Jadi ??

1548 Words
Di ruang keluarga . “Jadi bagaimana ? kapan pertunangan mereka berdua di laksanakan. Lebih cepat lebih baik kan?.” Ucap Heri “Kalau aku sih terserah mereka berdua aja, tapi kalau bisa ya di percepat. Gimana Syana Gibran ?” Tanya Riko Syana dan Gibran saling pandang, enggan menjawab takut salah bicara. Memang mereka saling menyayangi meski tak terucap tapi untuk menikah mereka belum berpikir sejauh itu. “Gimana kalau minggu depan aja.” Usul Suci. “Setuju.” Jawab Rahma “Aku juga setuju.” Sambung Heri di angguki oleh Riko. “Tapi yah, kita aja baru ketemu, masa langsung tunangan. Lagian kakak juga baru tahu perjodohan ini. Kakak butuh waktu yah. Kasih kakak waktu untuk berpikir.” Pinta Syana dengan wajah memelas. Bukan karena gak suka tapi statusnya yang saat ini masih pacarnya Jacky membuat dia tak bisa jika langsung menerima. Minimal dia harus bicara dengan Jacky dulu masalah ini. Dan jawaban Syana membuat d**a Gibran sedikit sesak. “Kenapa sayang ? bukannya tadi kalian sudah setuju ?.” tanya Rahma. “Iya bun, tapi kakak belum siap sekarang. Kasih kakak waktu ya bun. Nanti kalau kakak udah siap kakak ngomong sama ayah dan bunda.” Bujuk Syana. Semua yang di ruangan itupun saling pandang. Bingung mau gimana lagi. Ingin rasanya sekarang juga meresmikan hubungan mereka, tapi Syana juga punya hak untuk berpikir. Semua bukan Cuma karena wasiat, tapi tentang semua hal termasuk masa depan dan kebahagiaan anak-anak mereka. “Yaudah, gak papa kok. Kamu fikirkan dulu, nanti segera hubungi kami kalau sudah mendapatkan jawaban. Om berharap kamu terima perjodohan ini dengan tulus tanpa paksaan nak.” Ucap Riko bijaksana. “Terima kasih om.” Jawab Syana dengan senyum manisnya. Dan mereka pun lanjut mengobrol banyak hal, dari masa muda mereka, masa kecil anak-anak mereka, sampai berbagi cerita tentang kehidupan sekarang. Syana dan Gibran memilih duduk di teras depan rumah, mengobrol banyak hal. Saling bertukar cerita hingga kedekatan mereka kembali terjalin seperti dulu. Ingin mengutarakan perasaan masing-masing. Tapi takut akan merusak momen, sama-sama memilih memendam rasa. Toh, mereka yakin lambat laun perasaan itu akan terungkap. Malam semakin larut, Riko dan keluarganya pamit pulang. Mereka memang Asli Surabaya, tapi memilih tinggal di Jakarta sebab lebih dekat dengan kantor pusat dan di tambah sebentar lagi anak nya menikah. Dikamar, Syana menghempaskan tubuhnya ke ranjang quen sizenya. Menatap plafon putih di atas, bahagia ? tentu dia sangat bahagia bisa bertemu dengan sahabat serta cinta pertamanya. Tapi dia juga ragu, dia dan Gibran memang saling menyayangi sejak kecil. Tapi untuk cinta? Oh.. entahlah. Tiba-tiba dia teringat semua yang terjadi hari ini. Tentang dia yang tak sengaja melihat Jacky di koridor dengan Sarah, kemudian cerita Esti yang memergoki mereka sedang berduaan hingga ciuman di kelas. Ditambah Syana melihat dengan mata kepalanya sendiri, pacar dan sahabat nya masuk ke hotel berdua. Memang selama pacaran dia tak pernah berciuman, paling mentok ya Cuma pegangan tangan, itu pun tak lama. Ting.. Hp di atas meja berkedip menandakan ada pesan masuk. Syana berdiri, mengambil dan membaca pesan itu. Nomer baru. +62857123××××× : [buruan tidur, besok gue jemput kita berangkat bareng] Me : [siapa?] +62857123××××× : [Gibran] [gue udah di masukin di sekolah punya bokap loe. Dan mulai besok gue yang akan antar jemput loe] Tersenyum, membaca pesan terakhir Gibran. Tidak munafik jika Syana sebahagia ini. Momen yang selalu dia tunggu akhirnya datang juga. Melewati hari-hari dengan orang yang kita sayangi setelah bertahun-tahun perpisah. Me : [ok, see you tomorow] Menaruh kembali hp ke atas meja dan naik ke ranjang. Senyum yang tak pudar mengantarkan sang pemilik kamar menuju dunia mimpi nan indah. berharap besok segera bangun untuk memulai semua dengan yang lebih baik. ############ Pagi menyapa, mentari yang mulai menghangatkan suhu dingin kini tampak mencuri celah untuk masuk ke kamar bernuansa pink itu. Sang pemilik yang sibuk menyisir rambut panjangnya tak mengindahkan suasana pagi itu. “Kak di tunggu yang lain dibawah buat sarapan, cepet.” Ucap Rizal di balik pintu kamar sang kakak. Ya, keluarga ini mempunyai 3 orang anak. Pertama Syana kelas 12, kedua Rizal Abimanyu Dermawan kelas 10, dan si bungsu yang masih kelas 8 SMP. “Iya, bentar.” Memastikan semua sudah lengkap, Syana bergegas menyambar tas dan keluar kamar. Menuruni tangga, menatap meja makan yang memang sudah penuh. Mereka sarapan dalam diam, hingga bel pintu berbunyi. Semua mata menatap ke arah pintu utama, disana berdiri cowok tampan, dengan sragam yang sama dengan Syana. “Assalamualaikum.” Ucap Gibran “Waalaikumsalam. Sini nak Gibran sarapan bareng.” Ajak Rahma ramah. “Terima kasih tante. Gibran sudah sarapan tadi di rumah.” Jawab Gibran sopan. Tersenyum sambil mencium tangan kedua orang tua Syana. “Yaudah, kakak berangkat dulu ya bun, takut telat.” Ucap Syana sambil mendorong kursi dan mencium tangan kedua orang tuanya, disusul Gibran yang memang datang untuk antar jemput Syana sesuai keinginan kedua orang tuanya. “Om, tante Gibran sama Syana berangkat dulu ya.” Pamit Gibran sopan. “Hati-hati. Jaga putri kesayangan om.” Jawab Heri ramah. “Siap om.” Ucap Gibran sambil tersenyum. Sesampainya di teras, Gibran membukakan pintu mobil untuk Syana. Sebenarnya dia punya motor sport di rumah, tapi mama Suci menyuruh untuk bawa mobil takut tiba-tiba turun hujan. Apalagi dia akan setiap hari antar jemput Syana. “Na.” “Iya.” “Jujur gue nggak nyangka kalo loe bisa berubah kaya gini. Padahal dulu penampilan loe sangat buruk. Rambut tiap hari di kepang dua, baju yang selalu warna pink. Dan gigimu yang item-item karena kebanyakan makan permen. Tapi sekarang...” jujur Gibran dengan sesekali menatap Syana yang mulai salting karena pujian Gibran. Membuat Gibran bersusah payah tahan tawa. “Kok ngeselin ya kata-katanya. Kamu itu niat muji apa ngejek sih?” sahut Syana manyun. “Haha.. gue jujur kali, Na. Nggak ada niatan ngejek loe. Loe beneran cantik sekarang. Nggak sia-sia gue ngikutin bokap balik kesini dan ketemu sama bidadari.” Goda Gibran dengan mengedipkan matanya yang sukses membuat pipi Syana memerah seperti tomat. “Kamu juga makin keren loh Gib, sampai aku nggak ngenalin kalo itu kamu.” Balas Syana tulus setelah sekian menit diam. “Oh iya, nanti di sekolah kalo ada yang nanya kamu siapa aku bilang aja kalo kita sepupu ya.” Pinta Syana dengan menatap Gibran yang sedang nyetir. “Kenapa?” tanya Gibran. “Aku yakin fans kamu bakal banyak banget, dan aku Cuma nyari amannya aja.” Jawab Syana. “Mana ada ? kan gue baru masuk.” Sahut Gibran heran. “Ya emang sih, kamu baru masuk dan yang kenal Cuma aku. Tapi dengan penampilan kamu yang kaya gini dan apalagi kamu baru balik dari luar negri, pasti banyak banget yang langsung ngefans sama kamu.” Terang Syana dengan perasaan yang tak bisa di jelaskan. Ya iyalah, Syana yang di sekolah terkenal sama si juara kelas dan nggak pernah di gosipin yang aneh-aneh, bahkan nggak ada yang tahu kalo dia anak pemilik sekolahan karena memang dia gak pernah bawa-bawa nama keluarga. Tiba-tiba berangkat sekolah bareng cowok tampan, pinter, tubuh atletis, hidung mancung, alis tebal, mata tajam dan tak lupa poni yang menjadi ciri khasnya sejak kecil menambah kadar ketampanannya. “Hmm.. its okey, gak masalah kok.” Pasrah Gibran. Padahal dia pengen banget mengakui hubungan mereka sebenarnya yang sudah di jodohkan biar nggak ada yang bisa ganggu gadisnya ini. Tapi dia tetap menjaga hak Syana. Sekarang dia akan fokus untuk meyakinkan Syana supaya mau menerima perjodohan ini. Toh, dia akan tetap bisa jagain Syana meski bukan diakui sebagai ‘calon tunangan’ bukan calon pacar lagi. :D Menit berlalu, sampailah mereka di parkiran sekolah. Semua mata tertuju pada mobil sport putih yang baru masuk itu. Penasaran siapa yang punya, karena meski sekolah itu tergolong elit, tak di pungkiri kalo apapun yang berbau mewah akan tetap jadi sorotan. Syana yang sudah hafal keadaan langsung menghela nafas panjang, dia yakin setelah ini hidupnya akan sedikit terusik. Menoleh ke samping, menatap Gibran yang ternyata juga menatapnya dengan senyum manis. “Aku duluan ke kelas ya, jangan lupa kalo ada yang tanya jawab aja kita sepupu.” Ingat Syana. “iya bawel.” Jawab Gibran sambil menarik hidung Syana gemes, hingga si empu meringis. “iiihh... sakiiit.” Ucap Syana dengan nada sedikit manja. Menambah kegemasan Gibran meroket. Tak tahan untuk menahan tawa. “Hahaha.” Syana cemberut dan langsung keluar dari mobil itu, berlalu meninggalkan parkiran menuju kelas, tanpa peduli sekitarnya yang mulai bisik-bisik karena Syana baru kali ini berangkat sekolah bawa mobil. Di tambah dia duduk di kursi penumpang. Hingga menit berlalu mereka tidak berniat pergi, masih setia menunggu siapa yang duduk di kursi kemudi?. Karena sekilas dia sperti memakai atribut sekolah ini. Mata mereka melotot, mulut menganga saat orang yang tunggu-tunggu akhirnya keluar. ?terpesona... aku terpesona.. begitulah kiranya kalo di dunia anak toktok. Behahaha Gibran yang sadar di perhatikan, tampak cuek.. memilih melanjutkan langkah karena dia harus ke ruang kepala sekolah dulu, menatap jam yang melingkar di tangannya. “sebentar lagi bell nih.” Gumam Gibran. Namun tiba-tiba... Bruukk.. Ada seseorang yang menabrak dia, hingga barang yang orang itu bawa jatuh tercecer di lantai. “Eh, sorry. Gue gak sengaja.” Ucap orang itu sambil mulai mengambil bawaannya. Gibran yang juga merasa bersalah ikut membantu. Dan saat pandangan mereka bertemu, mereka sama-sama terkejut. “Gibran?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD