Bab 38: Terbongkar

4447 Words
"Sudah selesai semuanya?" tanya guru yang kembali masuk ke kelas. "Sudah, Bu!" jawab semua siswa setelah mereka kembali duduk di bangku mereka. "Beruntungnya tadi Ibu minta kalian semua merapikan kelas ini, jika tidak kalian pasti kena masalah karena ada seseorang yang datang ingin bertemu dengan kalian," ucap guru yang bernama Gina itu. "Siapa yang datang, Bu?" tanya Nita. "Murid baru, Bu?" tanya yang lainnya. "Bukan, sebentar lagi kalian akan tau," jawab bu Gina, lalu dia mempersilahkan orang yang dia maksud untuk masuk ke kelas. Mata Mitha terbelalak sempurna saat melihat siapa yang masuk ke kelasnya, begitu juga semua siswa yang lain, mereka tidak menyangka jika orang yang paling berpengaruh di yayasan tempat mereka sekolah akan datang ke kelas mereka, siapa lagi jika bukan Iqbal. "Mampus, kelar hidup lo semua sekarang!" ucap Fanny dengan puas. "Fan?" tanya Mitha dengan kening yang berkerut. "Apa," jawab Fanny dengan santai. "Kamu laporan sama pak Iqbal?" tanya Mitha. "Enggak, tadi pas ke toilet gue gak sengaja ketemu sama Pak Iqbal, terus beliau tanya kenapa di kelas ini ribut banget, ya udah gue jelasin aja semuanya, termasuk lo yang dituduh jadi selingkuhannya Pak Iqbal," jawaban Fanny membuat Mitha menepuk keningnya. "Ya ampun Fanny, kamu cerita kayak gitu sama Pak Iqbal sama aja bunuh diri tau gak." ucap Mitha dengan gemas, lalu dia menundukkan kepalanya di atas meja, bukan karena dia takut kepada ayahnya tapi dia merasa malu karena beberapa orang temannya menatap kepada Mitha, terlebih lagi Nita dan Sesha yang tersenyum penuh kemenangan karena mereka menganggap jika apa yang mereka katakan benar, Mitha adalah selingkuhan Iqbal. "Selamat pagi semuanya, maaf jika kedatangan saya membuat kalian terkejut," ucap Iqbal dengan penuh wibawa seorang pemimpin yang bijak. "Pasti terkejut, Pak, kan gak biasanya Bapak sidak ke kelas kita," ucap Nita. "Halah, ini orang mulutnya minta gue sumpel kali ya, caper banget sih," ucap Fanny dengan gemas, lalu dia melirik kepada Mitha yang masih menundukkan kepalanya. "Itulah yang menjadi pertanyaan saya juga, Pak, apa Anda ada keperluan lain sampai Anda datang ke sini?" tanya Gina. "Tentu saja, saya datang ke sini hanya ingin bertemu dengan putri saya," jawaban Iqbal membuat beberapa siswa memekik tak percaya. "Aduh, kenapa Ayah bilang gitu sih," ucap Mitha di dalam hatinya. "What? Ja ... jadi selama ini di kelas kita ada anak bapak?" tanya Nita tak percaya, sedangkan Sesha hanya diam tanpa minat untuk ikut berkomentar. "Ya, anak saya ada di kelas ini," jawab Iqbal seraya tersenyum. "Siapa dia, Pak?" tanya bu Gina. "Mitha, kemari, Nak," jawab Iqbal langsung memanggil Mitha. Semua siswa dalam kelas itu semakin terkejut mendengar siapa nama yang disebut oleh Iqbal, bahkan semuanya sudah beralih menatap Mitha. "Mi ... Mitha, Mitha, anak Pak Iqbal," ucap Nita dengan suara gemetar. Sesha kembali bungkam saat mengetahui kebenaran tentang Mitha, perasaannya campur aduk tidak karuan. "Mampus lo, makanya jangan pada belagu," ucap Fanny semakin puas, lalu dia melirik kepada Mitha yang masih belum merubah posisinya. "Mith, lo gak mau liat muka bego mereka yang kayak kesamber gledek, lucu loh Mith," ucap Fanny dengan heboh kepada Mitha. "Diam, Fan, kamu cari gara-gara aja deh," ucap Mitha. "Laxmitha Ayudia Pratama, sejak kapan kamu tidak menghiraukan panggilan Ayah!" panggil Iqbal lagi, dia semakin memperjelas jika Mitha adalah anaknya. Keadaan kelas semakin hening, begitu juga dengan bu Gina yang baru tau jika Mitha adalah anak Iqbal. Mitha yang merasa kalau ini akan tidak baik jika dia tetap diam, mau tidak mau Mitha mengangkat kepalanya lalu berdiri dengan tersenyum canggung. "Eh ... Ayah, kenapa Ayah panggil aku di sini?" tanya Mitha dengan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Dari tadi Ayah panggil malah diam aja, kamu sakit?" tanya Iqbal. "Enggak, Yah, lagian Ayah kenapa repot-repot datang ke sini, kan biasanya aku yang ke ruangan Ayah kalau Ayah telpon," jawab Mitha. "Emangnya gak boleh kalau Ayah liat gimana anak Ayah di kelas?" tanya Iqbal dengan melipat tangannya. "Boleh aja, Yah," jawab Mitha, lalu dia memalingkan wajahnya dan berkata dengan lirih, "Tapi, gak baik untuk keberlangsungan hidup aku di sekolah selanjutnya, Yah." "Sini, kenapa diam di situ aja dari tadi!" panggil Iqbal. "Iya, Yah, sebentar," ucap Mitha lalu melirik Fanny yang tersenyum dengan alis yang terangkat. "Awas ya, Fan!" desis Mitha. "Gue gak takut, wleee," ucap Fanny meledek Mitha. Dengan langkah gontainya, Mitha pun berjalan menghampiri Iqbal, dia amat risih karena menjadi pusat perhatian teman-temannya di kelas. "Kenapa, Yah?" tanya Mitha, dia pun mengangguk dengan sopan kepada bu Gina. "Ikut ke ruangan Ayah sebentar, ada titipan dari bunda, tadi mang Simin anterin barang kamu yang ketinggalan," jawaban Iqbal membuat kening Mitha berkerut, karena Mitha tidak merasa jika ada barangnya yang tertinggal. "Wah, saya benar-benar tidak menyangka jika Mitha adalah anak, Pak Iqbal," ucap bu Gina. "Iya, Bu, anak saya ini memang selalu tidak ingin semua siswa dan guru di sini tau jika dia adalah anak kandung saya, dia bilang malu jika teman-temannya mengetahui itu," ucap Iqbal. "Nah, ini yang harus kalian jadikan contoh, tetap rendah hati walaupun Mitha adalah anak dari pemilik yayasan," ucapan bu Gina membuat Sesha semakin merasa jatuh ke dasar jurang yang paling dalam. "Ta ... tapi, beneran kan kalau Mitha itu anak Bapak?" tanya Nita yang masih tak percaya dengan kenyataan yang baru saja dia dapatkan. "Apakah saya harus menunjukkan akta kelahiran Mitha dan foto keluarga besar saya," jawab Iqbal dengan tatapan tajamnya kepada Nita. "Nita!" desis bu Gina sambil melihat kepada Nita. "Maaf, Pak Iqbal, mungkin karena dia terkejut saat tau Mitha putri Bapak, begitu juga dengan saya, karena selama ini Mitha tidak pernah mengatakan kepada semua orang tentang identitas Mitha yang sebenarnya," ucap bu Gina. "Setiap orang punya privasi dan alasan yang kuat untuk menutupi jati diri yang sebenarnya, begitu juga dengan putri saya, dia selalu menolak jika saya ingin membantunya saat dia mendapatkan kesulitan karena ulah para siswa di sini, dan ini salah satu alasan saya datang ke hadapan kalian untuk memberi tau kenyataan ini," ucap Iqbal dengan pandangan mengitari sekitar kelas. "Saya mendengar ada siswa yang mengatakan jika Mitha adalah ...." "Yah, jangan diperpanjang masalahnya, yang penting sekarang semuanya udah tau kalau apa yang mereka tuduhkan sama aku gak benar," ucap Mitha dengan lirih. Iqbal menghela nafasnya dengan panjang mendengar ucapan Mitha. "Kalian lihat, bahkan di saat perbuatan kalian sangat keterlaluan kepada putri saya, dia masih tidak ingin mempermasalahkan hal itu, sebenarnya saya ingin membawa masalah ini ke jalur hukum dengan tuduhan pencemaran nama baik, tapi sayangnya ada aturan hukum negara yang harus saya taati untuk menuntut anak di bawah umur," ucapan Iqbal membuat siswa yang sering membully Mitha menegang, terlebih lagi Nita dan Sesha, wajah keduanya semakin memucat saat mendengar ancaman Iqbal. "Saya harap, ini terakhir kalinya kalian mempermalukan anak saya, jika terjadi lagi hal seperti ini, maka saya tidak akan berpikir dua kali untuk memberikan pelajaran kepada kalian," ucap Iqbal dengan tatapan tajamnya. "Rasain, lo!" ucap Fanny, lagi-lagi dia sangat puas mendengar apa yang diucapkan oleh Iqbal. "Bu Gina, saya ijin membawa putri saya ke ruangan sebentar," ucap Iqbal. "Silahkan, Pak Iqbal, saya mohon maaf jika perbuatan para siswa di sini kurang berkenan untuk Bapak dan Mitha," ucap bu Gina. "Sama-sama, saya juga minta maaf karena sudah mengganggu waktu mengajar, Ibu," ucap Iqbal lalu dia membawa Mitha pergi ke ruangannya. "Duduk!" perintah Iqbal setelah dia dan Mitha sampai di ruangannya, Mitha pun duduk di sofa menuruti perintah Iqbal. "Kenapa kamu gak cerita sama Ayah dari kemarin?" tanya Iqbal dengan tatapan tajamnya. "Cerita apa, Yah?" tanya Mitha. "Kamu jangan bohong lagi sama Ayah, temen kamu udah cerita semuanya," jawab Iqbal. "Ish ... dasar Fanny, gak bisa jaga rahasia," ucap Mitha menggerutu dengan lirih. "Aku bukannya gak mau cerita, Yah, tapi aku gak mau malah membuat keributan yang lain, lagi pula apa yang mereka tuduh gak sesuai sama kenyataan, jadi apa yang harus aku permasalahkan," ucap Mitha. "Gak ada yang kamu permasalahkan kamu bilang, ini udah termasuk pencemaran nama baik," ucap Iqbal dengan tatapan tajamnya kepada Mitha. "Iya, Yah, aku tau aku salah, maaf," ucap Mitha. "Kenapa kamu yang minta maaf?" tanya Iqbal. "Karena aku salah," jawab Mitha. "Mitha dengarkan Ayah, sampai kapan kamu seperti ini, sekali-kali kamu harus marah, sekali-kali kamu harus berontak, sesekali kamu harus tunjukan sisi tidak baik kamu, agar mereka tau apa yang kamu rasakan, jangan diam seperti ini terus," ucapan Iqbal membuat Mitha terdiam. "Ini terakhir kalinya kamu seperti ini," ucap Iqbal. "Iya, Yah, aku minta maaf," ucap Mitha. "Ya sudah, kamu kembali ke kelas." ucap Iqbal, Mitha pun beranjak dari tempatnya dan segera menuju kelas. *** Waktu istirahat pun tiba, Mitha dan Fanny segera menuju kantin untuk mengisi perut mereka yang mulai terasa lapar. "Lo mau jajan apa?" tanya Fanny. "Hmm ... jajan apa ya," jawab Mitha tampak bingung memilih makanan, tapi dia mengambil ponselnya yang berdering lalu tersenyum saat melihat siapa yang mengirim pesan kepadanya. "Makan bakso mau gak?" tanya Fanny, tapi temannya itu tidak menjawab pertanyaan, Mitha sedang fokus dengan ponselnya sambil tersenyum sendiri. "Woyy, lo ditanya bukannya jawab malah mesem-mesem kayak orang gila gitu!" ucap Fanny dengan kesal lalu dia merebut ponsel Mitha. "Fan!" teriak Mitha. "Ya elah si markonah, pantesan aja gue tanya gak digubris gak taunya dia lagi chat sama mas tersayang," ucap Fanny merengut kesal. "Balikin hp aku," ucap Mitha berusaha mengambil hpnya dari Fanny. "Jawab dulu pertanyaan gue," ucap Fanny dengan tersenyum jahil dan alis yang terangkat. "Apa?" tanya Mitha. "Tapi, lo harus jawab dengan cepat, gak boleh kelamaan mikir!" jawab Fanny. "Iya, cepetan mau tanya apaan!" ucap Mitha. "Apa pelajaran yang paling lo suka?" tanya Fanny. "Biologi!" jawab Mitha. "Apa sayuran yang paling paling lo gak suka?" tanya Fanny. "Seledri!" jawab Mitha yang sudah mulai kesal. "Terus sekarang lo mau makan apa?" tanya Fanny. "Terserah!" jawab Mitha. "Gak ada makanan yang namanya terserah, jawab yang bener!" ucap Fanny dengan tatapan tajamnya. "Pempek!" ucap Mitha tak kalah menatap tajam kepada Fanny. "Lo cinta gak sama mas Aland?" tanya Fanny. "Cinta!" jawab Mitha, tapi setelah itu dia membekap mulutnya karena baru menyadari apa yang sudah dia ucapkan. "Yes, dapat juga, oke Sistah, gue pesenin lo pempek sekarang juga," ucap Fanny dengan evil smirknya lalu dia segera beranjak dari bangku dan menyimpan ponsel Mitha di atas meja. "Fanny, nyebelin banget kamu ya!" ucap Mitha tapi temannya itu malah tersenyum kegirangan. Mitha kembali mengambil ponselnya dan fokus lagi membalas pesan dari Aland. "Hai, Mitha!" Mitha pun menolehkan wajahnya mendengar suara Nita dan temannya yang bernama Mery memanggilnya. "Ada apa?" tanya Mitha dengan tatapan datarnya. "Lo duduk sendirian, kita boleh gabung," jawab Nita dengan senyuman dibuat semanis mungkin, Mitha memutar matanya dengan malas melihat perubahan sikap Nita, dalam sekejap mata. "Aku duduk sama Fanny di sini, jadi kalian bisa cari meja yang lain," ucap Mitha. "Mith, maafin kita ya," ucap Nita. "Iya, Mitha, maafin gue juga," ucap Mery. "Enak aja lo cuma minta maaf, apa yang lo lakuin sama Mitha itu udah keterlaluan, sekarang seenak udelnya lo minta maaf setelah lo tau kalau Mitha itu anaknya pak Iqbal," ucap Fanny dengan sengit saat mendengar Nita meminta maaf kepada Mitha. "Lo diem ya, gue gak ada urusan sama lo!" ucap Nita dengan tatapan tajamnya kepada Fanny. "Sekarang jadi urusan gue juga karena Mitha temen gue!" ucap Fanny. "Fan, udah jangan marah-marah terus," ucap Mitha. "Tuh, yang bersangkutan aja kalem, kenapa lo yang sewot," ucap Nita. "Mulai lagi deh lo kayak gini, Mith," ucap Fanny. "Udah Mith, gak usah dengerin dia, gue bener-bener minta maaf sama lo, lo mau kan jadi temen gue?" tanya Nita. "Aku udah maafin kamu kok," jawaban Mitha membuat mata Fanny terbelalak sempurna dan membuat Nita tersenyum menang. "Mith, lo apa-apaan sih?" tanya Fanny dengan sengit. "Aarrgghh ... thank you Mitha, lo emang teman gue yang terbaik," jawab Nita lalu memeluk Mitha, hal itu membuat Fanny semakin kesal. "Lepasin aku, Nit," ucap Mitha sambil mendorong tubuh Nita agar dia melepaskan pelukannya. "Oopss ... sorry, Mith," ucap Nita. "Aku emang udah maafin kalian, kalian udah menjadi teman aku, tapi sekedar teman gak lebih, apalagi menjadi sahabat aku, dan sejak kapan aku jadi teman terbaik kamu, ingat ya, teman aku yang paling baik cuma Fanny, bahkan dia udah kayak saudara perempuan buat aku, jadi aku mau kita berteman seperti teman biasa aja, tidak lebih!" ucapan Mitha kali ini membuat Fanny tercengang. "Tapi, Mitha, masa lo mau cuma punya satu temen, ya gak, Mer?" tanya Nita yang dibenarkan oleh Mery. "Lebih baik aku cuma punya satu teman dari pada punya seribu teman yang munafik seperti kalian!" jawab Mitha dengan tatapan tajamnya dan membuat Nita dan Mery menjadi bungkam seketika. "Sekarang, kalian pergi dari sini, aku sama Fanny mau makan!" perintah Mitha. "Tapi, Mitha ...." "Ayo, Fan, kita cari meja lain aja!" ucap Mitha menyela apa yang ingin dikatakan oleh Nita, Mitha pun beranjak dari tempatnya lalu menarik lengan Fanny agar dia pindah duduk di meja yang lain. "Rasain lo!" ucap Fanny meledek Nita lalu dia mengikuti Mitha untuk duduk di meja lain. "Mana, Nit, kata lo, kita bakalan berhasil deketin Mitha karena dia anaknya gak enakan, tapi kok malah kayak gini, gagal deh jadi temen sama anak pemilik yayasan," ucap Mery. "Hai guys!" sapa Sesha yang baru tiba di kantin. "Ngapain lo duduk di sini?" tanya Nita dengan sengit. "Kan emang biasanya kita duduk bareng," jawab Sesha. "Sekarang lo bukan level kita, jadi mendingan lo pergi dari sini, kita jijik deket-deket sama anak koruptor kayak, lo!" ucap Mery. "Oh, jadi begini muka asli kalian," ucap Sesha. "Kenapa, lo gak terima?" tanya Mery dengan tatapan penuh mengejek. "Udah, Mer, gak ada gunanya ngeladenin orang yang gak tau malu kayak dia, mendingan kita pergi aja." ucap Nita lalu dia beranjak dari bangkunya begitu juga dengan Mery, mereka pun pergi meninggalkan Sesha yang menatap keduanya dengan tatapan tajam dan tangan yang terkepal kuat. "Gue akan balas perbuatan kalian semua!" ucap Sesha. Fanny yang duduk tak jauh dari meja Sesha menatap gadis itu dengan senyuman puas, kali ini bukan hanya kesombongan Sesha yang membuat dia hancur, tapi semua teman yang selalu dia banggakan pun meninggalkan dia. "Kamu kenapa senyam-senyum kayak gitu, Fan?" tanya Mitha. "Diem, Mith, jangan ganggu kebahagiaan gue," jawab Fanny tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun kepada Mitha. "Kamu ngeliatin apa sih?" tanya Mitha lalu dia mengikuti ke mana arah pandang Fanny. Mitha pun beranjak dari tempatnya tapi dicegah oleh Fanny. "Lo mau ke mana?" tanya Fanny. "Samperin Sesha, kasian dia," jawab Mitha. "Lo diem duduk di sini, jangan macem-macem pake acara kasian segala sama dia," ucap Fanny. "Emang kasian, Fan, kamu gak liat tuh dia ...." "Gak ada, gak ada, inget ya gak ada kasian sama dia, biarin dia terima akibat dari kesombongan dia," ucap Fanny menyela. "Tapi, Fan ...." "Lo duduk lagi, terus habisin makanan lo, atau gue yang pergi." ucap Fanny lagi dengan tatapan tajamnya, Mitha pun kembali duduk sambil menghela nafas panjang. *** "TURUN!" teriak Damar kepada pemilik mobil yang mengikutinya sejak dia keluar dari perusahaan. Seorang wanita cantik dengan berpakaian minim bahan pun turun dari mobil itu, dan berjalan menghampiri Damar dengan langkah anggunnya. "Ngapain lo ngikutin gue terus, huh?" tanya Damar dengan nyalang, karena mobil itu bukan kali ini saja mengikuti ke mana Damar pergi. "Gue cuma mau dekat lagi sama, lo," jawab gadis itu, dia bernama Nadine teman kuliah Damar. "Ck ... lo gak ada kerjaan apa gimana sih!" ucap Damar lagi. "Damar, sampai kapan lo menolak gue, lo kan tau kalau gue udah lama cinta sama lo," ucap Nadine. "Tapi gue gak cinta sama lo, udah jelas kan, sekarang lo pergi dan berhenti ngikutin gue terus," ucap Damar, dia pun kembali masuk ke mobilnya dan segera pergi. "Dam, tunggu, Damar!" teriak Nadine, tapi Damar tidak menghiraukan panggilan wanita itu. Sudah sejak lama Nadine selalu berusaha untuk mendapatkan Damar, namun Damar sangat acuh kepada gadis itu karena menurut Damar, Nadine tidak benar-benar mencintai Damar, wanita itu hanya terobsesi untuk memiliki Damar. Saat kuliah pun, Nadine adalah wanita yang terkenal sering berganti pasangan, dia dengan mudahnya mencampakkan pria saat pria itu sudah tidak bisa lagi memberikan apa yang dia inginkan. "Perempuan jaman sekarang banyak banget yang urat malunya udah putus," gerutu Damar lalu dia memarkirkan mobilnya di parkiran salah satu perusahaan kontraktor yang selama ini menjalin kerja sama dengan perusahaannya. "Ck ... jadi telat kan," ucap Damar, dia merapikan jasnya lalu segera masuk ke perusahaan itu untuk meeting. "Selamat datang, Tuan Damar!" sapa Ferdi saat Damar baru saja sampai di ruangan meeting. "Terima kasih, Tuan Ferdi, maaf saya sedikit terlambat," ucap Damar. "Tak apa, lagi pula tuan Aland masih meeting dengan klien yang lain," ucap Ferdi. "Baiklah jika begitu," ucap Damar. "Kita bisa memulai meeting lebih dulu, Anda datang sendiri?" tanya Ferdi. "Ya, saya sendiri," jawab Damar. "Mari kita mulai," ucap Ferdi, dia pun mulai mempresentasikan design resort yang akan dibangun oleh perusahaan Damar. "Saya suka design yang Anda tawarkan," ucap Damar. "Terima kasih, jadi apa perusahaan Anda akan kembali mempercayakan pembangunan ini dengan perusahaan kami?" tanya Ferdi. "Tentu saja, saya ingin data yang lebih rincinya," jawab Damar. "Baik, Tuan, secepatnya akan saya kirim berkas ...." "Selamat siang, maaf saya terlambat," ucap Aland, dia baru saja selesai meeting dengan klien yang lain, seperti biasa dia datang dengan wajah datarnya dan langsung duduk di kursi kebesarannya tanpa menoleh kepada Damar dan Ferdi, dia langsung melihat berkas yang sudah Ferdi siapkan di atas meja. Sedangkan Ferdi tersenyum melihat kedatangan Aland. "Semoga Tuan menyadarinya," ucap Ferdi di dalam hati karena dia sudah merencanakan sesuatu. "Tak apa, Tuan," ucap Damar. "Tuan Damar sudah setuju dengan design yang kita tawarkan, Anda tinggal menandatangi berkas ini, Tuan," ucap Ferdi kepada Aland. Tanpa banyak bicara lagi, Aland menandatangi berkas itu, begitu juga dengan Damar. "Terima kasih untuk kerjasamanya, Tuan," ucap Ferdi, lalu beranjak menyalami Damar. "Sama-sama, semoga proyek ini berjalan dengan lancar," ucap Damar, dia pun berjabatan tangan dengan Ferdi lalu mengulurkan tangan kepada Aland. Aland beranjak dari tempatnya dan .... "Akhirnya!" gumam Ferdi di dalam hati, kali ini rencananya berhasil untuk mempertemukan Aland dan Damar. "Ya ampun, kenapa dia mirip sekali denganku!" ucap Aland di dalam hatinya, cukup lama dia menatap wajah Damar dan mengamati wajah pria yang ada di hadapannya ini. Tidak mirip seratus persen, tapi cukup untuk membuat orang lain mengira jika mereka adalah saudara kandung, bentuk rahang yang sama, hidung yang sama, dan warna mata yang sama, bukan itu saja menurut Aland, bibir Damar pun mirip dengan bibir ibunya. Damar mengerutkan keningnya karena Ferdi atau pun Aland tidak ada yang mengatakan apapun, bahkan saat Damar menarik kembali uluran tangannya karena tidak mendapatkan sambutan dari Aland, mereka masih diam menatap Damar. "Apa ada yang salah ya di muka gue," ucap Damar di dalam hatinya. "Tuan!" panggil Damar sedikit kencang, membuat Aland dan Ferdi terkejut. "So ... sorry," ucap Aland dengan lirih. "Apa ada yang salah?" tanya Damar. "Tidak," jawab Aland, lalu dia melirik kepada Ferdi, Ferdi hanya menganggukkan kepalanya. "Saya, Aland," ucap Aland sambil mengulurkan tangannya kepada Damar. "Damar, salam kenal," ucap Damar sambil tersenyum. Aland masih terus mengamati wajah Damar, dia tidak ingin terlalu berharap hanya karena wajah mereka hampir mirip. "Baiklah, jika sudah tidak ada lagi yang kita bicarakan, saya pamit undur diri," ucap Damar. "Silahkan, lain kali aku ingin mengajak Anda makan malam bersama," ucap Aland. "Oke, Anda bisa mengatur waktunya," ucap Damar, setelah itu dia pergi. "Ferdi, ...." "Dia, Damar Keanu Pratama, sekarang menggantikan ayahnya untuk memimpin Tama Grup," ucap Ferdi menyela. "Di mana dia tinggal?" tanya Aland. "Saya belum mendapatkan alamat yang pasti, itulah sebabnya saya meminta dia untuk datang ke sini agar Anda bisa bertemu dengannya," jawab Ferdi. "Apa dia yang dilihat oleh mama semalam?" tanya Aland bergumam. "Nyonya, sudah bertemu dengan dia?" tanya Ferdi. "Mungkin saja," jawab Aland. "Tapi, dia adalah anak kandung dari tuan Iqbal, pemilik Tama Grup, apa mungkin jika dia adalah adik Anda yang selama ini kita cari?" tanya Ferdi. "Semuanya bisa terjadi tanpa kebetulan, Ferdi, kita harus segera mencari tau siapa dia sebenarnya," ucap Aland. "Baik, Tuan," ucap Ferdi. "Masih ada meeting setelah ini?" tanya Aland. "Tidak ada, Tuan, tapi Anda harus meninjau lagi berkas kontrak dengan perusahaan lain," jawab Ferdi. "Kirim saja ke rumahku, sekarang aku harus bertemu dengan dia," ucap Aland sambil tersenyum, setelah itu Aland pun pergi. "Astaga, benar apa yang dikatakan oleh orang, cinta bisa mengubah semuanya." ucap Ferdi, dia melihat kali ini Aland benar-benar berubah. Dulu tidak pernah ada Aland yang berleha-leha dan meninggalkan pekerjaan begitu saja, Aland selalu menginginkan semuanya sempurna dalam segala hal, apalagi dengan urusan pekerjaan, tak jarang juga dia memarahi karyawannya hanya kerena sedikit kesalahan saat melakukan presentasi, Aland pun tidak pernah meninggalkan meeting hanya untuk urusan yang tidak penting. Bahkan di saat Aland masih menjalin hubungan dengan Giska, dia tidak pernah meninggalkan pekerjaan hanya untuk bertemu dengan Giska atau pun memenuhi keinginan wanita itu. Tapi kali ini, Aland benar-benar berubah, bahkan dia mampu melakukan hal yang tidak pernah Ferdi bayangkan hanya untuk menemui gadis yang dia cintai. *** Beberapa minggu sudah berlalu, hubungan Aland dan Mitha semakin dekat walaupun mereka berhubungan dalam keadaan sembunyi-sembunyi, kali ini Mitha bisa bernafas dengan lega karena hari ini adalah hari terakhir dia dan seluruh siswa yang lainnya melakukan ujian akhir. Mitha dan Fanny baru saja keluar dari ruangan setelah berkutat dengan soal-soal ujian, mereka tidak langsung pulang tapi pergi ke kantin dulu karena mereka merasa sangat lapar. "Huft ... tinggal nunggu hasil ujian," ucap Fanny. "Ya, semoga aja dapat hasil yang terbaik," ucap Mitha. "Kalau lo sih gak harus diragukan lagi, lah gue!" ucap Fanny dengan pesimis. "Jangan gitu lah, kan sama aja aku juga gak tau gimana hasilnya nanti," ucap Mitha. "Eh, Mith, by the way gimana hubungan lo sama si mas ganteng?" tanya Fanny dengan alis yang terangkat. "Ck ... mas ganteng, mas ganteng!" jawab Mitha dengan ketus. "Emang ganteng, kan dia laki-laki, Mitha," ucap Fanny. "Iya, tapi kamu petakilan kalau liat dia," ucap Mitha. "Cie ... cemburu nih ye," ucap Fanny menggoda. "Apaan sih," ucap Mitha dengan pipi yang bersemu merah. "Mith, lo sadar gak sih kalau sekarang si Dirga jadi pendiem?" tanya Fanny. "Mana aku tau, aku gak pernah perhatiin dia," jawab Mitha. "Ya kan gak biasanya gitu, kan dia sering banget deketin lo," ucap Fanny. "Kamu aneh deh, Fan, giliran Dirga deketin aku, kamu ngoceh terus udah kayak petasan, sekarang giliran dia diem, kamu malah aneh, maunya gimana huh?" tanya Mitha, lalu dia duduk di kursi kantin setelah dia mengambil minuman dari dalam showcase. "Iya juga sih," jawab Fanny lalu dia meletakkan ponselnya di atas meja. "Fan, tunggu bentar!" ucap Mitha lalu beranjak dari tempatnya. "Kenapa?" tanya Fanny, tapi Mitha tidak menjawab pertanyaannya, dia langsung menghampiri Sesha yang berjalan terhuyung sambil memegang kepalanya. "Haiish ... itu anak, gue kira mau ngapain," ucap Fanny menggerutu tapi dia tetap beranjak mengikuti Mitha. "Sha, kamu gak apa-apa?" tanya Mitha karena melihat wajah Sesha yang pucat. "Diem lo, gak usah sok perhatian sama gue," jawab Sesha dengan ketus. "Heh, lo tuh gak sadar sadar ya, udah gak punya temen masih aja sombong," ucap Fanny dengan kesal. "Fan," ucap Mitha dengan lirih sambil menggelengkan kepalanya. "Ck ... terus aja kayak gitu," ucap Fanny. "Kamu mau aku antar ke UKS?" tanya Mitha. "Gue gak perlu belas kasihan lo!" jawab Sesha dengan tatapan tajamnya. "Gue bilang juga apa, Mith, dia tuh gak pantes dibaikin, udahlah biarin aja, masih untung Mitha baik sama lo," ucap Fanny dengan ketus. "GUE JUGA GAK MINTA DIBAIKIN DAN DIKASIHANI SAMA TEMEN LO!" bentak Sesha. "Kok lo malah nyolot sih?" tanya Fanny dengan sengit. "Udah, Fan, kalian jangan berantem di sini, malu," ucap Mitha lalu dia menarik lengan Fanny agar mereka kembali duduk di bangku, tapi baru beberapa langkah, Sesha jatuh tak sadarkan diri membuat Mitha memekik. "Ya ampun, Sesha!" teriak Mitha hendak menghampiri Sesha, namun dicegah oleh Fanny. "Udahlah, biarin aja Mith, kan tadi dia yang bilang gak perlu bantuan kita," ucap Fanny. "Fan, please, keadaannya lagi bener-bener gak tepat, cepetan kita bantuin Sesha," ucap Mitha, dia pun segera menghampiri Sesha, keadaan kantin pun tidak terlalu ramai seperti biasanya karena hanya mereka yang masih ada di kantin. "Sha, bangun!" ucap Mitha sambil mengguncang tubuh Sesha. "Fan, kamu jangan diem aja dong, tolongin aku," ucap Mitha, sambil berdecak kesal Fanny memanggil bapak pemilik kantin agar membantu mereka membawa Sesha. "Tolong bawa ke UKS aja, Pak," ucap Mitha. "Heh, lo gak liat ini udah sepi, siapa yang mau periksa Sesha di sana?" tanya Fanny. "Iya juga, ya udah deh langsung bawa ke rumah sakit aja," jawab Mitha, lalu mereka segera membawa Sesha ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, Sesha segera ditangani oleh dokter. "Terima kasih, Pak," ucap Mitha. "Sama-sama, Neng, Bapak balik lagi ke sekolah ya, kasihan ibu kalau beres-beres sendiri," ucap bapak. "Iya, Pak, gak apa-apa," ucap Mitha lalu si bapak pun pergi. "Ya udah, kita juga pulang, ngapain nungguin dia di sini!" ucap Fanny. "Kalau kamu mau pulang, ya pulang aja duluan," ucap Mitha. "Ck ... kebiasaan kalau baik sama orang tuh gak pernah tau tempat," ucap Fanny, akhirnya dia duduk di kursi ruang tunggu, karena Fanny tidak mungkin membiarkan Mitha sendirian di sana. "Katanya mau pulang?" tanya Mitha dengan tersenyum geli karena melihat wajah Fanny yang ditekuk. "Gak jadi!" jawab Fanny dengan ketus. "Jangan marah-marah terus, Neng, nanti gak dapat jodoh loh," ucap Mitha menggoda. "Enak aja gak dapet jodoh, mentang-mentang udah punya pacar," ucap Fanny. "Kalian teman pasien?" tanya dokter yang baru saja keluar dari ruang UGD. "Iya, Dok, gimana keadaan teman saya?" tanya Mitha dan Fanny yang langsung menghampiri dokter. "Teman kalian baik-baik saja, dia kecapekan dan ...." jawaban dokter terhenti karena dia tidak mungkin menjelaskan apa yang terjadi dengan Sesha kepada Mitha dan Fanny. "Teman saya kenapa, Dok?" tanya Mitha, sedangkan Fanny hanya diam tidak ingin ikut campur obrolan Mitha dan dokter. "Kalian sudah menghubungi keluarga dia?" tanya dokter. "Belum, Dok," jawab Mitha. "Baiklah, saya ingin tanya sama kalian, apa teman kalian sudah menikah?" tanya dokter. "Ya ampun, Dokter ini gimana, kita kan masih pakai seragam SMA, ujian aja baru selesai hari ini, gak mungkin dia udah nikah, Dok," jawab Fanny. "Kan saya hanya bertanya, mungkin saja teman kamu itu memang sudah menikah, tapi merahasiakannya karena dia masih sekolah, positif thinking kan gak ada salahnya," ucap dokter. "Maafin teman saya, Dok, jadi Sesha kenapa?" tanya Mitha. "Namanya, Sesha," jawab dokter. "Ya ampun, Dok, ditanya malah balik tanya lagi, jadi Sesha kenapa?" tanya Fanny. "Nanti juga kalian tau, saya hanya berpesan kepada kalian, jangan sampai kalian juga ikut terbawa arus pergaulan bebas, akibatnya akan seperti ini dan membuat masa depan kalian hancur," jawaban dokter membuat Fanny dan Mitha saling pandang. "Maksud, Dokter apa?" tanya Mitha. "Ya pokoknya seperti itulah keadaan teman kalian, kalian boleh ajak dia pulang kalau dia sudah sadar," jawab dokter lalu pergi. "Maksudnya pergaulan bebas apa sih?" tanya Mitha. "Gue juga gak ngerti, Mitha," jawab Fanny. "Sama, aku juga gak ngerti, Fan, kenapa dokternya gak bilang langsung aja," ucap Mitha. "Mitha, jangan-jangan Sesha ... hamil!" ucap Fanny dengan lirih. "APA?" tanya Mitha memekik dengan mata terbelalak sempurna.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD