gak repot kok, ini sebagai tanda terima kasih gue buat kalian, karena kalian gue bisa jadi diri gue yang sekarang," ucap Sesha sambil tersenyum. "Syukurlah kalau sadar, awas aja kalo lo balik lagi ke jalan sesat, gue cekik lo," ucap Fanny. "Iya gak bakalan, tapi ini kenapa muka kalian pada ditekuk kayak begini, lo juga pengantin cewek bukan temenin pengantin cowok malah mojok di sini," ucap Sesha. "Nih si Mitha, dicariin malah mojok sendirian di sini," ucap Fanny. "Loh kok jadi aku, kan tadi aku yang nyariin kamu," ucap Mitha. "Terserah kalian deh, tadi gue denger sekilas pembicaraan kalian, lo gak boleh minder, Mith, lo tuh cantik, baik, pinter, lo punya inner beauty, tinggal dipoles sedikit, gue jamin cowok bakal klepek-klepek liat lo," ucap Sesha. "Itu gak berlaku buat aku, Sha, kalau aku dipoles bukan cantik, yang ada malah jadi kayak badut sirkus," ucap Mitha. "Mitha!" ucap Sesha dan Fanny bersamaan. "Kompak banget," ucap Mitha. "Gue paling benci kalau lo udah ngomong kayak gitu," ucap Fanny. "Sorry Mitha, karena gue sering bully lo, lo jadi merasa minder terus, maafin gue, Mith," ucap Sesha dengan mata yang berkaca-kaca. "Aku kan udah sering bilang, aku maafin kamu, udahlah masa lalu jangan diungkit lagi," ucap Mitha. "Kalau gitu, ini terakhir kalinya kita denger lo merendahkan diri sendiri," ucap Sesha. "Gue setuju sama, Sesha," ucap Fanny. "Lo punya yang gak dimiliki orang lain, Mith, jadi lo gak boleh minder lagi. Kalau lo jelek, gak mungkin Dirga ngejar lo terus dan sekarang, lo punya pacar yang gantengnya kayak malaikat yang turun ke bumi, kalau gue masih berada di jalan sesat, kayaknya gue udah berusaha mati-matian buat ngerebut pacar lo," ucap Sesha. "Mulai sinting lagi nih anak," ucapan Fanny membuat Mitha tertawa. "Ya kan emang kenyataannya begitu," ucap Sesha. "Tapi kita udah lama gak denger kabar dari Dirga, itu anak masih idup?" tanya Fanny. "Heh, kalo ngomong tuh dijaga," ucap Mitha. "Emang akhir-akhir ini sikap dia aneh banget kan, jadi pendiem banget, terus kalau gue liat-liat, dia tuh kalau natap Sesha aneh banget," ucap Fanny. "Aneh gimana, Fan?" tanya Sesha. "Ya aneh aja, tatapannya tuh kayak tatapan merasa bersalah sama lo, tapi dia gak mau bilang," jawab Fanny. "Halah, gaya lo udah kayak pakar ekspresi aja," ucap Sesha. "Gue serius, Sha, mungkin gak sih kalau Dirga itu...." ucapan Fanny terhenti lalu dia melihat Sesha dan Mitha bergantian. "Kenapa, Fan?" tanya Mitha. "Ini sih cuma perkiraan gue aja, karena gue aneh liat gelagat Dirga," jawab Fanny. "Haduh lama banget sih, lo mau ngomong apaan?" tanya Sesha. "Mungkin aja Dirga itu bapak dari anak yang lo kandung sekarang?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD