Kedekatan Karina dengan Keluarga Farhan

3448 Words
Saat di jalan, Syifa berpapasan dengan Karina yang sepertinya memang menuju ke rumahnya. Karina yang melihat Syifa pun memberhentikan mobilnya dan mengajak Syifa masuk ke dalam mobil. Karina keluar dari mobil dan langsung bertanya pada Syifa, “Syifa, kamu mau kemana?” “Syifa mau beli lontong kak buat sarapan,” jawab Syifa. “Mending nggak usah deh. Soalnya aku udah bawain sarapan buat kalian berdua. Gimana kalau kita ke rumah kamu aja, kita sarapan di rumah kamu,” ucap Karina. “Boleh deh kak, yuk!” Di Mobil Selama di mobil, Syifa dan Karina saling bertukar cerita terkait pribadi masing-masing. Syifa juga menceritakan kehidupan keluarganya serta pekerjaan Farhan saat ini. “Jadi kamu cuma tinggal berdua sama Farhan?” tanya Karina. “Iya kak. Papa udah meninggal 1 tahun lalu dan mama….,” ucap Syifa menggantung ucapannya. “Mama kamu kenapa?” tanya Karina penasaran. “Mama berangkat kerja ke luar negeri pas aku masih kecil, ya sekitar 12 tahun lalu lah. Aku udah bilang sama mama, jangan tinggalin aku tapi mama tetep tinggalin aku. Sejak mama pergi, mama udah nggak pernah ngabarin lagi. Berkali-kali dihubungi juga nggak bisa. Jadi aku nggak tahu kabarnya sekarang kayak gimana,” ucap Syifa “Aku turut prihatin ya. Semoga mama kamu cepat ada kabarnya dan pulang ke rumah sampai selamat,” ucap Karina tapi Syifa hanya diam. “By the way, gimana biduran kamu udah sembuh?” tanya Karina. “Kalau sekarang sih nggak kumat, nggak tau nanti. Temen bang Farhan jual obat biduran tapi harganya mahal, jadi bang Farhan nungguin gajian dulu biar bisa beliin obat buat aku.” ucap Syifa. “Nggak usah beli obat, ini aku udah bawain obat buat kamu tapi di tas, nanti aku kasih pas udah sampai rumah ya,” ucap Karina “Wah, makasih ya kak. Berapa biayanya? nanti biar aku bilang bang Farhan,” ucap Syifa “Nggak usah, lagian harganya juga nggak mahal kok. Jadi nggak usah kamu pikirin ya,” ucap Karina tersenyum.“Oh iya, kalau boleh tau Farhan kerja apa ya?” tanya Karina. “Bang Farhan sehari-hari cuma jadi marbot kak, nggak sebanding sama kakak yang jadi dokter,” ucap Syifa. “Malah bagus dong kalau jadi marbot kan artinya dia bisa makin dekat dengan Allah” ucap Karina.   “Dulu itu papa yang jadi marbot dan bang Farhan jadi karyawan di perusahaan marketing. Tapi sejak papa meninggal, bang Farhan malah resign dari kantornya dan pilih jadi marbot. Jujur, aku sendiri nggak ngerti jalan pikiran bang Farhan. Udah jelas enak kerja di kantor, bisa dapet gaji gede, eh dia malah mengundurkan diri!” ucap Syifa dengan nada kesal. “Sekarang hidup kita jadi pas-pasan. Bayar kuliahku aja sering nunggak-nunggak,” imbuhnya. “Syifa, apapun pekerjaan abang kamu, kamu harus bersyukur karena setidaknya abang kamu masih punya pekerjaan kan. Aku yakin suatu saat nanti Allah pasti angkat derajat kalian,” ucap Karina. “Terserah kak Karina aja deh. Kak Karin tuh kayak bang Farhan, suruh bersyukur mulu,” ucap Syifa tapi hanya dibalas senyuman oleh Karina. Beberapa saat kemudian, Karina menerima telpon dari pak Lurah yang mengatakan bahwa dia tidak jadi masuk puskesmas hari ini. Hal ini karena puskesmas belum dibersihkan serta ada beberapa peralatan yang belum memadai. Jadi, Karina diminta untuk mulai bekerja di lusa nanti.  “Halo, iya benar pak. Saya sudah berangkat tapi ini masih di jalan sih. Mungkin nanti saya sampai sekitar jam 8 ya. Apa? nggak jadi hari ini? oh gitu.. Ya udah pak, nggak apa-apa nanti saya berangkat lusa ya,” ucap Karina pada pak Lurah melalui telepon dan menutupnya selesai selesai.  “Siapa kak?” tanya Syifa.   “Pak Lurah, katanya aku disuruh kerja mulai lusa aja karena puskesmas belum dibersihkan,” jawab Karina Di Rumah Syifa dan Karina sampai di rumah pukul 07.30. Sesampainya di rumah, keduanya langsung masuk ke dalam rumah. Kedatangan Karina sempat membuat heran Farhan karena menyempatkan mampir sebelum bekerja. “Assalamualaikum,” ucap Syifa. “Waalaikumsalam,” jawab Farhan.  “Loh mana lontongnya?” tanya Farhan karena Syifa tidak membawa apapun. Syifa menjawab dengan santai, “Nggak jadi beli lontong” “Nggak jadi? terus kita sarapan pakai apa?” tanya Farhan. “Bang Farhan ekspresi biasa aja dong. Coba bang Farhan tebak siapa yang datang,” ucap Syifa.  “Siapa emangnya?” tanya Farhan.  “Kak Karin!” ucap Syifa. Karina masuk ke rumah sambil menenteng dua plastik. Plastik yang pertama berisikan bubur ayam spesial dan satunya lagi berisi obat alergi untuk Syifa. “Karina? kamu ngapain pagi-pagi ke rumah?” tanya Farhan karena seharusnya Karina berangkat ke puskesmas. “Jadi aku nggak boleh ke rumah kamu nih,” ucap Karina. “Bukan gitu maksudku tapi kamu kan harus kerja, nanti telat loh kalau mampir ke rumahku dulu,” ucap Farhan. “Aku sengaja berangkat pagi supaya aku bisa kasih sarapan buat kalian dan aku juga mau kasih obat alergi buat Syifa. Kebetulan tadi aku ketemu Syifa di jalan, yaudah aku langsung aja ajak Syifa pulang,” ucap Karina.  “Tadi pak Lurah telpon katanya puskesmas belum dibersihkan dan ditata rapi. Terus aku disuruh berangkat kerja mulai lusa deh. Jadi, hari ini waktuku bebas hehe,” imbuhnya. “Makasih banget ya. Harusnya kamu nggak perlu repot-repot bawain sarapan sama kasih obat buat Syifa,” ucap Farhan. “Sama-sama. Semoga kalian suka buburnya ya dan Syifa semoga cepat sembuh,” ucap Karina.  “Aamiin,” ucap Syifa.  “Buburnya kan ada tiga nih. Kita makan bareng yuk,” ucap Farhan  “Setuju!” jawab Syifa Karina memang sengaja membeli 3 porsi bubur ayam karena ia memang berniat sarapan di rumah Farhan. Ketiganya menikmati bubur pemberian Karina sambil ngobrol-ngobrol bersama. Syifa juga menceritakan tentang bu Cici dan ibu-ibu yang sudah menggosipkan dan merendahkan Farhan. “Bang tadi aku tuh kesel banget. Pas aku jalan ke rumah mbok ijem, aku ketemu ibu-ibu yang gosipin bang Farhan. Apalagi bu Cici ngomporin ibu-ibu lain, kan aku jadi kesel,” ucap Syifa.   “Abang yang digosipin kok kamu yang kesel. Udah biarin aja toh yang mereka omongin juga nggak bener kan,” ucap Farhan. “Tapi kan mereka udah merendahkan bang Farhan dan aku nggak suka itu,” ucap Syifa.  “Emangnya ibu-ibu itu gosipin apa syif?,” tanya Karina “Tok..Tok..” suara ketukan pintu Belum sempat Syifa jawab, ada yang mengetuk pintu. “Siapa sih pagi-pagi gini,” ucap Syifa menggerutu. “Coba kamu buka deh,” pinta Farhan. “Kalo bang Farhan bisa buka pintu, kenapa harus aku!” ucap Syifa menolak   “Kalo ada kamu, kenapa harus bang Farhan yang buka pintu!” ucap Farhan tersenyum menirukan gaya bicara Syifa. “Baiklah! Kali ini Syifa ngalah,” ucap Syifa lalu membuka pintu. ****** Karena menyadari bahwa dirinya lebih muda, maka Syifa yang membuka pintu. Betapa terkejutnya Syifa saat mengetahui siapa yang ada dihadapannya. Syifa tidak menyangka dia kembali setelah sekian lama menghilang. “Nggak, ini nggak mungkin!” ucap Syifa saking shocknya bahkan ia sampai meneteskan air mata Mendengar teriakan Syifa, Farhan dan Karina menyusulnya. Ternyata yang datang adalah ibu mereka yang sudah lama pergi. Ibu mereka pergi bekerja ke luar negeri tanpa seizin ayah mereka. Sudah 12 tahun lamanya ibu mereka pergi dan tak pernah pulang apalagi memberi kabar. Sontak kepulangan ibunya membuat Syifa marah karena menganggap ibunya jahat karena meninggalkannya saat masih kecil serta tak menghiraukan larangan ayahnya pada waktu itu. Kemarahan Syifa tak main-main bahkan ibunya ingin memeluknya saja langsung ditepis olehnya. “Syifa, Mama kangen sekali sama kamu nak. Ternyata kamu sekarang sudah besar,” ucap ibunya hendak memeluk Syifa tetapi ditolak oleh Syifa. “Mama? Selama lebih dari 12 tahun ini aku gak punya Mama lagi,” ucap Syifa. “Astagfirullah Syifa, kamu tidak boleh seperti itu. Walau Bagaimanapun beliau ini ibu kita, ibu yang sudah melahirkan kita. Tidak sepatutnya kamu bersikap begitu,” ucap Farhan pada Syifa.    “Waktu itu papa gak ngijinin mama pergi, aku juga gak bolehin mama pergi tapi mama tetap pergi. Mama udah gak sayang lagi sama keluarganya!” ucap Syifa.  Berbeda dengan Syifa yang masih memendam amarah, Farhan malah langsung memeluk dan mencium tangan ibunya. Farhan sangat merindukan ibunya karena sudah bertahun-tahun mereka tidak bertemu. Kepulangan ibunya menjadi berkah bagi Farhan dan melengkapi kesepiannya selama ini. Meskipun ayahnya sudah meninggal tetapi kini ibunya hadir sebagai pelengkap kehidupannya. Farhan sangat bersyukur karena ibunya masih hidup dan kini bisa berkumpul lagi dengannya. “Farhan kangen sama Mama,” ucap Farhan memeluk ibunya dengan erat. “Mama juga kangen sekali sama kamu dan adikmu,” ucap ibunya yang tak kuasa menahan tangis. “Ayo kita masuk dulu Ma. Mama pasti capek,” ucap Farhan mengajak ibunya masuk ke dalam rumah dan membawakan tas milik ibunya Di Ruang Tamu Kini Ibu Farhan, dan Karina duduk bersama di ruang tamu. Sementara itu, Syifa lebih memilih meninggalkan mereka dan pergi ke kamarnya. Sebenarnya Syifa sangat merindukan ibunya tetapi emosi dan amarah mengalahkan perasaan itu. Syifa masih marah karena ibunya meninggalkannya selama bertahun-tahun. Farhan sangat memahami bagaimana sikap adiknya yang pendendam dan gampang marah. Namun, tidak seharusnya Syifa marah pada ibu kandungnya sendiri. Ibunya memang salah tapi bukan berarti kesalahan itu membuatnya benci pada orang yang sudah melahirkannya ke dunia.  Karena sesama perempuan, Farhan meminta tolong pada Karina agar membujuk Syifa untuk mau bertemu ibunya. Menurut Farhan, perempuan akan lebih nyaman ketika berbicara dengan perempuan. Farhan mengenalkan ibunya pada Karina, “Karina, kenalin ini ibu aku. Mama, kenalin ini Karina, dokter yang ada di puskesmas kampung kita.”  “Saya Karina tante. Salam kenal,” ucap Karina sambil menjabat tangan ibu Farhan.  “Salam kenal juga,” ucap ibu Farhan dengan tersenyum. “Karina, tolong kamu bujuk Syifa ya supaya mau ketemu mama. Aku takut Syifa benci sama mamanya sendiri. Kamu kan perempuan, pasti kamu lebih tahu bagaimana sifat perempuan. Mungkin Syifa lebih nyaman kalau ngobrol sama kamu,” ucap Farhan pada Karina. “Aku coba ya. Kamar Syifa dimana?” tanya Karina. Farhan menunjuk sebuah kamar dekat ruang sholat. Lalu Farhan berkata, “Kamar Syifa disitu,” ******* Karina langsung berjalan ke kamar Syifa. Karina sudah mengetuk pintu tetapi tak ada balasan dari Syifa. Karena kamarnya tidak dikunci, Karina memberanikan diri untuk masuk. Mungkin agak tidak sopan tapi demi kebaikan bersama, Karina harus melakukannya. Syifa hanya berbaring di ranjang sambil memakai headset dan membaca buku. Karina belum mengatakan apapun tetapi Syifa langsung mengatakan, “Kalau kakak cuma mau bujuk aku ketemu mamaku, mendingan kakak keluar deh!” Karina lalu mendekat dan mengajak Syifa berbicara, “Kamu lagi ngapain?” “Baca buku. Udah deh, mendingan kakak keluar!” ucap Syifa marah dan tak peduli siapa yang sedang ia marahi. Karina senyum-senyum sendiri begitu mendengar kebohongan Syifa. Dengan percaya diri Syifa mengatakan sedang membaca buku tapi buku yang ia baca malah terbalik. Karina semakin yakin jika Syifa hanya mencari-cari alasan agar tidak berbicara dengannya. “Ternyata kamu pinter ya bisa baca buku terbalik,” ucap Karina seketika membuat Syifa malu. “Sudah, nggak perlu bohong lagi” ucap Karina mengambil bukunya dengan paksa dan mencabut headset di telinganya. Karena kebohongannya sudah terbongkar, Syifa tak ada alasan lagi untuk tidak berbicara dengan Karina. Akhirnya, Syifa mengubah posisinya dan duduk berdampingan dengan Karina. “Aku tahu aku bukan siapa-siapa keluarga kamu tapi aku cuma mau kamu bersikap baik sama mama kamu” ucap Karina. “Buat apa aku bersikap baik sama mama. Mama aja dulu gak bersikap baik sama aku dan papa,” ucap Syifa. “Syifa, kamu gak boleh langsung menghakimi mama kamu. Kamu harus dengerin dulu penjelasan mama kamu” ucap Karina. “Kamu gak mau kan jadi anak durhaka?” tanya Karina pada Syifa dan Syifa menganggukkan kepala. “Sekarang kita susul ibu kamu dan kamu harus denger dulu penjelasan kamu” ucap Karina. Setelah dipikir-pikir kembali, Syifa merasa apa yang dikatakan Karina memang ada benarnya. Syifa menyesal sudah bersikap buruk pada ibunya dan lebih menuruti emosinya. Karena itu, Syifa akhirnya mau bertemu dan berbicara dengan ibunya. Di Ruang Tamu Karina berhasil membujuk Syifa untuk bertemu ibunya. Setelah sampai di ruang tamu, Syifa meminta maaf pada ibunya karena telah bersikap kurang mengenakkan. Syifa sadar jika tak seharusnya dia bersikap seperti itu pada ibunya.  “Ma, Syifa minta maaf ya soal tadi. Syifa sadar kalau apa yang Syifa lakukan itu salah. Seharusnya Syifa senang karena mama pulang bukan malah sebaliknya,” ucap Syifa lalu memeluk ibunya. “Mama juga minta maaf ya karena sudah meninggalkan kamu dan abang kamu dalam waktu yang lama,” ucap Ibunya lalu melepaskan pelukannya untuk menjelaskan pada Syifa. “Sekarang Syifa sudah cukup dewasa untuk memahami itu. Ayo ceritakan Ma!” ucap Syifa. Syifa dan Farhan sangat penasaran apa yang membuat ibu mereka. Didepan anak-anaknya serta Karina, ibunya menceritakan permasalahan yang sudah terjadi. “Waktu itu Papa kamu dituduh menabrak orang di jalan dan orang itu meminta pertanggung jawaban uang sebesar Rp 7 juta. Papa kamu cuma marbot dan Mama juga cuma buruh cuci, mana mungkin punya uang sebanyak itu. Mama sama Papa terpaksa pinjam uang ke bank dengan menjaminkan sertifikat rumah ini,” ucap Ibu. “Selama beberapa bulan, Papa sama Mama semakin sulit untuk bayar bank. Akhirnya, Mama terpaksa jadi TKI supaya bisa bayar hutang bank. Papa gak mengizinkan karena Papa gak mau Mama pergi apalagi meninggalkan Syifa yang masih sangat kecil pada waktu. Tapi Mama gak punya pilihan lain, Mama harus tetap pergi demi keluarga kita,” imbuhnya.  Ibunya melanjutkan ceritanya, “Sesampainya disana, Mama malah bertemu majikan yang tidak baik. Mereka kasar dan tidak membolehkan Mama pulang. Setelah 12 tahun, akhirnya Mama bisa pulang dengan bantuan pemerintah.” Farhan dan Syifa tidak menyangka rupanya Ibu mereka pergi karena ingin membantu Ayah mereka. Selama ini, Farhan dan Syifa sama sekali tidak tahu apa penyebab kepergian ibunya bahkan ayahnya juga tidak mau memberi tahu.  “Mama menyesal tidak mendengarkan kata Papa kalian. Mama baru sadar saat Mama sudah menderita. Belasan tahun Mama bekerja tapi gaji Mama hanya dibayarkan separuhnya saja,” ucap ibunya. “Mama yang sabar ya. Anggap saja semua yang terjadi adalah ujian dari Allah. Yang terpenting, sekarang Mama udah pulang dan bisa berkumpul lagi sama kita. Farhan dan Syifa janji akan jadi anak yang baik untuk Mama” ucap Farhan pada ibunya. “Terima kasih ya anak-anakku. Kalian sudah mau menerima Mama kembali,” ucap ibunya Sedari tadi ibunya tak melihat sosok Ayah di rumah mereka. Ibu lalu bertanya,“Oh iya, Papa kalian kemana? Dari tadi Mama belum melihat Papa.”  Farhan dan Syifa saling memandang karena bingung bagaimana cara mereka menjelaskannya pada ibunya. Hal ini membuat ibunya semakin penasaran karena tak ada satupun yang mau menjawab. "Papa kalian kemana? Kok pada diam,” ucap Ibunya. Farhan menjawab, “Papa sudah meninggal 1 tahun lalu Ma,” “Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, Papa,” ucap Ibunya. Setelah mendengar Ayahnya sudah meninggal, Ibunya meminta Farhan dan Syifa untuk mengantarkannya ke makam Ayah mereka. Karina yang masih ada disana menawarkan tumpangan untuk mereka. Karina bersedia mengantarkan mereka ke makam Ayah mereka. Ibunya berkata, “Farhan, Syifa, tolong antarkan Mama ke makam Papa ya” “Aku antarkan ya tante. Kebetulan aku bawa mobil dan cukup untuk kita berempat,” ucap Karina. “Tidak perlu repot-repot Karina. Kita bisa jalan kaki kok” ucap Ibu Farhan dengan lembut “Tidak repot kok tante. Justru Karina senang bisa membantu” ucap Karina. Karena melihat Karina yang tampak tidak keberatan, akhirnya mereka pergi ke makam dengan mobil Karina.  “Farhan kamu bisa bawa mobil kan?” tanya Karina pada Farhan.  “Bisa tapi udah lama enggak sih hehe” jawab Farhan.   Tak berpikir lama, Karina memberikan kunci mobil pada Farhan dan mempercayakannya yang menyetir mobil. Lalu Karina berkata, “Kamu yang nyetir ya, kamu kan cowok.” “Gak apa-apa nih aku yang nyetir?” tanya Farhan. “Gak apa-apa. Udah kamu aja yang nyetir ya,” ucap Karina. Setelah semua siap, mereka bergegas berangkat menuju makam. Sesampainya di makam, mereka berdoa supaya almarhum diberikan tempat terbaik disisi Allah.  ***** Setelah dari makam, mereka pulang ke rumah. Karina hendak pamit pulang tapi ditahan oleh ibu Farhan karena sedang hujan deras. Meskipun Karina membawa mobil tapi tetap saja ibu Farhan khawatir jika terjadi sesuatu pada Karina. Karena itu, ibu Farhan meminta Karina meneduh sampai hujan reda. Karina berkata, “Farhan, Syifa, Tante, aku pamit ya mau pulang.” “Nanti saja nak sekarang kan masih hujan dan petir. Tante khawatir kamu kenapa-napa dijalan,” ucap ibu Farhan. “Iya kak, nanti aja. Bahaya loh soalnya di jalan kampung ini banyak pohon tua takutnya nanti tumbang terus kena mobil kakak,” ucap Syifa. Karina tidak menyangka ternyata keluarga Farhan begitu peduli dengannya. Meskipun baru kenal tetapi Karina merasa sudah kenal lama baik dengan Farhan maupun keluarganya. Akhirnya, Karina pun menunggu sampai hujan reda. Mereka masuk dan berkumpul di ruang makan. “Hujan-hujan gini enaknya makan,” ucap Syifa “Kamu mau makan apa? biar Mama masakin,” ucap ibunya lalu membuka kulkas “Masak apa Ma? Gak ada bahan makanan di kulkas” ucap Farhan “Terus fungsi kulkas buat apa? Masa telur saja tidak ada. Jangan bilang kalau kalian juga tidak punya beras,” ucap ibunya, Farhan dan Syifa hanya tersenyum malu  “Kulkas cuma buat bikin Es aja Ma. Syifa kan gak bisa masak,” ucap Farhan meledek Syifa Syifa menyanggah ucapan Farhan, “Enak aja bilang Syifa gak bisa masak. Syifa bisa masak tauk!”  “Masak apa? Seingat bang Farhan kamu selalu gagal masak. Masak air aja gosong sampai panci bolong” ucap Farhan blak-blakan. “Astagfirullah bang Farhan gak boleh gitu. Jangan suka bongkar aib orang, dosa loh!” ucap Syifa. “Berarti benar kata abangmu? Mama kira abangmu cuma bercanda” ucap ibunya   “Iya Ma. Maaf ya Ma kalau Syifa gak bisa masak,” ucap Syifa.  “Bukan gak bisa tapi belum bisa,” ucap Karina tersenyum.  “Tidak perlu minta maaf. Nanti Mama ajarkan kamu sampai bisa masak” ucap ibunya pada Syifa Sambil menunggu hujan reda, mereka melanjutkan mengobrol-ngobrol santai. Karina dan keluarga Farhan saling bercerita kehidupan masing-masing. Mereka juga saling bertukar pikiran satu sama lain. Misalnya, Karina membagikan ilmunya dalam dunia kesehatan dan Farhan sesekali memberikan pengetahuan agama pada Karina. Sementara itu, karena hujan sudah reda, Ibu Farhan hendak pergi ke warung untuk membeli beras dan bahan makanan untuk makan malam nanti malam. Setelah 12 tahun menghilang dari kampung, Ibunya ingin mengetahui bagaimana perubahan kampung halamannya selama ini. Selain itu, Ibunya juga ingin bersilaturahmi lagi dengan tetangganya. “Kalian lanjutkan ngobrolnya ya. Mama mau ke warung dulu beli beras dan lauk untuk kita makan malam nanti,” ucap ibu Farhan sambil membawa dompetnya “Emang udah terang Ma?” tanya Farhan “Udah kok, tinggal gerimis aja,” jawab ibunya “Mama kan baru pulang hari ini masa langsung ke warung sih. Mending Mama ke warung besok aja. Kalau tetangga tahu Mama udah pulang pasti bakal dijadikan bahan gosip sama mereka Ma,” ucap Syifa  Tak suka Syifa berburuk sangka pada orang lain, Farhan langsung mengingatkan Syifa untuk tidak berprasangka buruk pada orang lain. Farhan ingin Syifa menjauhi segala hal yang menjerumuskannya pada dosa. “Astagfirullahaladzim Syifa! Kita tidak boleh suudzon sama orang. Ingat, prasangka buruk itu dosa. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Hujurat Ayat ke-12: “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain.” ucap Farhan “Siapa juga yang suudzon. Syifa kan ngomong fakta,” jawab Syifa. Farhan berkata, “Dengan kamu bilang tetangga bakal ngomongin Mama itu sama aja kamu nuduh mereka. Ada baiknya kita selalu berprasangka baik pada semua orang. Mulai sekarang kamu harus bisa berhenti suudzon dan coba untuk husnudzon.” “Siapa yang nuduh sih bang. Syifa kan ngomong fakta kalau tetangga kita itu tukang gosip terutama Bu Cici. Bang Farhan gak tahu aja kalau mereka tuh sering ngegosipin keluarga kita. Apalagi kalau tahu Mama udah pulang, pasti Mama bakal digosipin macem-macem. Sekali lagi Syifa ngomong fakta ya bang,” ucap Syifa “Syifa, Abang kamu itu benar. Kita tidak boleh suudzon pada orang lain apalagi terhadap sesama muslim. Lain kali jangan seperti itu lagi ya,” ucap Ibunya pada Syifa. “Mama akan tetap ke warung karena di rumah tidak ada satupun bahan makanan yang bisa Mama masak untuk nanti malam,” ucap Ibunya. “Biar Syifa gak suudzon, Syifa ikut Mama ke warung ya” ucap Syifa menyusul ibunya yang sudah siap berangkat ke warung. “Ya sudah ayo,” jawab Ibunya. Setelah Syifa dan ibunya pergi ke warung, Farhan melanjutkan mengobrol dengan Karina. Karina kagum pada Farhan yang memiliki pengetahuan agama begitu mendalam bahkan Farhan hafal surat dan ayat dalam Al-Qur’an.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD