Bloody Romance

1122 Words
William memarkirkan motornya dengan sangat hati-hati. Dia tidak ingin mengusik Angel yang sedang tertidur lelap di punggungnya. William terdiam sejenak di atas motor, pikirannya melayang pada luka di dahi Angel. Sebenarnya, dia bukan tidak menyadari itu, hanya saja dia tidak berani melewati batas. William tidak ingin dianggap lancang nanti, hubungannya baru saja di mulai. William sudah bersusah payah untuk dekat dengan Angel dan dia tidak ingin usahanya berakhir sia-sia hanya karena kesalahan kecil. Lebih baik dia menahan diri untuk saat ini, menunggu sampai Angel bersedia membuka diri ladanya. Bibir William tersenyum kecil tatkala merasakan pergerakan di punggungnya. Dia hanya memutar sedikit kepalanya ke arah belakang untuk melirik Angel sekilas. Baru saja dia merapalkan beribu syukur didalam hati, tiba-tiba William merasakan kekosongan di punggungnya. Di detik itulah dia menyadari bahwa Angel sudah bangun. "Kita sudah sampai?" suara Angel terdengar serak khas seperti bangun tidur. William tidak langsung menjawab dia lalu turun dari atas motor. Dengan cekatan menggendong tubuh Angel hingga kakinya menyentuh lantai. William terkekeh pelan ketika Angel melempar pelototan tajam padanya. "Aku sarankan segeralah masuk atau si botak itu akan memecat mu detik ini juga." dengan sengaja William menunjukkan arlojinya di hadapan Angel. Seketika kedua mata Angel kompak membulat. Tanpa menunggu lama lagi, dia segera berlari memasuki kafe itu dan meninggalkan Wiliam yang memasang wajah jengkel padanya. "Wah.... hatiku sakit sekali. Dasar gadis aneh, berani sekali dia pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun." William mendengus pelan kemudian menaiki motor sportnya. Baru saja tangannya bergerak untuk menghidupkan mesin motor, sebuah suara lembut seorang gadis menyapa pendengarannya. "Liam?" Angel berdiri di gundukan tangga sembari memasang senyum manis. Kening William berkerut dalam, langsung saja sebelah alisnya terangkat menatap heran ke arah Angel. William hanya memandangi Angel tanpa berniat untuk membalas panggilannya. Namun, tiba-tiba sepenggal kalimat yang terlontar dari bibir Angel membuat kedua bibir William melengkung tinggi. "Terimakasih. Terimakasih untuk hari ini dan... terimakasih juga untuk punggungmu." Selepas mengucapkan kalimat itu, Angel berlari sekuat tenaga untuk menyembunyikan raut wajahnya yang sudah merah padam. Sementara William, persis seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan hadiah di hari ulang tahunnya. Kaki panjangnya segera turun dari atas motor kemudian melompat-lompat sembari tertawa tanpa memperdulikan tatapan aneh dari seisi kafe. Rasanya begitu bahagia, teramat sangat bahagia, hingga membuat William lupa diri. Masih dengan suasana hati yang bahagia, William menaiki motornya lalu mulai membelah jalanan malam. Angel menempelkan telapak tangan di atas dadanya. Mencoba merayu detak jantungnya yang menggila agar cepat tenang, dan kembali berdetak normal. Namun sayang, jantung itu seakan tidak menuruti tuannya, dia tetap berdetak kencang bahkan semakin kencang hingga membuat Angel begitu kewalahan. Ditariknya nafas berkali-kali untuk mengisi rongga dadanya yang mulai sesak. "Apa kau punya penjelasan tentang pria tampan tadi?" salsa langsung saja memberi pertanyaan menohok ketika melihat Angel berboncengan dengan seorang pria tampan. Angel berdehem sebentar sebelum kemudian menormalkan raut wajahnya. "Namanya William. Dan dia temanku, kami bersekolah di tempat yang sama." ujarnya lagi. Salsa terkikik geli mendengar kepolosan Angel. "Aku tahu Angel. Sebelum kau menjelaskan, aku sudah tahu bahwa kalian berdua bersekolah di tempat yang sama. Aku tidak terlalu bodoh meskipun aku belum pernah mencicipi suasana putih abu-abu. Apa kau lupa, kau memiliki tulisan yang sama dengannya di lengan baju kanan mu. Jadi, bukan itu maksud dari pertanyaanku." ujarnya lagi. Mendengar itu, Angel semakin gugup. Dia sama sekali tidak memiliki keberanian walau hanya sekedar memandang wajah Salsa. Hanya saja, Angel selalu saja kesulitan menyimpan kebenaran dari Salsa sahabat terbaiknya. "Aku... maksudku... Liam.. dia.. dia menyatakan perasaannya padaku." Angel berujar terbata-bata. Seketika mulut Salsa menganga lebar. "Apa? Benarkah? Kau... kau tidak sedang bergurau bukan? Kau... kau tidak berbohong?" ucapnya memberi rentetan pertanyaan. Angel menggelengkan kepala perlahan. Dengan ragu, ditatapnya wajah Salsa. "Aku.. tidak berbohong. Liam memang menyatakan perasaannya padaku." dalam satu tarikan nafas Angel bersuara. "Liam? Maksudmu William? Jadi kau memanggilnya Liam?" dengan wajah berbinar kedua tangan salsa mengguncang bahu kecil Angel. "Bisa tolong lepaskan tangan mu salsa. Pundak ku sakit sekali." satu ringisan kecil lolos dari bibir Angel. "Ah maaf maaf Angel. Aku terlalu bersemangat." Salsa menggigit ujung lidahnya ketika menyadari kesalahannya. "Tidak apa-apa. Sudahlah, lebih baik kita mulai bekerja. Aku tidak ingin di pecat." dengan nada ringan Angel berucap pada salsa. "Kau benar. Nanti saja aku mewawancarai mu lagi, untuk saat ini lebih baik kita fokus bekerja dulu. Ingat, kau hutang penjelasan padaku. Aku tidak akan melepaskan mu begitu saja." Salsa memberi ancaman penuh kepastian. Dia lalu menarik tangan Angel menuju mini bar. William memasuki mansion besarnya sembari bersiul. Ujung jari telunjuknya memutar-mutar kunci motor. Dengan langkah lebar William menaiki gundukan tangga namun, sebelum sampai di ujung tangga suara seorang wanita tua menghentikan langkahnya. "Siapa dia? Gadis yang akhir-akhir ini membuatmu pulang hingga malam." Debora Puspita Wijaya, wanita keturunan Indo - Inggris yang tak lain adalah nenek kandung William langsung saja memberikan pertanyaan menohok. William menghela nafas pelan sebelum kemudian membalikkan badan. "Namanya Angel. Aku tahu nenek mengikuti ku. Aku bukan tidak menyadari semua pengawal yang kau kerahkan di berbagai sudut. Apa dia yang menyuruh nenek melakukan ini semua?" tanya William memberi nada sinis di akhir pertanyaannya. "Dia yang kau maksud adalah ayahmu William. Jangan bicara sembarangan padanya." geram Debora tertahan. "Aku sudah lupa bahwa aku masih punya ayah. Aku bukan binatang peliharaan nenek, berhenti untuk selalu mengikatku." kedua tangan William terkepal kuat karena emosi. Mendengar nada kebencian dari William, Debora merubah raut wajahnya menjadi datar. "Apa karena gadis itu kau membeli kafe itu?" tanya Debora lagi. "Benar. Aku melakukannya karena aku menyukainya. Dan jangan berani untuk mengusiknya, karena aku sangat menakutkan jika sudah marah." William memberi ancaman yang pasti akan terpenuhi. Seketika rasa takut menghinggapi benak Debora. " Apa kau sedang mengancam nenek William?" William tersenyum miring. "Aku tidak mengancam nenek tapi... mengingatkan." ujarnya memberi penekanan pada setiap kata. " Benarkah? Kalau begitu, nenek juga akan mengingatkan mu satu hal." ujar Debora menatap dingin ke arah William. "Jangan lupa William, kau dan gadis itu adalah dua jiwa yang berbeda. Saranku, Jangan terlalu jauh melangkah atau kau akan tersesat." Debora memberi peringatan sarkas dan tanpa menunggu jawaban William dia segera pergi. Seperti tersambar petir William mematung di tempatnya. Jantungnya berdegup kencang namun bukan karena perasaan bahagia tapi lebih tepatnya ketakutan. Kehadiran Angel benar-benar mengguncang dunia William hingga dia berhasil melupakan kenyataan itu, satu kenyataan yang tidak diketahui oleh siapapun kecuali orang-orang terdekatnya. Ella? Apa kau akan berlari jauh ketika suatu saat nanti kau mengetahui kenyataan ini? Apakah benar aku akan tersesat jika terlalu jauh melangkah? Lantas, bagaimana aku menjelaskan rasa ini. Haruskah ku bunuh sampai disini agar tidak ada yang terluka di antara kita nanti? Aku tidak ingin kisah romansa indah ini berubah menjadi romansa berdarah. Waduhhh..... Kira- kira si Liam kenapa yah? Penasaran kan... makanya hayuk terus baca. Jangan lupa kasih dukungan yah?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD