Karina Dalam Bahaya

3315 Words
Setelah Syifa dan ibunya pergi, Farhan melanjutkan mengobrol dengan Karina. Karina kagum pada Farhan yang memiliki pengetahuan agama begitu mendalam bahkan Farhan hafal surat dan ayat dalam Al-Qur’an. Karina ingin belajar banyak tentang agama pada Farhan. “Aku sampai heran sama anak itu. Dia gampang emosi dan over thinking sama orang. Padahal aku udah sering ngingetin dia untuk jauhin semua kebiasaan negatif itu,” ucap Farhan saat melihat Syifa dan Ibunya pergi “Mungkin ada sesuatu yang bikin dia kayak gitu Far. Sabar aja, mungkin Syifa butuh waktu untuk berubah,” ucap Karina pada Farhan “Aku harap sih begitu ya,” jawab Farhan “By the way, kamu pinter juga ya masalah agama, beda sama aku. Aku ngerasa banyak dosa tapi aku masih gini-gini aja,” ucap Karina. Farhan berkata, “Aku masih belum apa-apa kok, aku juga sama kayak kamu. Tapi jangan berkecil hati ya karena tidak ada kata terlambat untuk belajar agama dan bertaubat selama kita masih bernafas dan matahari belum terbit dari barat.” “InsyaAllah ya Far. Aku udah lama banget terbesit untuk memperbaiki diri tapi aku gak punya temen yang paham agama. Malahan banyak teman-temanku yang sibuk mengejar dunia, suka bermaksiat, dan gak pernah menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim. Jadi aku bingung mau tanya dan belajar agama sama siapa karena memang gak ada teman yang aku ajak ngobrol soal agama,” ucap Karina “Kamu jangan khawatir ya. Selama kamu bertugas di kampungku dan kamu ketemu aku, kita bisa kok sharing-sharing soal agama. Kita sama-sama belajar untuk jadi lebih baik kedepannya,” ucap Farhan “Makasih ya Far,” ucap Karina “Sama-sama,” jawab Farhan tersenyum Waktu sudah menunjukkan pukul 14.30 dan ini saatnya Farhan untuk ke masjid. Saat subuh tadi pagi, Farhan sudah membersihkan masjid. Tetapi karena kampungnya diguyur hujan, Farhan khawatir masjid kembali kotor terutama lantai masjid bagian depan. Namun saat hendak pergi ke masjid, hujan kembali deras. Tadinya hujan sudah reda tetapi kini sudah kembali turun. Meski begitu, Farhan harus tetap menjalankan kewajibannya. Farhan pamit pada Karina karena dia harus segera pergi ke masjid untuk membersihkan masjid dan azan saat Ashar nanti. “Karina, aku ke masjid dulu ya. Soalnya aku harus bersih-bersih masjid dan sekalian adzan Ashar nanti. Kamu gak apa-apa kan kalau aku tinggal sendirian?” tanya Farhan pada Karina. “Gak apa-apa kok. Sebenarnya aku mau pulang sih tapi berhubung hujan turun lagi dan Mama kamu belum pulang, jadi aku tunggu disini dulu deh. Aku juga gak enak kalau belum pamit sama Mama kamu,” jawab Karina “Nah betul itu. Mending kamu tunggu dulu sampai hujan reda. Palingan bentar lagi Mama juga pulang kok,” ucap Farhan “Iya, aku tunggu disini” ucap Karina “Ya sudah aku pergi dulu ya,” ucap Farhan lalu mengambil payung dan pergi meninggalkan Karina ****** Setelah Farhan pergi ke masjid, Karina bingung harus melakukan apa. Sampai akhirnya, Karina melihat sapu di pojok meja. Karina membuka jas dokternya lalu mengambil sapu itu. Kemudian Karina menyapu ruang tamu dan dapur rumah Farhan. Karena berasal dari keluarga kaya, Karina sama sekali tidak pernah menyapu atau membersihkan rumah. Hal ini karena pekerjaan itu dikerjakan oleh asisten rumah tangga. Namun karena sekarang Karina sedang ada di rumah Farhan, maka tak masalah bagi Karina untuk membersihkan rumah. “Daripada gak ngapa-ngapain, mending aku nyapu aja,” ucap Karina membuka jasnya, lalu mengambil sapu di pojok meja Setelah mengambil sapu itu, Karina langsung menyapu ruang tamu dan dapur Farhan sambil menunggu Syifa dan ibunya pulang. Karina ruangan rumah Farhan tak begitu besar, jadi Karina dapat menyelesaikannya dengan cepat. Beberapa saat kemudian Syifa dan Ibunya pulang dengan membawa barang belanjaan berupa Beras, Ayam, Ikan, Sayur, Tahu, dan beberapa bahan lainnya. Ibunya sengaja membeli banyak bahan makanan agar dapat dimasak besok. Sesampainya dirumah, Syifa dan Ibunya heran mengapa Karina sendirian di rumah. “Lho kak Karina kok sendirian? Bang Farhan mana?” tanya Syifa “Farhan lagi ke masjid. Katanya mau bersih-bersih masjid dan sekalian adzan Ashar nanti,” jawab Karina sambil memegang sapu “Ya ampun nak Karin. Nak Karin tidak perlu repot-repot membersihkan rumah kami. Nanti kan tante bisa bersihkan sendiri,” ucap Ibu Syifa karena merasa tidak enak pada Karina. “Gak apa-apa kok Tante. Justru aku seneng bisa bantu membersihkan rumah Tante,” ucap Karina “Terima kasih ya. Tante baru kenal kamu tapi kamu sangat baik sama keluarga Tante,” ucap Ibu Syifa “Sama-sama Tante,” ucap Karina “Lho kok kamu baju kamu basah Syif?” tanya Karina yang baru sadar jika baju Syifa basah “Tadi pas Syifa sama Mama ke warung cuma gerimis kak tapi pas kita mau pulang, hujan deras lagi. Terus Mama cuma bawa satu payung. Kalau dipakai berdua, kita berdua yang basah. Ya sudah aku hujan-hujanan, biar Mama yang bawa payung supaya gak terlalu basah,” jawab Syifa “Syifa, baju kamu kan basah. Lebih baik kamu mandi terus ganti baju. Mama mau masak dulu,” ucap Ibu Syifa “Iya Ma” jawab Syifa lalu pergi untuk membersihkan badannya Karina melihat Ibu Syifa membawa banyak belanjaan. Karina berinisiatif untuk membawakan belanjaan Ibu Syifa ke dapur sekaligus membantunya memasak. Meskipun jarang memasak di rumahnya tetapi bukan berarti Karina tidak bisa memasak. Saat kuliah dulu Karina sempat ikut kursus memasak, sehingga membuatnya tahu beberapa cara mengolah masakan. “Aku bantu ya Tante,” ucap Karina lalu membantu Ibu Syifa membawakan barang belanjaannya Karina membantu Ibu Syifa memasak di dapur. Karina tidak menyangka dia bisa sedekat ini dengan keluarga Farhan terutama dengan Ibunya. Karina berharap nantinya ketika ia mulai bertugas di Puskesmas, Karina dapat akrab dan dekat dengan warga lain seperti ia dekat dengan keluarga Farhan. ***** Setelah pulang dari masjid, Farhan bergegas menuju ruang makan karena dia tahu bahwa keluarganya sudah menunggu. Waktu menunjukkan pukul 19.30 dan waktu yang tepat untuk makan malam. Karina sangat senang karena dapat makan malam bersama keluarga Farhan. Karina dan Ibu Farhan menyiapkan beberapa makanan seperti nasi, ayam goreng, sup sayur, ikan goreng, dan lain-lain. Ibu Farhan sengaja memasak banyak karena ini adalah pertama kalinya ia makan malam bersama anak-anaknya. Ibu Farhan juga senang karena mengenal Karina, dokter sekaligus teman Farhan yang baik hati. “Wah, Mama masak banyak banget,” ucap Farhan melihat beberapa makanan lezat di depannya. “Mama sengaja masak banyak buat kalian. Oh iya, Mama juga dibantu Karina loh. Karina ternyata pinter masak,” ucap Ibu Farhan memuji Karina “Tante bisa saja,” ucap Karina sambil tersenyum “Bang Farhan coba deh ini namanya Sayur Tumis Tahu. Ini buatan kak Karina loh,” ucap Syifa sambil memegang mangkuk berisi makanan buatan Karina Setelah mengambil nasi di piring, Farhan pun mencoba masakan buatan Karina. Farhan menyukai masakan Karina karena rasanya yang lezat. Bahkan Farhan sampai menambah beberapa kali. “Enak banget Tumis Sayur buatan kamu, bumbunya juga kerasa. Aku suka,” ucap Farhan memuji masakan buatan Karina. “Tuh kan bang. Berarti emang bener kata Mama kalau kak Karin itu jago masak,” ucap Syifa pada Farhan. “Kapan-kapan ajarin Syifa juga ya kak,” ucap Syifa pada Karina. “Iya, aku pasti ajarin kamu kalau kamu mau,” ucap Karina pada Syifa. Setelah makan malam, Karina izin pamit pulang karena waktu sudah semakin malam. Lagipula, hujan sudah reda dan mendung juga sudah berubah jadi terang. Karina berharap segera sampai rumah karena besok adalah hari pertama dia ke puskesmas dan dia harus berangkat pagi-pagi. “Tante, Karina pamit dulu ya,” ucap Karina lalu bersalaman dengan Ibu Farhan. “Iya, hati-hati di jalan ya. Sering-sering main ke rumah ya,” ucap Ibu Farhan pada Karina. “InsyaAllah, Tante,” jawab Karina. “Jangan lupa ajarin Syifa masak kak,” ucap Syifa pada Karina “Iya, siap pokoknya,” jawab Karina pada Syifa “Karin, kamu berani pulang sendiri? atau mau aku anterin dari belakang?,” tanya Farhan. “Gak usah Far. Kemarin aku juga lewat kampung kamu aman-aman aja kok,” ucap Karina. “Ya sudah kamu hati-hati di jalan ya,” ucap Farhan pada Karina ***** Setelah berpamitan dengan keluarga Farhan, Karina langsung bergegas untuk pulang dengan mengendarai mobilnya. Awalnya, Karina merasa biasa saja tapi lama-lama Karina merasa ada yang aneh. Tiba-tiba ada 2 pengendara motor yang masing-masing berbonceng dua orang menghadang mobil Karina. 4 Pria bertubuh kekar itu turun dari motor dan meminta Karina turun dari mobil. Karina merasa ketakutan karena beberapa pria itu membawa senjata tajam. Mengetahui dirinya hendak dibegal, Karina berusaha menghubungi Farhan tetapi tidak ada sinyal. Karina semakin takut karena pria itu terus hendak memecahkan kaca mobilnya. Karina ingin meminta tolong tapi jalanan sangat sepi. Mobil Karina diberhentikan tepat di jalanan yang sepi, gelap, dan tidak ada rumah disana. Karina hanya bisa pasrah karena tidak ada yang bisa dimintai bantuan. Mau menelpon Farhan atau keluarganya tidak bisa karena tidak ada sinyal. Mau minta tolong warga juga tidak ada warga yang lewat. Karina hanya bisa pasrah dan berdoa agar Tuhan memberikan keselamatan dan bisa pulang dengan selamat. “Ya Allah, tolonglah hambamu ini ya Allah. Semoga preman-preman itu cepat pergi dan tidak mencelakai aku,” batin Karina dengan raut wajah yang sangat panik dan ketakutan. “Keluar lo!” ucap pria 1. “Tolong jangan ganggu saya. Saya cuma numpang lewat aja di kampung ini dan saya gak ada niat jahat,” ucap Karina dari dalam mobil “Lo nyindir kita mau niat jahat sama lo?” ucap pria 2. “Terus apa tujuan kalian mencegat saya di tempat sepi kayak gini? Kalau kalian mau uang, saya akan kasih tapi tolong jangan sakiti saya. Saya cuma numpang lewat saja,” ucap Karina. “Asal lo tahu kita gak ada niat jahat sama lo. Kita cuma mau elo jangan jadi dokter di puskesmas kampung ini,” ucap preman 3 “Kenapa kalian melarang saya? Apa hak kalian? Saya hanya menjalankan tugas dari atasan,” ucap Karina “Itu gak penting. Yang terpenting kita cuma mau elo jangan jadi dokter di puskesmas,” ucap preman 3 “Saya gak mungkin mengundurkan diri karena saya sudah tanda tangan kontrak kerja pemindahan saya dari rumah sakit ke puskesmas,” ucap Karina. “Kita gak peduli, itu urusan elo. Pokoknya kita gak mau tahu, lo harus pergi dari kampung ini dan jangan jadi dokter di puskesmas,” ucap pria ke 4. “Saya gak bisa melakukan itu. Kalau kalian mau saya batal jadi dokter di puskesmas, kalian bilang sendiri sama pak Lurah,” ucap Karina “Kita gak mau ada dokter di kampung kita. Kita juga gak mau ada puskesmas di kampung kamu. Jadi siapapun dokter yang ditugaskan di kampung kita akan berhadapan sama kita,” ucap pria ke 1. “Kalau kamu tetap kekeh mau jadi dokter di puskesmas, nyawa kamu yang akan jadi taruhannya,” ucap pria ke 2 sambil menggedor kaca Karina. Karina hanya bisa terdiam dan menangis sembari berlindung di dalam mobil. Beberapa saat kemudian, Farhan datang menyelamatkan Karina. Mengetahui pria-pria itu hendak berniat jahat pada Karina, Farhan langsung memukul salah satu pria itu. Setelah itu, terjadi baku hantam di tempat. “Farhan,” ucap Karina yang hendak keluar. “Karina, jangan keluar. Kamu harus tetap di dalam mobil sampai keadaan aman,” ucap Farhan pada Karina. Meskipun mereka bertubuh kekar dan membawa senjata, Farhan tetap bisa menghadapi mereka seorang diri. Berbekal ilmu bela diri yang ia dapatkan sewaktu mengikuti ekstrakulikuler di SMA dulu, Farhan berusaha sekuat tenaga untuk menghadapi para preman itu. Akhirnya, beberapa pria itu menyerah. Meskipun mereka berempat tetapi mereka tak mampu melawan Farhan. Takut akan semakin di hajar Farhan, mereka menyerah dan langsung lari. Rupanya senjata berupa pisau yang mereka bawa hanyalah pisau plastik, sehingga mudah untuk ditaklukan Farhan. Setelah para preman itu pergi, Karina keluar dari mobil untuk mengetahui keadaan Farhan. Untungnya, Farhan tak mengalami luka atau memar di tubuhnya. “Farhan, kamu gak apa-apa kan” tanya Karina mencoba memegang tangan Farhan sangking paniknya. Farhan menolak untuk dipegang Karina, “Karina, Maaf,” Mendengar itu, Karina melepaskan tangannya. “Alhamdulilah, aku gak apa-apa. Ternyata pisau yang preman-preman itu bawa cuma pisau palsu,” ucap Farhan. “Kebetulan kamu lewat sini Far, aku tadi ketakutan banget. Aku mau hubungin kamu tapi gak ada sinyal,” ucap Karina. “Setelah kamu pulang, Mama aku khawatir banget sama kamu. Terus Mama minta aku buat ngikutin kamu. Untung aja aku bisa nemuin kamu,” ucap Farhan. “Ya ampun aku gak nyangka ternyata perasaan Mama kamu peka banget sama aku. Makasih ya kamu udah nolongin aku dan bilangin makasih juga sama Mama kamu,” ucap Karina. “Iya, nanti aku sampaikan. Berhubung sekarang udah malam banget, kamu harus cepat pulang. Aku anterin dari belakang sampai rumah kamu. Dengan kayak gini, aku bisa mastiin kamu sampai rumah dengan aman dan selamat,” ucap Farhan. “Tapi ada yang mau aku omongin sama kamu Far. Aku mau cerita soal preman-preman tadi,” ucap Karina pada Farhan. “Karina, sekarang kan udah malam. Lebih baik kamu pulang sekarang dan kamu bisa cerita sama aku besok. Aku khawatir kalau kita masih tetap disini akan ada bahaya lagi,” ucap Farhan. “Ya udah aku pulang sekarang. Tapi besok kita ketemu ya, soalnya aku harus cerita apa yang tadi aku alami,” ucap Karina. “Iya, besok kita ketemu,” jawab Farhan. Karina bergegas pulang dengan mengendarai mobilnya. Sementara itu, Farhan mengikuti Karina dari belakang dan mengantarkan Karina sampai rumah. Di Puskesmas Hari ini adalah hari pertama Karina bekerja sebagai dokter puskesmas. Seperti biasa, Karina berangkat lebih pagi agar cepat sampai ke puskesmas. Sebenarnya Karina masih takut jika preman-preman semalam itu datang lagi dan ingin berbuat jahat padanya. Namun, Karina tak punya pilihan lain. Karina harus tetap profesional menjalankan tugasnya sesuai kontrak yang sudah dia tanda tangani. Sesampainya di puskesmas, Karina langsung masuk dan membawa barang-barangnya. Karena puskesmas itu masih baru, banyak masyarakat yang belum tahu. Meskipun sudah pernah disosialisasikan di kelurahan tetapi hanya sebagian masyarakat yang datang. “Selamat pagi,” ucap Karina pada salah satu petugas puskesmas. “Selamat pagi Dok,” jawabnya. “Perkenalkan nama saya Dini. Saya Bidan di puskesmas ini,” ucap wanita bernama Dini itu. “Salam kenal Dini. Kenalin juga namaku Karina,” ucap Karina ramah pada Dini. “Dokter Karina sangat disiplin ya. Baru jam 7 udah datang ke puskesmas, bukannya rumah dokter jauh ya?” tanya Dini. “Justru karena rumah saya jauh, makannya saya berangkat lebih awal biar gak telat. Kalau kamu sendiri?” tanya Dini. “Rumah saya dekat dari sini dok tapi pak Lurah minta saya bawa kunci puskesmas. Karena itu, saya harus berangkat lebih dulu dari yang lain. Untung aja dokter udah datang jadi saya gak sendirian,” ucap Dini. Karina berkata, “Kita kan rekan kerja, lebih baik kamu panggil saya nama saja biar lebih akrab” “Oke deh,” jawab Dini. Tak terasa waktu kini sudah menunjukkan pukul 08.00 tapi petugas puskesmas yang datang baru Karina dan Dini. Sebagai Lurah, Herman Subagyo datang untuk melihat puskesmas baru itu. Herman sangat kecewa karena para petugas di sana sangat tidak disiplin bahkan saat pertama kali masuk kerja. “Selamat Pagi Dokter Karina dan Bidan Dini,” ucap Pak Herman “Selamat Pagi pak,” jawab Karina dan Dini. “Loh kok baru kalian. Petugas yang lain mana?” tanya Pak Herman. “Banyak yang belum datang pak,” jawab Dini. “Jam segini belum datang? Keterlaluan!” ucap Pak Herman dengan nada tinggi sangking kesalnya. Beberapa saat kemudian, petugas lainnya akhirnya datang. Mereka datang dengan terburu-buru ada yang diantarkan dan ada juga yang membawa kendaraan sendiri. Setelah mereka sampai di puskesmas, Pak Herman tak langsung memarahi mereka tetapi mengajak mereka untuk masuk ke ruang rapat. “Selamat Pagi pak. Maaf saya telat,” ucap petugas 3. “Maaf saya juga telat pak,” ucap petugas 4. “Saya juga minta maaf karena saya telat pak,” ucap petugas 5. “Sudah-sudah. Sekarang kita semua masuk ke ruang rapat!” ucap Pak Herman Semua petugas sudah datang dan kini tengah rapat di ruang rapat. Ada beberapa hal yang ingin Pak Herman sampaikan kepada semua petugas. Pak Herman ingin semua petugas puskesmas bertugas sesuai dengan kewajibannya masing-masing serta tetap menjaga kedisiplinan. “Jujur saya kecewa dengan kalian yang telat hari ini. Saya kan sudah bilang kalau pelayanan puskesmas kita mulai jam 07.30 tapi kenapa jam 8 kalian baru datang? Dokter Karina yang rumahnya paling jauh saja datangnya paling awal. Kenapa kalian sebaliknya?” tanya Pak Herman dengan sedikit emosi. “Maaf pak, saya telat karena ban motor saya tadi bocor. Jadi saya harus menambal ban dulu. Lagipula, puskesmas kita kan masih baru dan masih banyak masyarakat yang belum tahu. Saya rasa tidak masalah kalau berangkat agak siangan karena belum ada masyarakat yang dilayani,” ucap salah satu petugas. “Berani-beraninya kamu bilang seperti itu pada saya. Kamu ini bekerja dan kamu harus mengikuti aturan pekerjaan yang berlaku. Mau ada atau tidak ada yang dilayani, kamu harus tetap berangkat pagi. Pokoknya mulai hari ini saya mau semua petugas puskesmas ini disiplin,” ucap Pak Herman. “Iya Pak,” jawab semua petugas disana. “Ada beberapa poin penting yang perlu saya sampaikan, salah satunya adalah terkait masyarakat yang masih primitif. Sebagian besar masyarakat di kampung kita masih enggan berobat. Kita harus terus mengajak masyarakat untuk berani berobat saat sakit” ucap Pak Herman. “Maaf pak. Memangnya kalau sakit mereka tidak berobat?” tanya Karina. “80 persen masyarakat kampung ini tidak percaya obat-obatan modern dan masih mengandalkan tabib untuk mengobati penyakit mereka. Hanya 20 persen saja yang sudah mau berobat ke puskesmas atau rumah sakit,” ucap Pak Herman. “Karena sebelumnya kampung ini belum ada puskesmas, sebagian masyarakat berobat ke puskesmas di kampung sebelah yang jaraknya agak jauh. Tapi dengan dibangunnya puskesmas, saya harap masyarakat kampung ini sudah mau berobat di puskesmas. Saya juga berharap masyarakat mulai membuka diri untuk menerima sesuatu yang baru,” ucap Pak Herman. “Bagaimana dengan struktur organisasi puskesmas kita pak?” tanya salah seorang petugas. “Sebaiknya yang jadi kepala puskesmas kan dokter. Bagaimana kalau dokter Karina saja yang jadi kepala puskesmas?” ucap Pak Herman pada Karina. “Maaf pak, bukannya saya menolak. Saya memang dokter tetapi saya belum memenuhi kriteria untuk menjadi kepala puskesmas. Berdasarkan Permenkes 75 Tahun 2014, syarat untuk menjadi kepala puskesmas adalah seorang Tenaga Kesehatan dengan kriteria: Tingkat pendidikan paling rendah sarjana dan memiliki kompetensi manajemen kesehatan masyarakat, masa kerja di Puskesmas minimal 2 (dua) tahun, dan telah mengikuti pelatihan manajemen Puskesmas,” ucap Karina. “Saya hanya memenuhi syarat pertama pak tapi saya belum memenuhi syarat kedua dan ketiga,” imbuhnya. Karena Karina belum memenuhi syarat. Pak Herman lalu menunjuk Dini sebagai kepala puskesmas. Sebelumnya, Dini pernah menjadi petugas puskesmas selama 3 tahun di puskesmas lain sampai akhirnya dia pindah ke puskesmas ini. Pak Herman merasa Din adalah kandidat yang tepat. “Kalau begitu Dini saja yang jadi kepala puskesmas,” ucap Pak Herman pada Dini. “Saya pak? Saya belum berani pak,” ucap Dini. “Dini saya yakin kamu pasti bisa. Lagipula, kamu kan sudah memenuhi syarat satu dan dua. Untuk syarat ketiga, nanti kamu saya ajukan untuk mengikuti pelatihan manajemen Puskesmas,” ucap Pak Herman. “Baik pak. Semoga saya bisa menjalankan tugas dan kewajiban saya sebaik-baiknya,” ucap Dini. Setelah membicarakan beberapa hal penting, Pak Herman lalu mendata semua petugas di puskesmas. Merasa ada yang kurang, Dini mengusulkan pak Herman untuk mencari petugas tambahan. “Pak, puskesmas Kapuk ini belum punya sopir ambulans,” ucap Dini. “Oh iya ya. Puskesmas kita kan juga butuh sopir ambulans. Ya sudah, nanti saya carikan sopir ya. Kalau ada yang kurang-kurang, nanti kamu lapor ke saya ya. Saya mau semua berjalan dengan baik,” ucap Pak Herman. “Baik pak,” ucap Dini. “Ini juga berlaku untuk semuanya ya. Kalau kalian merasa ada yang kurang, kalian lapor saja ke saya. Saya mau kampung ini menjadi kampung yang peduli akan kesehatan,” ucap Pak Herman. “Baik pak,” jawab semua petugas di sana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD