Don't Cry I Am Here

1097 Words
"Be strong when others are weak. Be kind when others are meant. Be a guiding light when they are falling down." William tertegun sejenak, derasnya air mata Angel yang sudah seperti sungai berhasil menghantam dadanya. Ada sakit yang tak terlihat di dalam sana, entahlah terlalu dini menyimpulkan bahwa itu adalah luka, luka hati ketika melihat gadis yang dicintai menangis. "Menangislah, jika memang itu membuat rasa sakit mu berkurang. Aku akan menutup mata dan telinga ku. Kau boleh meneriakkan sakit mu sepuasnya, anggap saja aku tidak ada disini." William berujar dengan nada yang begitu lembut. Ketika mendengar suara lembut William, Angel tak kuasa menahan tangisnya. Dia kembali menangis, menangis sekencang-kencangnya. Suara tangis Angel terdengar menyakitkan hingga nyaris membentuk sebuah sembilu yang bisa menyayat hati. William tak bisa lagi menahan diri, dengan perlahan dipeluknya tubuh rapuh Angel yang bergetar hebat. Sembari mengelus lembut punggung Angel, William tak henti-hentinya berbisik kata menenangkan tepat di telinga Angel. "Ayo Ella, menangislah. Menangislah di pundak ku, tumpahkan segala kesedihan mu disana." William berucap dengan nada pelan penuh pengertian. "Aku... aku benar-benar terluka Liam. Rasanya sakit sekali, sulit ku ungkapkan dengan kata. Aku sendirian berteman sepi melewati hari yang begitu kejam. Aku tidak punya tempat untuk bersandar, aku... aku... kesepian, sangat kesepian." ujar Angel terbata-bata. "Tenang, kau tidak lagi sendirian. Aku disini bersama mu. Aku akan terus bersama mu, membantu melewati hari-hari yang begitu kejam itu. Kau tidak akan kesepian lagi." entah apa yang merasuki William hingga mampu mengatakan kalimat manis itu namun, dia begitu lega karena Angel yang mendengarkannya untuk pertama sekali. Tanpa sandar Angel malah mengeratkan tangannya di punggung William. Satu rasa yang tiba-tiba singgah di hatinya, ketenangan. Pelukan itu begitu menenangkan hingga Angel terlupa sejenak dengan rasa sakitnya. William tersenyum tipis saat merasakan Angel membalas pelukannya. "Aku tidak akan bertanya mengapa kau menangis, karena aku tahu batasan. Tapi Ella, jika kau memang sudah tidak sanggup lagi, datanglah padaku, tanganku akan sangat terbuka lebar untuk memelukmu." ujarnya kemudian. Angel tertegun sejenak, hanya sepenggal kalimat tapi mampu merobohkan pertahanannya. "Kau.... kau... kenapa begitu baik padaku? Kita belum berkenalan bahkan di awal pertemuan kita memiliki cerita yang tidak baik. Lantas, mengapa kau menawarkan diri sebagai perisai ku?" ucapnya terbata. William menguraikan pelukannya. "Aku tahu ini memang tidak masuk akal namun, hatiku tidak bisa berbohong. Aku merasakan perasaan aneh saat pertama kali kita bertemu di tempat ini, ketika aku melihatmu aku semakin penasaran dan ingin lebih dekat dengan mu. Aku bahkan mengikuti mu sepanjang hari, sedetik pun aku tidak rela jika tidak melihatmu. Ella, aku tahu ini aneh. Tapi... sepertinya aku benar-benar menyukaimu sejak pertama sekali kita bertemu." lanjutnya kemudian. Angel terdiam, memandangi dalam kedua netra biru William seakan mencari celah kebohongan disana. Namun sayang mata itu tidak berbohong, yang terlihat hanyalah kejujuran disana. "Aku.....aku tidak bisa menerima perasaan mu Liam. Hatiku masih meraba, aku tidak bisa menerima kehadiranmu begitu saja yang datang dengan sejuta untaian cinta, karena aku tidak ingin hatiku hanya sekedar dihampiri lalu pergi lagi." Angel berujar dengan nada getir, kedua bola mata itu kembali berair. William terseyum tulus. "Karena itulah aku menyukai mu. Kau sungguh berbeda dengan gadis lain, kau tidak hanya cantik tapi juga polos dan jujur. Baiklah, aku tidak akan memaksakan hatiku untuk kau terima, tapi.... izinkan aku untuk mengenal mu lebih dalam lagi. Jika memang harus dimulai dari persahabatan, aku akan sangat berterimakasih untuk itu. Jikalau memang kau yang menjadi pemilik hatiku, percayalah, kelak nanti kita akan bersatu. Untuk saat ini, biarkan aku menjadi punggung untuk mu bersandar ketika kau terluka." ujarnya kemudian. Tanpa sadar Angel mengukir senyum tipis, sangat tipis. "Apa... kau tidak keberatan? Aku takut punggungmu akan terlalu letih jika turut menampung beban ku. Liam ketahuilah, duniaku begitu sepi, hanya ada air mata disana. Jangan datang, jika kau tidak siap untuk terluka, karena begitulah kisah Upik Abu." lanjutnya kemudian. "Aku bukan seorang pengecut Ella. Bagaimana pun duniamu aku akan selalu menjadi perisai yang melindungi mu. Dan aku tidak keberatan untuk membawa ke duniaku, kau hanya perlu membalas uluran tanganku, setelah itu kau akan jadi Cinderella di hatiku. Dan aku pastikan hanya ada kebahagiaan disana." dengan berani William menghapus jejak-jejak air mata di pipi Angel. "Terimakasih.... terimakasih untuk semua kata penghiburan mu." Angel membalas dengan mengukir senyum lembut. William menarik nafas pelan, lalu mengulurkan tangannya. "Ayo kita berkenalan, aku akan memperkenalkan diriku terlebih dulu. Namaku William, usiaku 17 tahun dan asalku dari London, aku baru seminggu di Indonesia. Sekarang perkenalkan dirimu gadis cantik." goda William. Anget tersipu malu dengan ragu dia membalas uluran tangan William. "Aku Angel Gabriella Rivano, usiaku sama denganmu dan.... aku hanya seorang Upik Abu." entah kenapa kata terakhir yang diucapkannya tidak lagi membuat sedih seperti biasanya. "Nama yang cantik seperti pemiliknya. Kalau begitu, senang bertemu denganmu calon Cinderella." William mengerlingkan sebelah matanya. Sementara Angel terlihat bingung, ada sesuatu yang janggal dengan perkataan William. "Calon Cinderella? Apa maksud mu?" "Aku benar bukan? Apa kau tidak mengetahui kisah Cinderella sebelumnya? Dia hampir sama seperti mu, dari Upik Abu menjadi Cinderella." William berucap dengan nada ringan menanggapi kebingungan Angel. "Kau mulai aneh, itu hanya sebuah dongeng klasik yang tidak akan pernah terjadi di kehidupan nyata. Di dunia nyata pangeran tidak akan sudi menjalin kasih dengan seorang Upik Abu, dia akan mencari tuan putri yang sepadan dengannya." Angel berujar dengan lemah. Melihat kesedihan yang kembali hinggap di wajah Angel, dengan sigap William mencoba mencairkan suasana. "Kenapa kau berpikir begitu? Siapa bilang kisah Cinderella dan pangeran tidak ada di dunia nyata. Lihat di hadapan mu, apa aku tidak cocok menjadi seorang pangeran? Aku adalah pangeran, pangeran yang datang dari London. Dan aku hanya akan menjadi pangeran Upik Abu bukan yang lain, Upik Abu itu hanya Angel seorang karena hanya kau yang pantas untuk menjadi Cinderella ku. Sebab itulah aku memanggilmu Ella, yang berarti Cinderella, Cinderellaku." ujarnya kemudian dengan nada girang. Mendengar semua kalimat William, Angel tidak bisa untuk tidak tertawa. Pertama sekali sejak kematian ayahnya dia kembali tertawa, tertawa bahagia. Dan semua itu hanya karena kehadiran seorang pria aneh yang asal usulnya tidak jelas. Pria tampan yang dengan mudah menawarkan dirinya begitu saja. William tersenyum lebar detak jantungnya bekerja lebih cepat. Tatapannya terpaku melihat kecantikan yang terpancar dari wajah Angel. Tawa itu berhasil menyempurnakan kecantikan Angel. Dia jauh lebih cantik saat bibir mungilnya terbuka lebar, begitu cantik hingga Dewi pun akan merasa iri ketika melihatnya. "Kenapa... kenapa...kau menatapku begitu?" rasa penasaran membuat Angel terpaksa menghentikan tawanya. William terdiam sejenak menatap lekat wajah Angel sebelum kemudian melanjutkan perkataannya. "Bagaimana ini Ella, jantung ku kembali berdebar kencang karena mu, dan hanya untuk mu seorang Cinderella ku."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD