Bab 4: Donor Darah

1005 Words
"Gue temenin lo di sini aja, gak apa-apa kok," ucap Fanny, Mitha hanya menganggukkan kepalanya menyetujui ucapan Fanny. Mitha dan Fanny menunggu di depan pintu UGD dengan perasaan cemas karena dokter masih belum keluar dari ruangan UGD, bahkan Mitha mondar-mandir ke sana kemari seperti setrikaan dan itu membuat Fanny pusing. "Mit, lo bisa diem gak? Minimal duduk gitu, gue malah ikutan pusing liatin lo, mana itu baju sama rok lo kena darah banyak lagi," ucap Fanny. "Aduh, dari tadi kamu ngedumel terus deh, bukannya bantuin berdo'a," ucap Mitha. Drrt...Drrt...Drrt.... Mitha mengambil ponselnya yang berdering di dalam saku pakaiannya, ternyata abang tersayangnya menelpon, bahkan banyak sekali pesan w******p yang dia kirimkan kepada Mitha. "Halo, Bang, kenapa?" tanya Mitha dengan santai, dia tidak tau saja jika abangnya sudah bertanduk menunggu dia di depan gerbang sekolah. "Malah tanya kenapa, kamu di mana, Dek? Dari tadi Abang nungguin tapi kamu gak muncul-muncul," jawab Damar dengan sengit karena kesal menunggu Mitha di sana. "Maaf, Bang, aku lupa kasih kabar, aku di rumah sakit...." "APA? RUMAH SAKIT?" pekik Damar di ujung sana saat Mitha memberi tau jika dirinya berada di rumah sakit. "Iya, Bang tadi aku...." jawaban Mitha kembali terhenti karena Damar dengan tidak sabar terus menyela ucapannya. "Kamu kenapa? Sekarang di rumah sakit mana? Biar Abang ke situ sekarang?" tanya Damar dalam kepanikannya. "Tenang, Bang, tenang, sekarang aku ada di rumah sakit dekat sekolah tapi aku...." Piip Damar memutuskan sambungan telponnya sepihak karena dia merasa panik mendengar Mitha ada di rumah sakit. Mitha menghela nafasnya dengan panjang karena Damar tidak mendengar penjelasannya lebih dulu. Kerena merasa sangat cemas, Damar pun segera pergi menyusul Mitha ke rumah sakit. "Gue bilang juga apa, abang lo pasti marah, udah deh balik aja yuk, yang penting dia udah ditanganin sama dokter!" ajak Fanny. "Tunggu dulu dong, Fan, kita pastikan dulu kalau keadaan dia baik-baik aja," ucap Mitha. "Ck... lo tuh keras kepala banget sih, Mit," ucap Fanny semakin kesal. Pintu ruang UGD pun terbuka, keluar dokter dan beberapa perawat dari sana dengan raut wajah yang khawatir. "Keluarga pasien?" tanya dokter kepada Mitha. "Bukan, Dok, saya hanya menolong dia," jawab Mitha. "Lalu, di mana keluarga pasien? Apa kalian belum menghubunginya?" tanya dokter lagi. "Saya gak tau harus menghubungi siapa, soalnya saya juga gak kenal sama dia, tapi tadi saya kasih ponsel sama dompet pasien ke suster, Dok," jawab Mitha. "Baiklah, semoga keluarga pasien datang secepatnya, karena pasien membutuhkan donor darah dan kebetulan golongan darah yang sama dengan pasien sedang tidak ada di rumah sakit ini, kami sudah mencoba untuk menghubungi PMI sekitar, namun persediaan darah pun tidak ada," ucap dokter. "Ya ampun, memangnya golongan darah pasien apa, Dok, siapa tau saya atau teman saya bisa bantu?" tanya Mitha. "Mitha, lo apa-apaan sih, lo kan tau kalau gue takut disuntik, masa lo tega nyuruh gue buat donorin darah," ucap Fanny yang mendekati Mitha karena dia terkejut dengan apa yang Mitha ucapkan. "Aku heran deh sama kamu, laga aja kayak preman tapi sama jarum suntik takut, lagian gak bakalan mati kalau cuma donorin sedikit darah sama orang lain," ucap Mitha. "Golongan darah pasien O, kalian mau jadi pendonor?" tanya dokter. "Gak mau, Dok. Dokter gak liat kalau badan aku kurus kayak gini, pasti darahnya sedikit, Dokter ambil darah dia aja, stok darah dia pasti banyak," jawab Fanny sambil mengibaskan tangannya dan menunjuk Mitha. "Kamu ini ada-ada saja," ucap dokter. "Saya mau jadi pendonor, Dok, kebetulan golongan darah saya O," ucap Mitha. "Mit, lo serius?" tanya Fanny. "Boleh, silahkan ikuti suster," ucap dokter seraya menunjuk kepada suster yang sudah masuk ke salah satu ruangan lebih dulu, sedangkan dokter kembali masuk ke ruang UGD. "Mitha, tunggu dulu!" cegah Fanny. "Apa lagi sih, Fan?" tanya Mitha dengan kesal. "Lo beneran mau donorin darah buat dia?" tanya Fanny. "Ya ampun, dari tadi tanya itu terus, udahlah," jawab Mitha dan segera pergi menyusul suster. "Mit, tunggu dulu!" pekik Fanny, tapi sahabatnya itu tidak menghiraukan panggilannya, Mitha pun masuk ke ruangan itu untuk mendonorkan darahnya. "Malah gak dengerin gue lagi," ucap Fanny dia pun berbalik arah untuk mengikuti Mitha, tapi langkahnya terhenti karena panggilan dari Damar. "Eh, Bang Damar," ucap Fanny dengan senyuman untuk menutupi ketegangannya. "Mitha mana? Dia kenapa?" tanya Damar dengan panik. "Itu Bang, Mitha... Mitha...." "Fanny, cepetan jawab!" ucap Damar dengan sangat kesal, pria itu sudah sangat mengkhawatirkan Mitha. "Di ruangan itu, Bang," ucap Fanny dengan jari yang menunjuk pintu ruangan yang dimasuki oleh Mitha. Damar pun cepat-cepat masuk ke ruangan itu, dia tidak sabar untuk melihat bagaimana keadaan Mitha. "Haiish... gak adeknya, gak kakaknya, sama-sama ngeselin," gerutu Fanny. Tanpa mengetuk pintu lebih dulu, Damar membuka pintu dengan sangat kencang membuat Mitha dan suster yang ada di sana terkejut. Mata Damar terbelalak sempurna saat melihat Mitha yang berbaring di atas ranjang dengan pakaian yang berlumuran darah. "Ya ampun, Bang, ngagetin aja," ucap Mitha. "Kamu kenapa, huh? Kenapa bisa sampe kayak gini?" tanya Damar yang langsung mendekati adiknya. "Aku gak kenapa-napa, Bang," jawab Mitha dengan santai. "Gak apa-apa gimana...." "Maaf, Mas, jika anda ingin membuat keributan lebih baik tunggu di luar," ucapan salah satu perawat membuat Mitha ingin menyemburkan tawanya. "Tapi, Sus...." "Bang, tunggu di luar sana," ucap Mitha menyela. "Dek!" ucap Damar, tapi Mitha memberikan isyarat lewat mata agar Damar keluar dari ruangan itu, Damar pun menghela nafasnya dengan panjang lalu menuruti keinginan adiknya untuk menunggu di luar. Beberapa menit kemudian, Mitha pun keluar dari ruangan dengan wajah yang sedikit pucat, di belakangnya keluar juga seorang suster yang membawa dua kantong darah dan dia segera masuk ke ruang UGD. "Mas, adiknya dikasih minum yang banyak, terus suruh makan dulu biar gak lemes," ucap suster. "Iya, Sus," ucap Damar, setelah itu Damar menuntun Mitha untuk duduk di kursi, Fanny pun masih setia menunggu sahabatnya di sana. "Tunggu di sini, Abang beli air minum sama makanan dulu," ucap Damar lalu pergi ke kantin rumah sakit. "Lo gak apa-apa?" tanya Fanny. "Gak apa-apa, aku cuma sedikit pusing," jawab Mitha. "Gimana gak pusing, darah lo diambil banyak kayak gitu," ucap Fanny. "Udah ada kabar dari dokter?" tanya Mitha. "Belum." jawab Fanny sambil menggelengkan kepalanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD