Bab 27: Semoga Bukan!

1100 Words
"Loh, kok ke sini, Yah?" tanya Mitha, dia dan Iqbal sudah sampai di salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota Jakarta. "Iya, kita mau ambil kalung," jawab Iqbal sambil melepaskan sabuk pengamannya. "Kan tadi Ayah bilang, Ayah tau rumah korban tabrak lari itu," ucap Mitha. "Ayah bohong sama bunda, waktu itu Ayah minta abang kamu buat pesan kalung yang sama di salah satu toko berlian di mall ini," ucap Iqbal. "Ya ampun, Yah, kenapa harus bohong, nanti kalau bunda tau terus marah gimana?" tanya Mitha. "Tenang aja bunda gak akan marah selama kita bisa menjaga rahasia ini," ucap Iqbal dengan alis yang terangkat. "Aku yakin sih Yah, bisa jaga rahasia, tapi bang Damar gimana?" tanya Mitha. "Itu urusan Ayah, yang penting sekarang kita turun dan ambil kalung itu," jawab Iqbal lalu dia dan Mitha turun dari mobil, mereka segera menuju toko berlian yang dimaksud oleh Iqbal, bersamaan dengan dua orang yang akan masuk ke sana juga. "Permisi, Nona," ucap Iqbal dengan ramah. "Ya ampun, Pak Iqbal, apa kabar?" tanya si pemilik toko bernama Yuna. "Alhamdulillah, saya baik," jawab Iqbal. "Ada yang bisa saya bantu?" tanya Yuna. "Saya mau ambil kalung berlian yang waktu itu dipesan oleh anak saya, ini kwitansi pembayaran uang mukanya," jawab Iqbal. "Oh, jadi kalung cantik itu Pak Iqbal yang memesan?" tanya Yuna. "Ya, hadiah untuk anak perempuan saya," jawab Iqbal sambil merangkul Mitha dengan sayang. "Wah, beruntung sekali kamu, Nak, punya ayah sebaik Pak Iqbal," ucap Yuna. "Ayah saya memang ayah terbaik di dunia, Tante," ucap Mitha sambil tersenyum. "Pak Iqbal, kenapa gak pernah ajak istrinya ke sini?" tanya Yuna. "Istri saya tidak terlalu suka datang ke toko perhiasan seperti ini, jadi biarkan saya saja yang selalu memberi kejutan untuknya," jawab Iqbal. "Very sweet," ucap Yuna, lalu dia memanggil karyawan tokonya untuk mengambilkan barang pesanan Iqbal. "Pak Iqbal mohon maaf, kalung pesanan anda masih dalam proses finishing, apa tidak masalah jika kalian menunggu sebentar, mungkin sekitar sepuluh sampai lima belas menit?" tanya Yuna. "Gimana, Nak, kamu mau tunggu?" tanya Iqbal. "Iya, Yah, gak apa-apa kita tunggu aja," jawab Mitha. "Baiklah, kami akan menunggu," ucap Iqbal. "Silahkan duduk di ruang tunggu, Pak, nanti karyawan saya akan membawakan camilan dan minuman untuk kalian," ucap Yuna seraya tersenyum. "Terima kasih," ucap Iqbal, lalu dia dan Mitha duduk di sofa yang ada tak jauh dari mereka, setelah itu seorang karyawan datang membawakan minuman dan camilan untuk mereka. Tanpa Mitha sadari, jika ada seorang pria yang diam mematung di depan toko karena melihat Mitha ada di toko yang akan dia datangi juga. *** "Kenapa ada dia di sini?" tanya Aland dengan lirih. Saat Aland dan Melinda sampai di toko berlian milik Yuna, Aland menghentikan langkahnya karena dia melihat Mitha dan Iqbal yang duduk di sofa. "Aland, kenapa kamu malah diam di situ, ayo masuk!" ajak Melinda sambil menepuk pelan pundak anaknya. "Haiish ... kenapa mama memaksaku untuk ikut datang ke sini, jika dia melihat aku sekarang, maka semua rencanaku akan berantakan," ucap Aland di dalam hatinya. "Aland!" panggil Melinda lagi. "Kenapa, Ma?" tanya Aland tapi pandangannya fokus melihat Mitha yang sedang melihat-lihat majalah dengan Iqbal. "Ya ampun, Land, dari tadi kamu bengong kayak orang kesambet, ayo!" jawab Melinda dengan gemas. "Mama masuk duluan aja, nanti aku nyusul," ucap Aland. "Kamu mau ke mana?" tanya Melinda. "Mau ke toilet," jawab Aland. "Di dalam juga ada toilet, kamu jangan banyak alasan ya," ucap Melinda. "Malu lah, Ma, masa baru dateng langsung numpang mau ke toilet," ucap Aland. "Beneran ya, kamu cuma mau ke toilet, awas kalau kamu kabur," ucap Melinda. "Ck ... iya, lagian mau kabur ke mana sih," ucap Aland, dia pun segera pergi sebelum Mitha melihatnya ada di sana bersama Melinda. "Cepetan balik lagi!" teriak Melinda, lalu dia segera masuk ke toko berlian itu. "Hai, Mel, ya ampun, baru juga aku kasih info langsung gercep datang ke sini," ucap Yuna menyambut kedatangan Melinda. "Iya dong, gak boleh ketinggalan, pokoknya aku harus liat dulu koleksi berlian terbaru di toko kamu," ucap Melinda. "Kamu emang bener-bener pecinta berlian ya," ucap Yuna. "Tapi, bukan itu aja sih tujuan aku, kamu ingat kan yang kita bahas tadi pagi?" tanya Melinda. "Tentunya aku ingat, kamu tenang aja, sebentar lagi Eliana datang kok, tapi Aland di mana?" tanya Yuna. "Biasa, ada urusan sebentar, dia gak betah lama-lama nganter ibunya shoping, jadi ya gitu deh," jawab Melinda. "Gak apa-apa, yang penting nanti Aland bisa ketemu sama Eliana," ucap Yuna. "Iya semoga aja berhasil," ucap Melinda. "Semoga, soalnya Eliana sering curhat sama aku, kalau dia udah lama suka sama Aland, tapi Aland terlalu cuek dan dingin sama cewek," ucap Yuna. "Itulah yang buat aku khawatir, makanya aku pengen banget Aland segera menikah sama Eliana biar kita jadi besan, dari pada dia ngejar-ngejar anak SMA yang gak jelas itu," ucap Melinda. "Aku jadi khawatir kalau Aland gak terima perjodohan ini," ucap Yuna. "Udah tenang aja, itu urusan aku, dia pasti nurut sama aku," ucap Melinda. "Semoga aja," ucap Yuna. "Lagian aku juga gak akan pernah merestui hubungan Aland sama anak SMA itu, ya kamu pasti tau kan, kebanyakan anak SMA jaman sekarang cuma mencari lelaki kaya yang bisa mereka manfaatkan untuk memenuhi keinginan meraka yang setinggi langit, aku gak mau kalau Aland dimanfaatkan lagi sama perempuan, kayak Giska waktu itu," ucap Melinda. "Ya ampun, Mel, hati-hati loh nanti ketulah sama ucapan sendiri," ucap Yuna. "Ya enggak dong, kan nanti Aland menikahnya sama Eliana, jadi dia gak bisa ngejar anak SMA itu lagi," ucap Melinda. "Bu, ini kalung yang tadi, sudah selesai semuanya," ucap karyawan Yuna. "Oh, oke kamu siapkan sertifikatnya," ucap Yuna lalu melihat lagi kalung yang berikan oleh karyawannya. "Baik, Bu," ucap karyawan Yuna lalu dia pergi. "Bagus banget kalungnya, model sederhana kayak jaman dulu tapi elegan," ucap Melinda. "Aku juga suka sama model kalungnya," ucap Yuna sambil meneliti lagi setiap detail kalung itu. "Aku beli deh dengan harga yang lebih tinggi," ucap Melinda. "Gak bisa, ini udah ditunggu sama yang pesan, tuh orangnya di sana," ucap Yuna sambil menunjuk ke arah sofa yang ada di sudut toko. "Laki-laki itu?" tanya Melinda, dia menoleh ke arah pria yang sedang duduk sambil fokus dengan benda pipih yang dia pegang. "Iya, kayanya kado buat anaknya, yang duduk di sebelah dia," jawab Yuna, tapi pandangan dia tetap fokus dengan kalung yang dia pegang. "Dia duduk cuma sendiri kok, gak ada anaknya," ucap Melinda. "Mungkin anaknya lagi pergi," ucap Yuna, lalu memasukkan kalung itu ke dalam sebuah kotak. "Pak Iqbal!" panggilan Yuna kepada Iqbal membuat mata Melinda terbelalak dengan sempurna, sekelebat ingatan masa lalunya kembali bermunculan di dalam pikiran Melinda, apakah dia adalah orang yang sama? "Semoga bukan!" batin Melinda berucap penuh harap.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD