One Day With Ella

1070 Words
Angel duduk dengan rasa yang begitu tidak nyaman, bagaimana tidak, saat ini proses pembelajaran sedang berlangsung, namun seorang pria masih saja dengan posisi yang sama sejak tadi. William tidur dengan menelungkupkan wajahnya diatas meja, suara seorang wanita yang tengah berdiri di depan kelas dianggap sebagai alunan musik indah pengiring tidur. "Liam, bangunlah." Angel berbisik pelan tepat di telinga William. Bukannya bangun William malah semakin mencari posisi yang nyaman. Dengan berani, William menumpukan wajahnya menghadap ke arah Angel. Sementara Angel sudah frustasi setengah mati, ketakutan sudah merayap begitu nyaman di benaknya. Untung saja mereka berada di urutan bangku paling belakang, jika tidak bisa dipastikan saat ini mereka akan terkena amukan. Baru saja Angel merapalkan beribu syukur dalam hati, tiba-tiba suara teriakan wanita langsung menyentak mereka berdua. "Angel! William! Apa yang kalian lakukan disana!" teriak wanita yang memakai blazer hitam. Sontak saja kelopak mata William terbuka lebar, masih di ambang batas mimpi, Samar-samar William melihat wajah garang wanita tepat di hadapannya. Sementara Angel sudah bergetar ketakutan, kedua lututnya berubah jelly ketika melihat guru itu sudah berdiri di sisi meja. "Apa kalian tidak dengar?! Ibu tanya, apa yang sedang kalian lakukan?" geramnya kemudian. Mendengar nada yang mulai meninggi William mendongak santai. "Kau tidak perlu berteriak ibu, karena telingaku masih bagus untuk mendengar." ujarnya dingin. Angel menolah seketika, terlihat lipatan-lipatan kecil di dahinya. lagi, William berhasil mengusik rasa penasaran dihatinya ketika lelaki itu berujar santai tanpa rasa takut pada siapapun. "Liam, bersikap sopanlah sedikit. Beliau seorang guru, guru kita." bisik Angel pelan memberi sedikit penegasan yang hanya dibalas lirikan kecil padanya. "Kau, berani sekali kau berlaku tidak sopan padaku! Sekarang, keluar dari ruangan ini dan jalani hukuman mu!" d**a wanita itu bergerak naik turun karena emosi. William tersenyum miring, tanpa ragu dia langsung keluar menuruti perintah wanita itu. Angel yang melihat keberanian meringsis pelan, kali pertama dalam hidupnya melihat seseorang tanpa rasa takut sedikitpun pun ketika menerima hukuman. "Angel!" suara wanita itu menyentak Angel seketika. "Kau juga sama. Keluar dan jalani hukuman mu! Se-ka-rang." ujarnya menekan kata terakhir. "Tapi ibu... saya... saya.... "Tidak ada tapi-tapian. Keluar sekarang juga, cepat!" hardiknya marah. Dengan rasa gugup Angel berdiri dari tempat duduknya. Melirik sekilas ke arah Robby yang kini juga balik menatapnya dengan rasa khawatir yang nampak jelas di wajahnya. Angel mengukir senyum tipis mencoba mengusir kegelisahan di bola mata Robby. "Saya... saya.. permisi.. ibu." Angel berujar terbata sebelum kemudian meninggalkan ruangan kelas dengan kepala tertunduk. Hal yang pertama sekali menyapa pandangan Angel adalah William yang tengah berdiri di tengah lapangan, sembari mendongak dengan sebelah tangan menempel di pelipisnya. Cuaca yang begitu panas membuat bulir-bulir keringat tampak membasahi dahi William. Perlahan, Angel mendekat dan berdiri di samping William. "Apa yang kau lakukan disini?" dengan nada dan raut wajah terkejut William menatap ke arah Angel. Angel menghela nafas pelan. "Aku... aku juga dihukum, sama seperti mu." "Apa?! Sialan, berani sekali si gendut itu menghukum mu! Kau kan tidak salah? Aku yang tidur bukan kau, kenapa kau juga turut menanggung hukuman seperti ku?" ujar William melempar tatapan tidak percaya pada Angel yang juga sudah melakukan hukumannya. "Biarkan saja. Toh, aku juga salah, aku yang membuat keributan dengan berbisik padamu tadi." Angel berujar dengan nada lemah. Mendengar itu, William mengepalkan tangan kuat di kedua sisinya. Ada rasa tidak rela ketika melihat Angel berdiri di sampingnya menahan panas dari teriknya matahari. "Angel, menghadaplah padaku." perintah William lembut. Kening Angel berkerut dalam. "Untuk apa? Tiang bendera kan di depan ku bukan disampingku." lanjutnya kemudian. "Jangan banyak bicara, turuti saja perintah ku." dengan cepat William memutar punggung Angel menghadap ke arahnya. "Sebenarnya apa yang kau inginkan?" Angel menyelipkan nada kesal di kalimatnya. "Tetap seperti ini." Tanpa menunggu jawaban dari Angel, William segera memutar tubuhnya ke belakang gadis itu. Seketika Angel tertegun karena punggungnya tak lagi terpapar panasnya sinar matahari. Perlahan, Angel memutar badannya. "Liam... kenapa... kau melakukan ini?" Angel bertanya dengan suara terbata. William tersenyum manis. "Karena aku tidak ingin kau terluka walau sedikitpun." ujarnya kemudian. "Tapi kau kepanasan?" sahut Angel lagi, nada suaranya terdengar khawatir. "Tidak apa-apa Ella, aku ini lelaki, punggung ku cukup kuat untuk menahan rasa sakit dari panas ini. Tapi aku tidak akan kuat jika kau yang merasakan." William berujar menggoda, mengedipkan sebelah matanya. Angel terdiam, manik hitamnya bergerak mencari sela kebohongan yang mungkin terselip di sepasang manik biru William. "Apa yang sedang kau cari Ella?" seperti sudah mengetahui maksud dan tujuan Angel, William langsung saja menodongnya dengan pertanyaan menohok. "Aku..mencari kebohongan di matamu Liam. Kau tahu bukan? Mata tidak akan pernah bisa memancarkan kebohongan sekali pun dia tidak bicara seperti bibir." ujar Angel memberi jawaban yang seketika mampu membuat William terdiam sejenak. William tersenyum tulus. "Ella, jika kau merasa aku berbohong maka tetaplah dengan prahara hatimu. Aku tidak akan memaksa mu untuk mempercayai setiap perkataan yang terlontar dari bibirku. Kau yang berhak memutuskan itu semua." lanjutnya kemudian. Mendengar itu, senyum tipis terbit di bibir Angel. "Kau benar, aku yang berhak untuk memutuskan itu semua. Sebab itu, aku memutuskan untuk percaya pada mu untuk saat ini." sahutnya kemudian. William tertawa pelan, hingga tiba-tiba seketika ringisan kecil terdengar dari bibirnya karena teriknya sinar matahari seakan membakar seluruh tubuhnya saat ini. Melihat kesakitan yang tampak jelas di wajah William. Tanpa sadar tangan Angel bergerak untuk menghapus peluh yang sudah membanjiri wajah William. "Biarkan aku membantumu sedikit." bisik Angel pelan memusatkan seluruh perhatiannya di dahi dan pelipis William. Lagi, detak jantung yang seperti menabuh gendang membuat William sulit bernafas. Sentuhan lembut dari Angel membuat tubuhnya membeku. Sepasang netra birunya tak sedikit pun beralih dari wajah cantik Angel. Sial. Kau membuatku benar-benar gila Ella. Bagaimana ini? Bagaimana caranya aku menghentikan detak jantung yang terasa menggila karena mu. Aku tidak tahu harus bagimana lagi, hanya saja aku sangat bahagia merasakan kehadiran perasaan asing ini. Jika memang aku sudah jatuh hati padamu, aku tidak akan mengulur waktu untuk membuat mu menunggu lama. "Ella?" panggil William masih tetap menatap lekat wajahnya. "Hm?" Angel hanya bisa berdehem tanpa mengalihkan perhatiannya. Lama keheningan tercipta diantara mereka berdua. Tiba-tiba William kembali berujar sehingga membuat Angel membeku. "Sepertinya.... aku sudah jatuh cinta padamu." Sementara disisi yang tak jauh dari mereka, seorang gadis berseragam putih abu-abu menatap benci pada mereka berdua. Tunggu saja Upik Abu, akan ku buat kau menyesal karena sudah mengabaikan perintahku. Hai... hai... terimakasih buat kalian yang sudah baca novel receh ini... Semoga kalian suka yah,, jangan lupa Tao love sama kasih komentar dong say...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD