Part. 2

861 Words
Author POV. Celia merapikan semua barang-barang dan juga bajunya yang tadi di bawahnya kedalam lemari pakaian yang terbuat dari kayu jati terbaik. Di bantu oleh istri pak norman, Bi Nina. Celia yakin jika umurnya tidak ada setengah dari umur Lemari baju neneknya. Celia menghentikan gerakan tangannya saat matanya tidak sengaja melihat bayangan hitam yang melintas cepat di depan jendela kamarnya. Entah kenapa gerakan cepat itu mampu membangun bulu kuduknya. Celia memegang belakang lehernya. Sial bulu kuduknya benar-benar bangun. Entah perasaan saja atau memang dia merasa tidak aman di rumah mendiang neneknya. Bahkan di kamarnya sendiri pun dia merasa di awasi dan perasaan itu sukses membuat ketakutan. Celia rasa dia benar-benar sudah terlalu banyak nonton film horor barat. Hingga membuatnya parno sendiri. Tepukan di pundaknya hampir saja membuat celia mati muda, karena serangan jantung. "Non, enggak kenapa ?" Tanya bi Nina bingung melihat cucu majikan terlihat sangat ketakutan. "Celia, enggak kenapa-kenapa kok bi" kata Celia pelan, walaupun dia tidak yakin dengan apa yang baru saja dia katakan. "Iya Bi" kata Celia sambil tersenyum meyakinkan. "Oh iya Bi, bibi sama pak norman tinggal di sini juga kan ?" Tanya Celia was-was. Jujur saja dia sangat takut jika harus tinggal sendiri di rumah sebesar ini. "Kalau bibi, sama pak norman enggak tinggal di sini, non" kata bi Nina. "Oh iya non, disini ada beberapa peraturan yang harus nona taati pertama jangan pernah pernah nyisir rambut di depan kaca pas jam 12 malam. Dan tepat sebelum jam 12 malam non udah harus tidur" kata bi Nina. "Kenapa bi ?" Tanya Celia takut bercampur bingung. "Kalau kata ndoro ayu, rumah ini bekas peninggalan kompeni Belanda jadi terkadang akan terdengar suara tangis kesakitan dan juga beberapa hal lainnya, bahkan pak norman dan ndoro serta ndoro agung juga suka mendengar hal-hal aneh. Dan satu lagi, non Celia jangan pernah sekali-kali menyalah piringan hitam di ruang tamu. Itu sudah Perintah mutlak ndoro agung sebelum pindah" kata bi Nina seserius benar-benar membuat Celia menggigil ketakutan. "Iya bi" kata Celia pelan. "Ya udah non, bibi pamit dulu ya mau pulang sama pak norman udah sore soalnya" kata bi Nina. Membuat Celia menggangukan kepadanya kakunya. Celia hanya mampu berdoa semoga saja dia tidak mendengar atau pun melihat hal-hal yang aneh-aneh, mampu membuat bulu kuduknya berdiri. "Ya udah bibi pamit dulu ya non, jangan lupa pesan bibi non, asalamwalaikum" kata bi Nina sebelum pergi keluar dari rumah mendiang neneknya. Dengan cepat Celia lari kearah kamarnya dan menghubungi Karin Sahabatnya itu untuk menginap di rumah mendiang neneknya. "Kar, lu nginep di rumah nenek gua yuk" ajak Celia penuh dengan permohonan. 'ha kok gua sih, ogah gua. Bisa-bisa mimpi buruk gua' kata cempreng suara Karin di sana. "Nanti gua taktir makan bakso di samping perusahaan, ya ya mau ya" kata Celia sedikit memaksa. 'iya iya' balas Karin di seberang sana sambil mendelik kesal. Celia berteriak senang sambil, membuat Karin yang berada di sana harus menjauhkan ponselnya dari telinganya jika tidak mau tuli saat ini juga. 'BERISIK' Teriak Karin kesal. "Hehe sorry.. sorry" kata Celia. Celia mengendus kesal saat sahabatnya dengan seenak hatinya langsung saja mematikan sambungan teleponnya darinya. Celia menunggu Karin di depan pintu rumah mendiang neneknya. Celia hampir saja menerjang sahabat karin saat melihat sahabat itu baru keluar dari dalam taksi. "Gila, rumah nenek lu masih serem aja kaya dulu. Merinding gua" kata Karin. "Usss enggak boleh ngomong sembarangan lu" bisik Celia takut. "Ya udah mendingan lu duduk aja dulu ruang tamu, gua mau buat minum" kata Celia sebelum pergi ke arah dapur. Karin menatap penasaran pada piringan hitam yang tertata rapi di sudut ruang tamu, bentuknya benar-benar indah, seperti milik para keluarga bangsawan Inggris. Karin mengelus lembut piringan hitam milik mendiang neneknya Celia. Dengan penuh rasa penasaran Karin menyalahkan piringan hitam yang sudah mencuri perhatian sejak dia masuk ke ruang tamu. Celia menghentikan gerakan tangannya saat dia mendengar suara alunan musik piringan hitam milik mendiang neneknya. Suara masih indah dan juga bersih walaupun usianya terbilang sangat tua. Celia tersentak kaget saat mengingat perkataan bi Nina, membuat Celia harus berlari kencang kearah ruang tamu dan mematikan piringan hitam milik mendiang neneknya. "Lu gila ya" kata Celia Setelah mampu mengatur nafasnya. "Lah kenapa ?" Tanya Karin bingung. "Lu enggak boleh nyahin piringan hitam itu. Itu peraturan utama di rumah ini" kata Celia frustasi. "OMG terus gimana dong sekarang ?" Tanya Karin takut. "Gua juga enggak tahu. Ya Tuhan semoga aja enggak terjadi apapun" kata Celia. "Udah mendingan sekarang kita tidur aja" lanjut Celia yang di balas anggukan kepala oleh Karin. Bahkan saat berjalan kearah kamarnya pun Celia harus terus was-was. Dia benar-benar sudah gila bagaimana mungkin dia merasa jika hawa di rumah mendiang neneknya semakin terasa dingin sampai membuatnya menggigil ketakutan. Celia membuka semua bajunya sebelum membaringkan tubuhnya di atas ranjang empuk milik mendiang neneknya dan juga kakeknya. Kebiasaan buruknya yang tidak pernah berubah ada tidur hanya dengan mengunakan Celana dalam dan juga BH yang melekat sempurna di kulit putih mulus. Sedangkan Karin juga tidur tanpa mengunakan sehelai benang pun. Kecuali celana dalam dan juga BH yang masih melekat di tubuhnya. Kebiasaan buruk mereka yang tidak pernah berubah bahkan sampai sekarang. Celia merapat selimut sebelum pada tubuhnya sebelum benar-benar larut dalam dunia mimpi. ...................... TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD