Bab 3: Jaminan

1030 Words
Setalah jam pelajaran selesai, semua siswa mulai berhamburan keluar dari kelas, begitu juga dengan Mitha dan Fanny yang berjalan beriringan dengan santai menuju gerbang sekolah. "Dijemput abang lo lagi?" tanya Fanny. "Gak tau, katanya kita mau pergi dulu," jawab Mitha. "Kan biasanya lo pergi ke mana-mana dianter, ya siapa tau aja sekarang dianter lagi," ucap Fanny. "Mitha!" Fanny dan Mitha menoleh mendengar suara Dirga yang memanggil Mitha. "Ngapain lagi itu alien satu," ucap Fanny dengan kesal melihat Dirga dengan tergesa menghampiri mereka. "Mau ngapain lo?" tanya Fanny dengan sengit. "Gue mau ngomong sebentar sama Mitha, bukan sama lo," jawab Dirga ketus. "Gue gak kasih ijin," ucap Fanny. "Kita gak ada urusan ya!" ucap Dirga dengan tatapan tajamnya. "Kamu mau ngomong apa, cepetan," ucap Mitha dengan malas. "Mitha, kamu marah sama aku karena kejadian tadi?" tanya Dirga. "Kenapa harus marah, lagian aku udah biasa kok diperlakukan kayak gitu sama semua orang, jadi gak perlu merasa bersalah," jawab Mitha. "Sebenarnya aku tuh...." "Woah, gue gak nyangka ternyata selera lo bus tayo kayak dia," Dirga menghentikan ucapannya saat mendengar suara Andi sahabatnya. "Jaga ucapan lo!" ucap Fanny sengit. "Jangan marah dong, lo gak liat temen lo itu emang mirip bus tayo, gak sadar diri," ucap Andi semakin mengejek. "Ayo Fan, kita pergi aja gak usah ngeladenin mereka," ucap Mitha sambil menarik lengan Fanny, lagi-lagi Mitha melihat Dirga hanya diam saat Mitha diperlakukan seperti ini, Mitha semakin tidak percaya jika Dirga menyukainya. "Ya udah cepetan pergi sana, angkut tuh anak-anak yang baru pulang sekolah," ucap Andi. BUGH "AWW!" "LO GILA!" pekik Andi meringis karena Fanny menendang kakinya. "Makan tuh gila, dasar mulut sampah," ucap Fanny lalu menarik lengan Mitha untuk pergi. "Lo tuh jangan diam aja dong, Mith, sampai kapan mereka bully lo terus?" tanya Fanny dengan sengit. "Udahlah, gak usah mikirin hal yang gak penting kayak begitu," jawab Mitha dengan santai, tentunya dengan hati yang berdenyut nyeri setelah mendengar ucapan Andi. "Terserah lo deh, heran gue sama lo," ucap Fanny, mereka sudah sampai di depan gerbang. "Udah jangan marah-marah nanti...." BRAAK "Ya ampun, apaan tuh!" pekik Fanny sedangkan Mitha sudah pergi menghampiri kerumunan orang yang tidak jauh di depan gerbang sekolahnya. "Mitha, tunggu!" pekik Fanny. "Ya ampun, kasian banget," ucap Mitha saat melihat seorang pria terkapar dengan berlumuran darah, pria itu menjadi korban tabrak lari. "Kamu kenal, Dek?" tanya salah satu pria yang ada di situ juga. "Aku gak kenal, Pak, tapi segara bawa dia ke rumah sakit," jawab Mitha. "Tapi kami tidak tau siapa dia, Dek," ucap pria itu lagi. "Ya ampun, Bapak ini gimana sih, yang penting ditolong dulu, kalau gitu Bapak tolong cari taksi dan bawa dia, biar saya yang antar ke rumah sakit," ucap Mitha. "Mith, lo jangan gila ya, biarin aja dia ditolong orang lain, nanti yang ada malah kita yang dituduh nabrak dia," ucap Fanny. "Aduh, pikiran kamu terlalu jauh, yang penting dia selamat dulu," ucap Mitha dengan gemas. Dengan bantuan orang-orang di sekitar, Mitha membawa pria itu ke rumah sakit, di dalam taksi Fanny tak hentinya memperingatkan Mitha agar terus berhati-hati, ia tidak ingin malah Mitha yang menjadi kambing hitam atas kejadian ini. "Fan, lebih baik kamu diam deh, aku pusing dengernya," ucap Mitha lalu melirik wajah pria yang berada di pangkuannya. Kini rok dan baju Mitha pun terkena lumuran darah pria itu, Mitha melihat tatapan sayu dari pria itu. "Maaf ya, Mas, saya lancang," ucap Mitha sebelum kesadaran pria itu terenggut dan membuat Mitha panik. "Pak, cepetan dong, ini kalau masnya kenapa-napa gimana?" tanya Mitha, sang driver taksi pun menambah kecepatan laju mobilnya. "Tuh kan gue bilang juga apa, dia mati? Pasti kita kena masalah!" ucap Fanny dengan panik. "Kamu ngomong apaan sih, Fan, dia masih hidup, cuma pingsan," ucap Mitha. "Kita sudah sampai, Neng," ucap sang driver. "Pak tolong bantu angkat dia ya," ucap Mitha, akhirnya pria itu dibawa ke ruang UGD. "Udah yuk, kita pulang," ajak Fanny. "Tunggu dulu dong, masa kita tinggalin gitu aja," ucap Mitha. "Kalian siapanya korban?" tanya salah satu perawat. "Kita bukan siapa-siapa, Sus, tadi kita liat dia di gerbang sekolah, dia korban tabrak lari," jawab Fanny. "Kalian tau keluarganya?" tanya perawat lagi. "Gimana mau tau, kenal juga enggak, Suster gimana sih," jawab Fanny. "Fan, jangan gitu," ucap Mitha sambil menggelengkan kepalanya melihat tingkah Fanny, lalu bicara kepada perawat itu. "Kita gak tau keluarganya, Sus, tadi kita cuma dikasih ini sama orang-orang di sekitar," ucap Mitha seraya menyodorkan sebuah ponsel. "Silahkan hubungi keluarganya untuk memberikan jaminan agar pasien segera ditangani," ucap perawat. "Suster, nyawa dia sedang dalam bahaya, masa harus nunggu keluarganya dulu, kalau dia gak punya keluarga terus rumah sakit ini gak mau nolongin dia sampai dia mati gitu?" tanya Fanny dengan sengit. "Maaf, Dek, saya hanya menjalankan prosedur di rumah sakit ini," jawab perawat. "Emang ribet ya kalo rumah sakit orang kaya," ucap Fanny, Mitha tak ingin ikut berdebat dan hanya menghela nafasnya dengan panjang lalu ia melepaskan kalung yang ia gunakan. "Suster, apa kalung saya ini bisa menjadi jaminan dulu?" tanya Mitha sambil menyerahkan kalung miliknya kepada perawat. Perawat itu pun mengambil kalung milik Mitha dan memperhatikan kalung itu, dia tau jika kalung milik Mitha adalah kalung mewah dengan harga fantastis walaupun terlihat seperti kalung murahan. "Bisa, Dek," ucap perawat. "Silahkan ambil, Suster, nanti saya akan menebusnya setelah dia baik-baik saja saya akan pulang untuk mengambil uang, karena sekarang saya tidak membawa ATM," ucap Mitha. "Baiklah, saya akan segera mengurus semuanya," ucap perawat "Terima kasih, Suster," ucap Mitha. "Siapa nama pasien?" tanya perawat. "Saya gak tau, Sus, tapi sementara ini pakai nama saya saja, kalau keluarganya sudah datang Suster bisa memberi tau kepada mereka," ucap Mitha. "Nanti saya coba cari kartu identitasnya," ucap perawat itu lalu pergi. "Mit, lo mau nanggung semua biaya pengobatan dia?" tanya Fanny. "Iya, semoga aja tabungan aku cukup," jawab Mitha. "Kalo keluarga dia gak ganti uang lo, gimana?" tanya Fanny. "Anggap aja aku sedekah, gak ada ruginya menolong orang," jawab Mitha. "Iya juga sih, tapi kan...." "Udah jangan banyak ngeluh, kalau kamu mau pulang, pulang aja aku gak apa-apa nunggu di sini sendiri," ucap Mitha menyela. "Gue temenin lo di sini aja, gak apa-apa kok," ucap Fanny, Mitha hanya menganggukkan kepalanya, tak berapa lama dokter dari ruangan UGD pun keluar dan....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD