Tetap Maju

1106 Words
Alex masih terbayang bagaimana mencekamnya suasana saat para begal merampas paksa mobil kesayangannya. Membuat ia nyaris saja kehilangan nyawa, seandainya Marwa tidak datang dan mengejar para begal tersebut dengan sebuah balok kayu yang cukup panjang. Gadis itu berlari mendekat seraya berteriak, tidak peduli dengan keselamatannya sendiri sehingga nekat maju menghadang begal tersebut. Beruntung. Kehadiran Marwa membuat mereka kabur, meskipun Alex tetap kehilangan mobil kesayangannya. Tapi, itu tidak penting. Yang jelas nyawanya tertolong dan kini ia bisa melaporkan kejadian tersebut ke kantor polisi. Agar mobilnya bisa kembali ke tangannya. Setelah melaporkan kejadian tersebut ke kantor polisi, Alex cukup lama berada di sana. Memberikan berbagai keterangan dan kini ia membutuhkan Marwa sebagai saksi mata untuk melengkapi laporannya. Tentu saja dengan senang hati Alex menemui gadis itu untuk membantunya sekali lagi. Menyelesaikan masalah pembegalan tersebut agar mobilnya kembali. Untuk menemui Marwa, Alex mampir ke sebuah toko pakaian. Mencari setelan kemeja warna hitam, agar penampilannya mirip dengan seorang supir. Seperti apa yang diduga Marwa tentang identitasnya. Ia juga membeli sebuah sepatu skate yang jauh dari kata mewah, sebagai pelengkap penampilannya. Alex menarik kedua sudut bibirnya. Saat melihat pantulan dirinya sendiri di cermin. Sungguh sangat jauh dari seorang Alex Mahendra Edison. Tidak ada setelan jas mewah, dengan sepatu pantofel bermerk. Tidak terlihat lagi Alex Mahendra Edison, seorang pemimpin perusahaan yang bergerak di bidang tekstil terbesar di Indonesia. Seorang pemimpin yang begitu keras dan tegas. Tidak peduli dengan lawan bisnis yang ingin menyaingi usahanya, karena ia tidak segan-segan melakukan segala cara agar perusahaannya tetap berada diurutan pertama. Dan sepertinya itu semua tidak terlihat lagi Yang tersisa hanyalah seorang Alex yang begitu hangat dan mudah tersenyum. Alex si supir yang begitu takut dengan sang majikan, sehingga rela mengorbankan nyawanya sendiri demi mempertahan sebuah mobil. Kini. Supir tampan tersebut menyusuri jalan menuju ke pinggiran kota untuk mencari keberadaan gadis yang telah menolongnya. "Marwa …" gumam Alex. Saat melihat seorang gadis yang baru saja keluar dari gang sempit menuju ke jalan utama. Di tangannya ada banyak balon berbagai macam warna dan bentuk, serta sebuah ransel yang cukup besar di tangannya. Tanpa ada rasa malu atau minder sedikitpun Marwa berjalan menuju ke arah lampu merah. Di sana biasanya ia menjajakan balon dagangannya. Jika matahari sudah lirik dan membakar kulitnya, Marwa akan berpindah ke taman bermain yang tidak jauh dari lampu merah tersebut. Berdiri di sudut taman dan menjajakan dagangannya. Sungguh gadis yang pekerja keras dan pantang menyerah untuk menghadapi kerasnya kehidupan. Alex benar-benar salut dengan cara Marwa berpikir dalam menjalani hidup. Disaat gadis lain yang seusia dengannya sibuk mencari uang dengan cara yang salah, ia lebih memilih bekerja keras di bawah teriknya cahaya matahari. Gadis itu juga tidak peduli dengan tatapan orang yang memandangnya dengan sinis dan penuh dengan ejekan. Itu belum bisa melunturkan senyuman yang selalu terukir di bibirnya. Sungguh cantik dan mempesona. Dua kata yang cocok menggambarkan bagaimana sosok seorang Marwa Handayani, seorang gadis dari pinggiran kota, yang hidupnya kurang beruntung. Memiliki kedua orang tua yang tidak pernah menghargai kerja kerasnya, dan hanya memerasnya saja. Disaat anak-anak lain sibuk bermain dan bersekolah, Marwa justru harus bekerja agar bisa tetap bersekolah. Bukan hanya itu, ia juga harus memberikan uang kepada orang tuanya untuk berfoya-foya dan berjudi. Meskipun hanya tamatan sekolah menengah pertama, itu sudah cukup baginya karena ia sudah bisa berhitung dan menulis. Sudah bisa membaca, sehingga bisa belajar membuat aneka kue kering dan cake. Dan dari ilmunya itu Marwa bekerja keras untuk mengumpulkan uang, agar bisa menggapai impiannya.. Membuka toko kue kecil-kecilan, agar tidak perlu lagi berpanas-panasan menjajakan balon. Marwa yang sadar untuk membuka toko kue membutuhkan banyak modal, ia rela menekan pengetahuannya dan bekerja keras dari pagi hingga malam hari. Berharap ada keajaiban untuknya agar bisa membuka toko kue sendiri. "Hai …!" seru Alex. Mendekati Marwa dan berdiri di sampingnya. Seraya melirik kiri dan kanan mengamati orang-orang yang berlalu lalang. "Aku pikir kau tidak akan kembali lagi. Melihat uang yang kuberikan hanya berkurang dua ratus ribu saja," sindir Marwa. Seraya menata dan menyusun balon-balonnya agar indah dipandang. Alex menarik kedua sudut bibirnya. "Tentu saja aku kembali. Karena aku adalah manusia yang tahu balas budi. Dan aku juga tidak ingin kalah dari kucing liar," balas Alex yang tidak kalah kerasnya menyindir Marwa. "Alah … jangan kau pikir aku bisa dibohongi. Katakan saja apa yang sesungguhnya membawamu ke sini. Karena sangat mustahil kau datang tanpa tujuan tertentu." Marwa menyipitkan matanya. "Ooo, jaga ucapanmu Nona Marwa yang terhormat. Ucapanmu telah menjatuhkan harga diriku sebagai seorang pria yang bertanggung jawab. Tujuanku datang kesini itu untuk menyapa calon istriku. Tidak ada maksud lain, seperti yang ada di otak cantikmu ini." Alex menaikan kedua alisnya. Mematahkan praduga Marwa yang penuh dengan kebenaran. Ya, meskipun tidak seutuhnya benar. Karena Alex tetap akan menikahi Marwa meskipun tidak membutuhkannya untuk menjadi saksi. Tapi, Marwa pun tidak salah karena tujuannya datang juga ingin meminta tolong agar mau menjadi saksi sebagai pelengkap laporannya di kantor polisi. "Cepat katakan saja. Jangan bertele-tele karena aku tidak banyak waktu untuk melayanimu." "Oke, oke. Meskipun kau tidak seutuhnya benar, aku datang kesini memang untuk meminta tolong agar kau mau menjadi saksi. Tapi, sungguh. Aku pun ingin menepati janji untuk menikah denganmu, dan bukankah aku sudah menandatangani surat perjanjian darimu semalam?" "Aku tahu itu. Tapi, kau tidak mengambil hakmu. Tentu saja perjanjian tersebut tidak sah dari segi manapun." "Jadi, aku harus mengambil uang itu agar kau percaya aku setuju?" Marwa mengangguk cepat. "Oke,ayo kita pulang ke rumahmu dan ambil uang itu. Setelah itu, kita pergi ke kantor polisi dan kau jadilah saksi untuk kasus ini." Alex meraih tangan Marwa dan mengajaknya pergi. Akan tetapi, gadis itu tetap diam di posisinya dan berucap, "Sebaiknya kita lupakan saja perjanjian itu. Karena aku yakin kau tidak akan sanggup dan tidak akan mau untuk menjalaninya." Marwa melepaskan genggaman Alex dari tangannya. "Tapi, kau tidak perlu khawatir. Aku akan tetap menjadi saksi untukmu." "Kenapa begitu? Apa yang terjadi ketika aku pergi?" desak Alex. Ia sangat yakin ada yang terjadi ketika ia pergi kemarin. Marwa mendesah panjang. "Kedua orang tuaku mau mengizinkan kita menikah, asalkan seluruh gajimu disetorkan kepada mereka berdua," cicit Marwa. Menundukkan kepalanya karena malu atas syarat yang diberikan kedua orang tuanya. "Astaga …" keluh Alex. Kepalanya menggeleng tidak menyangka ada orang tua seperti kedua orang tua Marwa. Yang memanfaatkan keadaan demi sejumlah uang. Benar-benar miris. Namun, hal tersebut bukannya membuat Alex mundur. Ia justru ingin semakin maju dan semakin yakin untuk menikah dengan Marwa. Agar bisa mengubah hidup gadis itu menjadi lebih baik, meskipun nantinya pernikahan mereka berakhir begitu saja sesuai dengan surat perjanjian yang ada. Setidaknya selama Alex menjadi suaminya Marwa, ia memiliki alasan untuk menjaganya dari kuasa kedua orang tuanya yang tidak layak disebut sebagai orang tua.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD