❗D u a❗

433 Words
Jarak antara kampus dengan rumahku tidak terlalu jauh sehingga aku tidak perlu kendaraan untuk berangkat ataupun pulang, dengan jalan kaki saja sudah cukup. Selain menghemat biaya, anggap saja jalan kaki sebagai olahraga. Aku berhenti di sebuah rumah minimalis yang hanya satu lantai. Ini rumah Ibuku, aku menyusuri halaman kecilnya lalu aku langsung meletakan sepatuku di rak sepatu kemudian masuk ke dalam. "Assalamualaikum, Kakak pulang," ucapku memberi salam. "Waalaikumsalam." Terdengar suara dari arah dapur. Sebelum ke sana, aku membelokkan kakiku menuju kamarku yang terletak di sebelah pintu masuk. Aku meletakan tasku di sana lalu berganti baju. Beberapa saat kemudian langkahku bergerak menuju ke dapur. Di meja makan sana, Ibu dan kedua adikku sudah terduduk dengan piring-piring yang terletak di hadapan mereka. "Ayo kita makan siang. Kita nungguin kakak," ucap Lulu, adik keduaku. Aku menoleh singkat ke arah jam tangan, ini sudah memasuki jam sore, tapi mereka baru saja ingin makan. "Lain kali kalau ingin makan, makan aja ya. Jangan nungguin Kakak, Kakak takut pulangnya lama," ucapku lalu duduk di sebelah Ibu. "Ibu juga baru pulang, Kak. Jadinya kita baru bisa makan sekarang," ucap Dani—adik pertamaku— sambil menyendokkan nasi ke piringnya. Aku terdiam sambil mengangguk. Mataku melirik ke arah lauk yang terhidang di tengah meja. Beberapa potong tahu dan tempe serta ada dua telur ceplok yang menjadi lauk kami. Aku menoleh ke arah Ibu, dia hanya menunjuk piring. Menyuruhku untuk makan. "Kakak udah makan, Bu. Ibu duluan aja yang makan," ucapku berbohong. Sejujurnya dari tadi pagi aku belum makan berat. Sepotong roti yang tadi pagi aku makan, sudah cukup untuk membuat perutku kenyang sampai saat ini. "Kita udah nungguin Kakak loh. Nungguin biar kita bisa makan bareng-bareng. Masa Kakak enggak makan," ucap Lulu sambil memandangku melas. Aku terdiam sebentar kemudian mengambil piring. "Yaudah kakak makan." Aku menuang nasi putih lalu mengambil sepotong tempe dan tahu. "Telurnya di makan, Dhar," ucap Ibu yang langsung aku respons dengan gelengan kepala. "Telurnya buat Lulu dan Dani aja, Bu." "Dani sama Lulu udah," Dani menunjuk ke arah piringnya, "kita satu bagi dua." Aku mengambil telur satunya lagi lalu meletakkan di piring Ibu. "Yaudah telurnya buat Ibu aja," ucapku akhirnya. Setelah itu kami terdiam, sibuk dengan kegiatan makan siang yang mengarah ke sore ini dengan diselimuti keheningan. Terkadang mataku menatap kedua adik dan Ibuku secara bergantian, walaupun kami makan dengan lauk yang seadanya, aku tetap merasakan hangatnya kebersamaan dikeluarga ini. Andai aku bisa cepat-cepat lulus dan bekerja, mungkin aku akan bisa membelikan lauk yang lebih nikmat untuk mereka. Aku mengepalkan sebelah tanganku, aku berjanji akan berusaha dengan keras agar semester ini aku bisa lulus. Demi keluargaku. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD