The Relationship Begin

1875 Words
Satu bulan setelah kejadian itu aku tidak pernah bertegur sapa dengan Aldrich. Hanya urusan pekerjaan saja itu pun melalui Pingkan. Sore itu hujan deras saat jam pulang kantor. Pingkan di jemput tunangannya. Dia menawarkan untuk ikut mengantarku pulang tapi aku tidak enak karena arah mereka berlawanan dengan rumahku, aku dengan halus menolak. Sudah setengah jam aku menunggu di depan pintu kantorku tapi hujan tidak kunjung reda. Aku bingung, kalau aku berlari aku tidak bawa payung pasti basah. Tapi kalau aku tetap disini aku tidak tahu kapan hujan akan berhenti. Kalau hujannya masih lama bisa-bisa aku kemalaman, ini saja sudah mau gelap. Akhirnya kuputuskan untuk berlari ke arah halte depan kantor sambil menunggu kendaraan umum yang biasa ku naiki. Aku menerjang hujan yang ternyata cukup lebat. Tas kecilku tidak bisa menutupi tubuhku sehingga dengan cepat kemejaku basah terkena air hujan. Aku sampai di halte, disana hanya ada beberapa anak jalanan yang menatapku tidak sopan karena kemeja basahku mencetak dengan jelas pakaian dalamku. Aku hanya menutupi tubuh bagian depanku. Mungkin karena hujan hampir sepuluh menit aku menanti tapi angkutan yang biasa aku naiki belum lewat. Aku agak sedikit takut karena hari mulai gelap. Ketiga pengamen yang jongkok dipojok sana seperti berbisik-bisik membuatku takut. Aku sedang menyusun rencana bagaimana bila tiba-tiba mereka ingin mencuri sesuatu, aku harus lari kemana. Tiba-tiba sebuah mobil berhenti dihadapanku. "Ta, naik!" Aku menunduk melihat wajah Aldrich didalam kursi supir. Aku terdiam sesaat. Daripada aku tetap disini lebih baik aku ikut cowok songong ini. Aku membuka pintu lalu duduk dikursi sebelahnya. "Ya ampun Ta, ampe kuyup gitu." Cowok itu memandangku kemudian melajukan kendaraannya. Tangannya bergerak ke arah belakang dan mengambil kotak tissu. "Thanks" Ucapku kemudian mengeringkan sedikit basah di wajah dan rambutku. "Baru balik lo?" "Iya lembur gw tadi. Gw liat lo, gw pikir udah balik. Ternyata masi di halte. Bahaya Ta udah mau malem.." Cowok itu berbicara tanpa menatap wajahku. "Tumben lo perhatiin gw.." Mau tak mau aku tertawa melihat wajahnya yang langsung cemberut mendengar komentarku. Aku mengarahkan arah menuju rumahku. Kosanku masuk gang sehingga mobilnya tidak bisa sampai kedalam. "Thanks ya Al..". Aku hendak membuka pintu tapi tangannya menahan lenganku. "Wait Ta, masih ujan. Gw anterin masuk." Pria itu mengambil payung di belakang dan langsung keluar tanpa menghiraukan kalimat penolakanku. Kami berdua berjalan ke arah kosku sekitar seratus meter dari mulut gang. Payungnya kecil, membuat sebagian tubuhnya basah karena Aldrich mengarahkan payungnya lebih condong ke arahku. Aku sedikit merasa tidak enak. "Gw langsung ya.." Aldrich hendak beranjak. Tapi entah mengapa aku menahan lengannya. "Masuk dulu Al. Ganti baju lo. Basah gitu.. tar lo sakit gegara gw lagi.." Aku membuka pintu lalu masuk. Mengeringkan kakiku di keset kamar mandi di dalam kosku. Cowok itu masih berdiri sambil melihat isi ruanganku. Aku membuka lemari baju, dan mengambil kaos milik adik laki-lakiku yang tertinggal waktu lalu dia main kesini. Aldrich mengerutkan dahinya saat melihatku menyodorkan kaos itu. "Punya adek gw..." Dia tersenyum manis yang jarang kulihat. Lalu melangkah ke kamar mandi. Aku menunggu sekitar lima menit, tubuhku mulai dingin karena bajuku masih basah. Gigiku gemelutuk. Kupanaskan dispenserku, lalu aku membuat dua gelas s**u coklat hangat. Ketika dia keluar kamar mandi, aku menyodorkan gelas minuman hangat itu. Dia tercenung melihatku. "Bibir lo ungu Ta. Dingin ya.." Aku mengangguk. Bibir bawahku sedikit bergetar. Tanpa sadar aku memeluk tubuhku sendiri. Tiba-tiba tangan Aldrich meraih kedua lenganku. Cowok itu memangkas jarak antara kami. Aku merasakan wangi mint saat hembusan napasnya menerpa wajahku. Lima detik kemudian dia sudah menciumku. Aku mengerjapkan mataku tak percaya. Oh my God, Aldrich menciumku... Aku mengerjapkan mata saat dia menciumku. Bibirnya yang hangat membuaiku, mengalirkan kehangatan juga ke seluruh tubuhku. Aku meremas kaos didadanya. Dia melepas ciuman kami. Napas kami beradu. "Sory Ta, gw..." Dia menggerakan matanya menghindari tatapanku seolah mencari kalimat yang tepat. Lalu aku melihat bayangan cewek kembali mencium Aldrich di cermin. Ternyata justru aku lah yang kali ini menciumnya. Aku tidak tahu apa yang terlintas di otakku sehingga berbalik menciumnya duluan. Tangannya kini memelukku. Membuat kaos yang dipakainya kembali basah dibagian depan. Tanganku bahkan sudah tenggelam di balik rambutnya yang hitam legam. Ciuman kami bertambah intens, dengan lidah yang mulai saling menjelajah mulut lawannya. Aku tidak menolak saat Aldrich melepas kemejaku. Pria itu pun mengangkat tangannya ke atas saat aku membuka kaosnya. Lalu tangannya bergerak ke arah ban pinggang celananya saat kami kembali berciuman. Dan seketika itu aku tersentak menyadari sesuatu mengeras dibaliknya. "Wait.. wait..." aku melepas ciumanku. Kami saling memandang. Aku menunduk, memandang tubuh kami berdua yang topless. Aku berkali-kali melihat Aldrich menelan salivanya saat memandang tubuhku. Begitupun aku yang menatap tidak sopan tubuhnya yang berotot dan menggoda untuk dijamah. "Kita....apa hubungan kita kalau sampai kita bertindak jauh?" Aku membasahi bibirku. Cowok itu memejamkan matanya. "Sorry Ta, gw.... gw... Sorry.." Aldrich menunduk memungut kaos lalu mengenakannya kembali. "Lebih baik gw pergi." Cowok itu tersenyum memaksa. Aku menatapnya kecewa. Tidak percaya bahwa dia tidak mengatakan apapun. Aku segera masuk ke dalam kamar mandi. Aku terdiam dibalik pintu saat mendengar suara pintu kamarku tertutup. Airmataku menggenang. Kalau aku tidak menghentikan perbuatan kami tadi entah apa yang akan terjadi. Tapi aku kan perempuan, aku ingin kepastian tapi jawabannya mengecewakanku. Aku membuka pakaianku dan menggantungnya di kastok, aku tertegun saat menatap kemeja cowok itu yang tertinggal saat dia mengganti baju. Aku mengambil dan mencium bau khas Aldrich. Tanpa sadar aku memeluknya di dadaku. Air mataku mengalir jatuh. Ya, ternyata aku sudah jatuh cinta pada cowok itu... *_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_* Keesokannya saat masuk kantor aku berusaha menghindar dari Aldrich. Aku tidak tahu bisa berkata apa jika berhadapan dengan cowok itu. Pingkan menyadari keanehanku, tapi tidak banyak bertanya. Untung aku sering bertingkah aneh didepannya, jadi dia tidak heran melihatku seperti sekarang ini, berusaha tidak terlihat padahal besarnya badanku tidak bisa tertutup kubikelku ini, kalau duduk kepala kami pasti kelihatan. Aku menunduk semakin dalam jika mendengar suara Aldrich. Akupun berusaha menghindarinya dengan makan siang didalam kubikelku saat Pingkan dengan yang lainnya hendak pergi keluar. Saat jam pulang kerja aku menunggu semua orang pergi baru aku beranjak dari mejaku. Aku berjalan ke arah halte dan terlonjak saat mobil yang ku kenal berhenti didepanku. Aldrich menurunkan kacanya. "Masuk Ta, gw mau ngomong." Aku terdiam sesaat, suara klakson mobil yang mengantri dibelakang mobil Aldrich menyadarkanku, lalu aku masuk ke dalam. Kami terdiam sepanjang jalan, entah dia akan membawaku kemana. Aku sedikit bingung saat pria itu membelokkan mobilnya ke sebuah apartemen di atas mall di kuningan. "Kita ngobrol ditempat gw ya. Biar leluasa."Aku terdiam. "Tenang, gw gak akan lakuin hal kayak kemaren kok! Tar gw anterin lo pulang". Cowok itu keluar. Lalu aku mengikuti langkahnya saat masuk ke lift. Kamu berhenti dilantai 16 dan berjalan ke arah unit paling pojok. Aldrich membuka pintu dan mempersilahkanku untuk masuk. Aku bergerak ragu saat kedalam. Cowok itu tidak tampak canggung. Aku berusaha menetralkan degup jantungku yang berdebar sedari tadi. "Mau makan apa Ta? Kita delivery aja ya.." Dia meletakkan kunci mobil dan tas kerjanya di meja. Lalu masuk ke dalam ruangan yang sepertinya kamar. Mataku berpendar kesana kemari, melihat seisi ruangan itu. Ruangannya cukup rapih untuk ukuran seorang pria. Selama ini aku tidak tahu banyak mengenai cowok itu. Tidak lama Aldrich keluar menggunakan baju yang lebih santai. "Duduk Ta, kok berdiri aja?" Aku mengangguk dan duduk. "Kalo mau minum ambil sendiri disana ya.." Tangannya menunjuk ke arah kulkas. "Jadi mau makan apa Ta?" "Apa aja gw ikut." Aldrich menekan tombol ponselnya lalu mengetik-ngetik. Lima menit kemudian dia meletakkan ponselnya di meja lalu duduk di sebelahku. Kakinya naik satu ke sofa. "Santai Ta.." Aku mengangguk. "Lo ngangguk-ngangguk mulu kayak burung" dia tersenyum kembali, senyum yang aku sukai. "Lo mau ngomong apa sama gw?" "Makan dulu aja ya. Biar tenangan dikit..." "Hah? Apa si emang kita mau berantem?" "Nah kan marah..." Dia beranjak ke arah kulkas dan mengambil minuman kesukaanku lalu menyodorkan kearahku. Aku mengambil minuman rasa buah leci dengan marah dari tangannya. Lalu segera menyedotnya sampai habis. Dia hanya terkekeh melihatku. "Lo pikir gw tuh orangnya gimana Ta?" "Hah? Maksud lo, pendapat gw tentang lo?" Aldrich mengangguk. "Yakin mau denger?" Cowok itu kembali mengangguk. "Lo tuh nyebelin, songong, sok kecakepan, kasar kalo ngomong, terutama sama gw. Segitu bencinya lo ke gw ya? Kalimat dari mulut lontuh gak ada baek-baeknya kalo ke gw. Ke Pingkan aja lo beda, lebih halus baik tindakan atau ucapan tapi kalo ke gw? Buseeet, udah kaya dendam kesumat. Udah gitu....." Aku mengatupkan mulutku melihat wajahnya yang berubah saat mendengar semua kalimat yang keluar dari mulutku. "Sorry ya Ta. Gw gak tau gw seburuk itu." Wajahnya berubah sendu membuatku sedikit merasa bersalah. "Gw minta lo jangan salah paham ya Ta. Gw gak maksud bikin lo benci sama gw. Gw tau gw suka bikin masalah sama lo. Padahal maksud gw gak gitu. Gw cuma pengen deketin cewek yang gw suka tapi ternyata sikap gw malah bikin lo salah paham." "Hah? Cewek yang lo suka? Maksudnya?" "Iya gw...." obrolan kami terinterupsi suara bel berbunyi, makanan kami datang. Aduuuuh, bisa pas begitu sih? Aldrich berjalan ke arah dapur minimalis dan membongkar makanan itu. Wait.. wait, apa aku gak salah denger tadi? Siapa sih maksud tu cowok? Dia berjalan ke arahku lalu menyodorkan sepiring nasi goreng kambing yang wanginya membuat perutku berbunyi. Duh, ni perut kagak bisa jaim dikit apa? Aldrich tersenyum. "Kita makan dulu ya.. baru lanjut ngobrol lagi". Aku mengangguk dan mulai makan. Walau lapar tapi entah mengapa aku tidak menikmati makananku. Aku lebih merasa penasaran pada kelanjutan ucapan cowok itu. Setelah 20 menit kami berkutat dengan makanan kami dia mengambil piringku. "Gak di abisin Ta?" "Diet". Jawabku asal. Wajahnya tampak sedikit merenung kemudian berjalan ke arah tempat cuci piring lalu kembali dengan segelas air putih untukku. "Sorry Ta. Lo diet gara-gara gw ya?" Aku hanya terdiam mencoba menerka arah pembicaraannya. "Gw suka lo apa adanya kok!" What?? Suka..??? Whaaat??? Aku melongo menatapnya. Aldrich menggaruk kepala yang sepertinya tidak gatal itu. "Gw... suka lo Ta. Lo mau jadi cewek gw gak?" Aku membuka mulut, siap berbicara tapi tidak ada satupun kalimat yang keluar dari bibirku. Tiba-tiba Aldrich maju dan mengecup bibirku sekilas. Aku mengerjap kaget. "Jangan kaget gitu donk Ta. Kemaren nyiumnya lebih hot dari ini tapi lo kalem aja.." Aku meninju lengannya. Dia meringis sambil tertawa. "Mau ya Ta, jadi cewek gw?" Dia memegang kedua tanganku. "Gw suka lo Ta." Aku menatap kedalam matanya, mencari kesungguhan disana dan aku melihatnya. "Tapi kenapa..." Aku menatapnya bingung. "Kenapa apa?" "Bisa suka..." "Gak tau, sebulan kemaren kita hampir ga pernah tegur sapa, gw kangen omelan lo." Cowok itu nyengir ga jelas. "Gw baru nyadar kalo ternyata gw suka sama lo. Gimana Ta, mau jadi cewek gw?" Aku terdiam sesaat sambil menggigit bibirku, aku suka sama Aldrich tapi belum terlintas di benakku untuk jadi pacarnya. Tapi yaaa, apa salahnya mencoba. Aku mengangguk. "Yes!!! Thankyou Cinta." Aldrich bergerak memelukku. Aku terharu dengan pernyataan cintanya. "Tapi jangan bilang siapa-siapa dulu ya Al di kantor." Cowok itu tersenyum. "Berarti tiap hari gw ga bisa anter jemput lo donk?" Tatapnya manja. Aku tersenyum senang. "Ya udah boleh, kita pelan-pelan aja kasih taunya ya. Kalo udah sebulan mungkin."  "Oke. Kita mulai pacaran ya... Deal?" Aldrich mengulurkan tangannya. Aku menyambutnya tapi sedetik kemudian dia menarik tubuhku mendekat. "Sealed with kiss, Baby..". Dan menciumku. Aku membalas ciumannya sambil tersenyum dan memejamkan mata. 20 Mei, itu tanggal jadian kami. *_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*CUT*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD