Bab 28: Menghindar

1000 Words
"Yah, aku bosen," ucap Mitha berbisik. "Terus, mau ke mana dulu?" tanya Iqbal. "Hmm ... gak tau, tapi aku mau jalan-jalan dulu, mungkin nanti aku nemu barang yang aku suka," jawab Mitha. "Ya udah, ayo!" ucap Iqbal. "Ayah tunggu di sini aja, biar aku jalan sendirian," ucap Mitha. "Enggak, enggak, Ayah temenin kamu," ucap Iqbal. "Ayah, please," ucap Mitha memohon. "Oke, tapi kamu hati-hati ya, kamu kabarin Ayah nanti kamu ada di mana," ucap Iqbal. "Iya, Ayah," ucap Mitha lalu beranjak dari dia pun keluar dari toko berlian itu, sedangkan Iqbal masih menunggu di sana sambil memainkan ponselnya membalas pesan dari Rania. Beberapa menit kemudian, Yuna pun memanggil Iqbal karena kalung yang dia pesan sudah selesai. Ternyata di sana ada seorang pelanggan yang sedang dilayani juga oleh Yuna. "Pak Iqbal, ini kalungnya," ucap Yuna, sambil memberikan sebuah kalung yang sudah dia simpan dengan sangat cantik di sebuah kotak. "Wow ... seperti biasa, sesuai dengan harapan dan sangat cantik," ucap Iqbal, saat dia melirik cermin yang ada di hadapannya, kening Iqbal berkerut karena melihat wajah wanita yang tak asing untuknya berdiri di samping dia. "Melinda," ucap Iqbal dengan lirih, wanita itu pun dengan canggung menoleh kepada Iqbal. "Mas Iqbal!" tanya Melinda. "Kamu kenal sama Pak Iqbal, Mel?" tanya Yuna. "Iya," jawab Melinda sambil tersenyum tipis. "Tentu saja kami saling mengenal, kami berasal dari daerah yang sama," ucap Iqbal. "Oh, begitu, ya sudah Pak Iqbal sama Melinda lanjut ngobrol aja, saya mau menyiapkan kwitansi dan surat-surat yang lainnya," ucap Yuna. "Apa kabar, Mel?" tanya Iqbal sambil tersenyum. "Kabarku baik, Mas," jawab Melinda. "Syukurlah," ucap Iqbal. "Mas, apa kabar?" tanya Melinda. "Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja dan masih sama seperti dulu," jawab Iqbal. "Ya, memang terlihat baik-baik saja," ucap Iqbal. "Mas, maafkan aku," ucap Melinda dengan lirih membuat kening Iqbal berkerut. "Maaf untuk apa?" tanya Iqbal. "Karena kesalahan yang aku lakukan sama kamu dulu," jawab Melinda. "Oh, sudahlah, itu hanya masa lalu, jika kamu tidak melakukan itu maka sekarang aku tidak akan menemukan wanita baik seperti istriku," ucap Iqbal sambil tersenyum. Entah kenapa apa yang Iqbal katakan membuat Melinda mendapatkan tamparan yang sangat keras dan membuat rasa bersalahnya semakin besar. "Suami kamu apa kabar?" tanya Iqbal. "Mas Evan sudah meninggal, Mas," jawab Melinda dengan lirih. "Innalillahi wainnailaihi rojiun, maafkan aku, Mel, aku tidak tau," ucap Iqbal dengan rasa bersalahnya. "Gak apa-apa, Mas, lagi pula setelah kejadian itu kita gak pernah berkomunikasi lagi," ucap Melinda. "Iya, dan kamu yang memutuskan semua komunikasi kita," ucapan Iqbal membuat Melinda terdiam. "Mas, sebenarnya kamu juga gak tau apa yang aku rasakan saat itu, bahkan mungkin perasaan itu masih ada tapi aku mencoba untuk melupakannya," ucap Melinda di dalam hatinya lalu dia melihat kepada Iqbal yang sedang tersenyum melihat ponselnya. Senyuman yang sama saat mereka masih menjalin hubungan dulu, kini semuanya berubah, Iqbal bukan lagi pria yang dia kenal, bahkan di usianya yang sudah tidak muda lagi, Iqbal masih terlihat sangat tampan. Ting Senyuman Iqbal semakin mengembang saat ponselnya berdering. Via telpon "Assalamu'alaikum, Bun," ucap Iqbal dengan lembut. "Wa'alaikum salam ...." "Iya, Bunda Sayang, Ayah gak lupa kok," ucap Iqbal terdengar sangat mesra, Melinda yang tak jauh di sana tersenyum tipis mendengar Iqbal berbicara dengan istrinya. "...." "Sebentar lagi, Ayah sama Mitha pulang, Bun," ucap Iqbal. "...." "Assalamu'alaikum." ucap Iqbal. "Wa'alaikum salam." sahut Rania. Via telpon end Iqbal kembali menyimpan ponselnya di saku, lalu beralih melihat Melinda yang ada di sampingnya. Wanita itu masih melihat Iqbal dalam diamnya. "Ada apa?" tanya Iqbal. "Eh ... maaf, Mas," jawab Melinda yang langsung memalingkan wajahnya. *** Sejak keluar dari toko berlian milik Yuna, Mitha berjalan tanpa arah yang pasti, dia hanya melihat-lihat dari toko sana ke toko sini, sampai dia berpapasan dengan Aland. "Mas Aland!" panggil Mitha, Aland yang sedang fokus dengan ponselnya menoleh mendengar Mitha memanggil namanya. "Mitha!" sahut Aland. "Lagi ngapain di sini?" tanya Mitha. "Oh ... itu, aku ada janji ketemu sama teman," jawab Aland dengan canggung. "Kalau gitu aku permisi, Mas," ucap Mitha. "Kamu mau ke mana?" tanya Aland. "Gak tau, Mas," jawab Mitha. "Kok gak tau?" tanya Aland dengan kening yang berkerut. "Iya, aku ke sini sama ayah, tapi ayah lagi nunggu di sana," jawab Mitha sambil menunjuk ke arah toko berlian Yuna. "Mau jalan sama aku dulu?" tanya Aland. "Loh tadi katanya, Mas Aland lagi ada janji sama teman," jawab Mitha. "Iya, tapi kayaknya dia terlambat datang, lagian aku juga bosan nunggu dia dari tadi," ucap Aland berbohong. "Oke deh, tapi aku juga gak bisa lama, takutnya ayah nyariin aku," ucap Mitha. "Ayo, mau ke mana?" tanya Aland. "Hmm ... ke mana aja deh," jawab Mitha, lalu Aland menggandeng telapak tangan Mitha. Apa yang Aland lakukan membuat mata Mitha terbelalak sempurna, tangannya terasa dingin seketika saat bersentuhan dengan telapak tangan Aland, bukan itu saja, kini jantung Mitha pun berdegup dengan sangat kencang, membuat Mitha semakin salah tingkah, tapi dia tetap mengikuti ke mana Aland pergi. "Kita ke arena permainan aja mau gak?" tanya Aland, tapi karena gugup Mitha hanya diam tak menjawab apa-apa. "Mitha, kamu oke?" tanya Aland karena Mitha masih tetap diam. "Mitha," panggil Aland lagi, sambil mengibaskan telapak tangannya di hadapan wajah Mitha. "Eh ... i ... iya, Mas," ucap Mitha dengan gugup. "Kamu kenapa?" tanya Aland. "Aku gak kenapa-napa," jawab Mitha. "Ayo, masuk!" ajak Aland, mereka sudah sampai di arena permainan. "Mau ngapain ke sini?" tanya Mitha. "Kita main lah," jawab Aland sambil tersenyum, lagi-lagi senyuman tampan Aland membuat Mitha terpana. "Ya ampun, jantung jangan berlebihan dong, kalau kamu lepas dari sini gimana," ucap Mitha di dalam hatinya. "Tunggu di sini ya, aku isi saldo kartu permainannya dulu, kamu jangan ke mana-mana," ucap Aland. "I ... Iya, Mas," ucap Mitha kembali gugup, setelah itu Aland pun menuju kasir untuk mengisi kartu permainan mereka. "Huft ... ya Allah, apalagi ini, apa aku kembali merasa jatuh cinta, tapi jangan biarkan aku terlena dengan perasaan ini, aku gak mau kecewa lagi, aku cukup sadar diri bagaimana keadaanku, kami sangat jauh berbeda, dia terlihat sangat sempurna, sedangkan aku ...." ucap Mitha di dalam hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD