Masalah Baru

1549 Words
"Apa?" pekik kedua orang tua marwa yang mendengarnya ingin segera menikah, dengan pria yang kini berada di sampingnya. Pria yang tidak lain adalah Alex, yang semalam ia tolong saat begal ingin menghilangkan nyawanya. "Benar Om, Tante. Aku datang ke sini untuk melamar Marwa. Dan maaf jika selama ini aku tidak pernah muncul karena baru pulang dari luar kota, menemani majikanku yang sedang menjalani bisnis di sana," terang Alex. Mengucapkan dengan baik contoh dan alasan yang dirancang oleh Marwa sebelum pergi ke rumah kedua orang tuanya. "Tu-tunggu, deh." Rima, ibunya Marwa membuka suaranya. Setelah mengumpulkan seluruh kata-kata yang telah berterbangan karena pengakuan pria yang datang bersama putrinya. "Tunggu apalagi, Bu? Aku dan Alex ingin menikah. Dan bukankah Ibu ingin aku segera menikah, kalau tidak ingin dinikahkan dengan pria tua itu?" Marwa menegakkan punggungnya. "Karena alasan itulah Alex datang menemuiku. Padahal kami sudah sepakat untuk menikah tahun depan, agar bisa melangsungkan pernikahan dengan resepsi." "Iya, Ibu tahu itu, Marwa. Sangat tahu karena itu adalah peraturan yang telah Ibu sepakati dengan ayahmu. Tapi, bukan begini caranya!" tegas Rima. Kembali menjeda ucapannya, karena ia ingin mencari kata-kata yang agak halus untuk menolak Alex. Agar pria itu tidak marah apalagi tersinggung dengan ucapannya. Namun, baru saja Rima mendapatkan ide, satu suara sudah mewakili ucapannya. Dialah Prapto, sang suami, yang tidak lain adalah ayah kandung Marwa. Sedari tadi pria paruh baya itu sibuk dengan koran yang ada di tangannya. "Maksud ibumu itu, memang kami ingin kau segera menikah. Kalau tidak menikah juga, kami akan jodohkan dengan duda anak dua yang ada di kampung sebelah. Dan maksud dari perkataan kami tersebut adalah, bukan sembarang pria yang kamu nikahi." "Sembarangan gimana? Jadi ayah mau bilang pacar aku ini sembarangan gitu? Dia manusia, seorang pria, dan lumayan tampan juga. Lalu apalagi? Dibandingkan dengan duda pilihan Ayah dan ibu, lebih tampan Alex daripada dia," ucap Marwa melirik Alex, yang tidak bisa mengucapkan apa-apa lagi. "Soal itu memang dia jauh dari duda itu Tapi, masalah uang dan jabatan jauh lebih tinggi pria pilihan Ayah tersebut. Karena dia pemilik toko tekstil terbesar di sini. Sedangkan dia? Dia hanyalah seorang supir yang tidak memiliki gaji sesuai dengan kerja kerasnya," sambung pria paruh baya tersebut, seraya meletakkan korannya di atas meja. Marwa memejamkan kedua matanya. Tidak habis pikir ternyata itu adalah alasan utama bagi kedua orang tuanya untuk menjodohkan dengan pria tua tersebut. "Tapi tetap saja Om dan Tante harus merestui hubungan aku dan Marwa. Karena takut lamaranku ditolak, aku sudah … me-niduri Marwa semalam." Meskipun susah, akhirnya Alex mampu menyesuaikan ucapannya. Biarlah setelah ini Marwa marah, asalkan pernikahan mereka terlaksana. Bukannya bermaksud untuk menjatuhkan harga diri mereka berdua. Hanya saja Alex tidak ingin banyak berdebat, karena ia sudah pasti kalah dengan status sebagai supir yang disandangnya saat ini. Dan melihat tujuan kedua orang tua Marwa adalah harta, Alex tidak ingin membuka jati dirinya. Ia takut hal tersebut akan mendatangkan malapetaka untuk dirinya sendiri. Oleh karena itu ia lebih memilih merendahkan diri daripada harus mengakui siapa dirinya yang sesungguhnya. "A-apa? Marwa, kau?" sergah Prapto. Langsung berdiri dan mengacungkan jari telunjuknya ke hadapan Marwa, yang tertegun atas ucapan Alex. Belum terkumpul seluruh kesadarannya, sang ayah sudah menyerahkan dengan suara begitu tinggi. Benar-benar membuat Marwa tidak sanggup untuk berkata apa-apa lagi. "Jangan kalian kira dengan begitu aku merestui hubungan dan merestui pernikahan kalian. Sampai matipun aku tidak sudi memiliki menantu seorang supir yang tidak tahu diri sepertinya!!" Suara Prapto menggelegar. Amarahnya memuncak layaknya raja rimba yang siap menerkam mangsanya. Tapi, itu semua belum sanggup untuk menciutkan nyali Alex. Pria itu justru tertawa sumbang. Mengeluarkan ponselnya dan meletakkannya di atas meja. "Di sini ada rekaman video kami berdua. Aku akan sebarkan, jika Om dan Tante tidak merestui. Dan aku rela dipenjara karena menyebarkan video yang tidak-tidak ini, daripada harus melihat Marwa menikah dengan pria lain," ucap Alex santai. Tidak peduli nantinya apa yang akan terjadi setelah ini. Yang terpenting Marwa bisa terlepas dari perjodohannya, layaknya ia yang terbebas dari ancaman begal. "Kau …" Prapto mendekat dan mencoba mengambil ponsel yang ada di atas meja. Akan tetapi, gerakan Alex lebih cepat darinya. Sehingga ponsel tersebut sudah beralih ke tangan Alex dan masuk ke dalam kantung celananya. "Pekan ini aku akan datang bersama kedua orang tuaku. Untuk melamar sekaligus menikah dengan Marwa. Mau atau tidak. Setuju atau tidak. Aku akan menikahinya. Sampai jumpa akhir pekan." Alex bangkit dan beranjak pergi. Tidak peduli dengan tatapan tajam dan umpatan kedua orang tua Marwa. Yang terpenting, ia dan Marwa akan segera menikah dan urusan mereka selesai. Sesudah itu Alex bisa melanjutkan hidup seperti biasanya. Menenggelamkan diri dalam pekerjaan yang menyita hampir seluruh waktunya, dan menjauhkannya dari hiruk pikuk jalanan seperti sekarang. Tanpa berpamitan dan meninggalkan pesan apapun dengan Marwa, Alex pun kembali ke rumahnya. Dengan bermodalkan uang bayaran dari gadis itu. Tidak keseluruhan. Hanya dua ratus ribu saja untuk ongkos taxinya pulang ke rumah. Setelah ini Alex akan berpikir apakah harus memberitahukan kepada kedua orang tuanya tentang pernikahan dengan Marwa, atau mencari orang tua sewaan sebagai pengganti kedua orang tuanya yang kini menetap tinggal di Singapura. Disaat Alex sibuk memikirkan pernikahannya dengan Marwa, gadis itu justru terjebak dalam masalah besar karena ulahnya. Mira dan Prapto kini menatapnya dengan sinis, karena menganggap Marwa tidak bisa menjaga harga dirinya sebagai seorang perempuan. "Ayah dan Ibu memang ingin memiliki banyak uang. Tapi, bukan berarti kami memintamu untuk menjadi wanita rendahan. Kalau begini caranya, lebih baik kemarin-kemarin kami menggunakanmu sebagai mesin pencetak uang daripada harus memiliki menantu yang hanya seorang supir," dengus Prapto. Matanya memerah dan memancarkan amarah yang bercampur dengan rasa kecewa. Meskipun ia ingin menjodohkan Marwa dengan pria tua tersebut, bukan berarti ingin melihat anaknya terjerumus ke dalam dosa yang begitu besar. "Ibu pun kecewa denganmu. Ternyata ini maksud dan tuhanmu tinggal di kontrakan yang berbeda dari kami. Gayamu tidak ingin terjerumus dalam dunia kami, tapi kau malah terjerumus dalam hubungan yang belum halal untukmu," sambung Mira. Pasangan suami-istri itu tidak henti-hentinya mengutuk dan mencecar Marwa dengan banyak kata-kata kasar. Untuk melampiaskan rasa kecewa dan kesal atas pengakuan Alex barusan. Mereka berdua yang tidak mengetahui itu hanyalah kebohongan Alex semata, menganggap itu semua sebuah kebenaran. Sehingga mereka marah dan kecewa, karena gagal menjadi mertua dari orang kaya raya. Marwa mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Agar tidak ada kata-kata yang terlontar dari mulutnya, dan menggagalkan rencana Alex. Walaupun sebenarnya ia sudah tidak sanggup mendengar kata-kata pedas dari kedua orang tuanya. Tapi, ia harus terus bertahan dan berpura-pura tuli agar tidak kelepasan. Hampir setengah jam Prapto dan Marwa mencecar dan mengutuk Marwa. Akhirnya pasangan suami istri itu lelah juga dan berucap, "Majikan kekasihmu itu pasti orang yang sangat kaya, sehingga supirnya mampu membeli ponsel semahal itu. Jadi, agar kami merestui hubungan kalian berdua, kau dan dia harus membuat surat perjanjian di atas materai. Bahwasanya, seluruh gajinya harus untuk kami berdua. Dan untuk makan serta bayaran kontrakan kalian, bisa gunakan uang dari hasil jualan balonmu," tutur Prapto. Seraya bangkit dari tempat duduknya. "Ta-tapi, Yah …" "Turuti saja apa yang dikatakan ayahmu. Agar kau tidak berakhir di lampu merah karena gagal menikah dengan jodoh yang kami pilihkan dan tidak mau menuruti syarat untuk menikah dengan pria pilihanku," sindir Mira. Bangkit dari tempat duduknya menyusul langkah sang suami. Selesai sudah. Keputusan yang mereka buat tidak bisa diganggu gugat lagi. Semuanya sudah bulat dan tak terbantah. Sehingga Marwa terpaksa menelan kembali kata-katanya yang ingin membantah apa yang dikatakan kedua orang tuanya. Sehingga ia pulang ke rumah dengan langkah yang begitu berat. Berharap Alex memiliki jalan keluar dari masalah yang kini dihadapinya. Bagaimanapun juga ini juga bagian dari rencana Alex yang asal saja dalam mencari alasan pada kedua orang tuanya. "Ck, apa yang harus ditanyakan. Dia saja sudah kabur," desah Marwa. Saat sampai di rumah dan menyadari tidak ada Alex di rumah. Yang tertinggal hanyalah sepatu pantofel pria itu dan uang bayarannya di atas kasur. Marwa tertegun. Menatap kosong pada dinding kamar yang telah kusam. Tidak menyangka Alex pergi begitu saja setelah kesepakatan dan kekacauan yang ditinggalkannya. Marwa juga mengusap wajahnya dengan kasar. Mengutuk dirinya sendiri yang bisa-bisanya percaya dan melepaskan Alex begitu saja. Tanpa meminta alamat ataupun nomor ponselnya. *Sekarang apa?" lirih Marwa. Otaknya benar-benar tidak bisa berpikir lagi apa dan bagaimana caranya untuk menghadapi masalah yang dihadapinya. Otaknya berpikir bagaimana caranya memberitahu Alex tentang keinginan orang tuanya, tentang gaji tersebut seandainya mereka berdua jadi menikah. Tentu saja Alex tidak akan mungkin mau menyerahkan gajinya begitu saja, sedangkan mereka hanya menikah atas balas budi semata. Otak Marwa semakin buntu saat memikirkan kemungkinan yang kedua. Entah apa yang akan terjadi padanya jika Alex tak pernah kembali lagi. Tentu saja ia tidak mau berakhir menjadi wanita yang tidak-tidak. Namun, sepertinya bayangan Marwa yang kedua tidak akan pernah terjadi. Karena di sebuah rumah mewah berlantai tiga, seorang pria nekat menghubungi kedua orang tuanya dan mengabarkan akan segera menikah pekan datang. Pria yang tak lain adalah Alex, yang meminta kedua orang tuanya untuk segera pulang agar bisa menjelaskan secara rinci apa yang sebenarnya terjadi. Tentu saja hal tersebut mengejutkan kedua orang tuanya yang selama ini sudah lelah memintanya untuk segera menikah. Akan tetapi, Alex selalu menolak karena di otaknya hanya bekerja, bekerja, dan bekerja. Sehingga kedua orang tua Alex segera mencari tiket pesawat untuk pulang ke Indonesia. Mereka tidak perlu menunggu besok, lusa, atau lusanya lagi. Agar rasa penasaran mereka segera terbayar dan mendapatkan jawaban atas pertanyaan Alex yang akan menikah pekan depan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD