Bab 59: Menikah Secepatnya

1100 Words
Keesokan harinya Melinda sudah duduk manis di meja makan sambil menikmati sarapannya. "Tolong panggil Aland, tumben jam segini belum keluar kamar!" perintah Melinda kepada pelayan. "Baik, Nyonya," ucap pelayan, dia pun segera pergi menuju kamar Aland. Tak lama kemudian, pelayan kembali dari kamar Aland. "Maaf, Nyonya, tuan muda tidak ada di kamarnya," ucap pelayan. "Gak ada di kamar?" tanya Melinda. "Iya, Nyonya," jawab pelayan. "Dia gak pulang atau emang udah berangkat," ucap Melinda lalu melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Baru jam enam, gak mungkin dia berangkat sepagi ini," gumam Melinda. "Sepertinya kemarin tuan muda tidak pulang, Nyonya," ucap pelayan. "Gak mungkin anak itu tidur di kantor," ucap Melinda lagi, lalu dia menghubungi Ferdi, mungkin saja Aland sudah berada di kantor, ternyata Aland pun tidak ada di sana. "Aland, kamu main-main sama Mama." ucap Melinda dengan rahang yang mengeras. *** "Pagi, Sayang," sapa Aland kepada Mitha yang baru saja membuka matanya. "Mas, kok ada di sini?" tanya Mitha dengan mata yang terbelalak sempurna. "Kamu gak suka pagi-pagi liat aku," jawab Aland. "Bukan gitu, Mas, kalau ayah ke sini gimana?" tanya Mitha. "Tuh kan, kamu mulai kayak begitu lagi," jawab Aland. "Abisnya aku kaget, Mas, semalam kan Mas udah pamit pulang, terus gantian abang yang temenin aku, kenapa Mas ada di sini sekarang, terus abang ke mana?" tanya Mitha. "Semalam aku gak jadi pulang, waktu di jalan, aku kepikiran kamu terus, makanya aku balik lagi dan minta bang Damar pulang," jawab Aland dengan santai. "Haduh, bunuh diri!" ucap Mitha sambil menepuk keningnya. "Sayang, jangan ditepuk gitu dong, nanti kepala kamu tambah sakit gimana," ucap Aland. "Biar cepet sembuh, Mas, soalnya kalau begini terus yang ada aku malah kena serangan jantung," ucap Mitha. "Kok kena serangan jantung?" tanya Aland dengan alis yang terangkat. "Kamu salah denger, Mas," jawab Mitha sambil berusaha turun dari ranjang. "Mau ke mana, Sayang?" tanya Aland. "Ke kamar mandi," jawab Mitha. "Ayo aku antar," ucap Aland. "Ih... gak mau, aku bisa sendiri, Mas," ucap Mitha. "Kenapa gak mau?" tanya Aland. "Malu," jawab Mitha dengan lirih. "Kan cuma sampe pintu kamar mandi, Sayang, aku gak ikut masuk," ucap Aland. "Maas!" pekik Mitha. "Ya ampun, jangan teriak, nanti tenggorokannya sakit," ucap Aland. "Abisnya kamu usil terus, sama aku," ucap Mitha, dia pun berjalan perlahan menuju kamar mandi, diikuti oleh Aland. "Ngapain ngikutin aku?" tanya Mitha. "Takut kamu jatuh, Sayang," jawab Aland. "Aku bisa sendiri, Mas." ucap Mitha lalu dia masuk ke kamar mandi, sedangkan Aland kembali duduk di sofa. Aland mengambil ponsel dari saku celananya, sejak kemarin ponselnya sengaja Aland hidupkan mode silent agar tidak ada yang mengganggunya. Aland menghela nafasnya dengan panjang melihat banyak sekali pesan dan panggilan tak terjawab dari Melinda. "Maaf, Ma, kali ini biarkan aku yang menentukan pilihan sendiri." ucap Aland. Ceklek Aland menolehkan kepalanya melihat pintu ruangan Mitha terbuka, ternyata Damar datang dengan membawa beberapa kotak berisi makanan untuk mereka sarapan. "Mitha mana?" tanya Damar lalu menyimpan makanan yang dia bawa di atas meja. "Di kamar mandi," jawab Aland. "Semalam kalian gak ngapa-ngapain kan?" tanya Damar penuh selidik. "Kami hanya melakukan apa yang seharusnya kami lakukan," jawab Aland dengan santai. "Jangan macam-macam ya," ucap Damar dengan tatapan tajamnya. "Memangnya apa yang kami lakukan selain tidur," ucap Aland. "Kau...." "Abang!" panggil Mitha. "Kamu gak diapa-apain kan sama dia, Dek?" tanya Damar. "Maksudnya?" tanya Mitha tak mengerti. "Udahlah, kamu sarapan dulu, Abang udah bawain makanan," jawab Damar. "Dari bunda?" tanya Mitha sambil kembali menuju ranjangnya. "Bukan, Abang beli di depan hotel," jawab Damar. "Abang tidur di hotel?" tanya Mitha. "Iya lah, kalau Abang tidur di rumah, yang ada ayah sama bunda curiga," jawab Damar. "Tumben pinter," ucap Mitha. "Heh!" ucap Damar. "Apa?" tanya Mitha. "Lagi sakit masih aja nyebelin," jawab Damar. "Ayah sama bunda ke sini gak?" tanya Mitha. "Mana Abang tau, kan Abang bukan dari rumah," jawab Damar. "Iya juga sih," ucap Mitha. "Kau tidak ke kantor hari ini?" tanya Damar kepada Aland. "Hah? Kantor?" tanya Mitha. "Itu Sayang, maksud Bang Damar, aku kerja apa enggak, kemarin aku lupa bilang sama kamu, kalau aku udah dapat pekerjaan baru, jadi aku bukan supir taksi lagi," jawab Aland. "Beneran kayak begitu?" tanya Mitha dengan kening yang berkerut. "Iya," jawab Aland sambil tersenyum. "Abang sama Mas gak lagi menyembunyikan sesuatu kan dari aku?" tanya Mitha. "Enggak, Sayang," jawab Aland. "Suudzon aja sama abangnya," ucap Damar. "Bukan suudzon, gelagatnya mencurigakan," ucap Mitha. "Sama aja, udah cepetan sarapan," ucap Damar. "Sekarang udah ada Abang, aku pulang ya, soalnya sebentar lagi kerja masa karyawan baru dateng ke kantor terlambat," ucap Aland. "Cih... pinter dia banget sandiwaranya," ucap Damar di dalam hati. "Iya, Mas, semangat kerjanya ya," ucap Mitha. "Pasti dong, biar bisa cepat-cepat lamar kamu," ucap Aland. "Gak ada, di mana-mana kakak dulu yang duluan nikah, adek belakangan," ucap Damar. "Lah kan minggu depan Abang nikah sama Fanny," ucap Mitha. "Secepat itu?" tanya Aland. "Lebih cepat lebih baik, ngapain pacaran lama-lama yang ada malah kena fitnah nanti," jawaban Damar membuat Mitha merasa tertampar. "Siap komandan, saya juga akan menikahi Mitha secepatnya," ucap Aland. "Bilang sama ayah, jangan sama gue," ucap Damar. "Secepatnya," ucap Aland. "Mas, jangan mulai ngaco, udah sana katanya mau kerja," ucap Mitha. "Iya, nanti aku ke sini lagi," ucap Aland sambil membelai lembut pipi Mitha. "Ekhem... kebiasaan deh kalau mesra-mesraan gak tau tempat," ucap Damar. "Iri, bilang bos," ucapan Aland membuat mulut Mitha menganga. "Bye, Sayang," ucap Aland, lalu dia pun pergi dari ruangan Mitha. "Cowok kamu kok gitu ya," ucap Damar. "Kayaknya dia kelamaan di sini, jadinya Mas Aland terkontaminasi sama gesreknya Abang," ucap Mitha. "Enak aja gesrek," ucap Damar. "Emang begitu kenyataannya," ucap Mitha lalu menikmati sarapannya. Sedangkan Damar duduk di sofa sambil memainkan ponselnya. "Abang gak sarapan?" tanya Mitha. "Udah, tadi," jawab Damar. "Terus gak kerja?" tanya Mitha. "Enggak, Abang cuti sampai minggu depan," jawab Damar. "Enak banget ya," ucap Mitha. "Apanya yang enak, walaupun cuti bukan berarti Abang gak kerja, Abang tetap kerja, bedanya gak pergi ke kantor," ucap Damar. "Itu namanya WFH, Bang, bukan cuti," ucap Mitha. "WFH apaan?" tanya Damar dengan kening yang berkerut. "Aish... katanya pinter, masa WFH aja gak tau," jawab Mitha. "Emang gak tau," ucap Damar. "WFH itu Work From Home," ucap Mitha. "Ya elah, gitu aja pake disingkat segala," ucap Damar. "Diih, Abang aja yang emang kuper." ucap Mitha. Damar tidak menghiraukan lagi ucapan adiknya, dia kembali fokus dengan ponsel yang dia pegang. "Sebenarnya, Abang cinta gak sih sama Fanny, kok Abang tiba-tiba setuju aja mau nikah sama dia?" pertanyaan Mitha membuat fokus Damar teralihkan, Damar hanya diam menatap Mitha. Damar pun belum tau apakah dia mencintai Fanny atau tidak, Damar masih bingung bagaimana dengan perasaannya kepada Fanny.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD