Aku sama Kamu, Kerja Bareng?

3497 Words
Dari pagi sampai siang, puskesmas sangat sepi dan tidak ada orang yang datang kecuali para petugas kesehatan disana. Karena tidak ada yang dilayani, semua petugas bersantai-santai sambil membahas rencana mereka kedepannya. Mereka ingin memberikan pelayanan terbaik untuk seluruh masyarakat. “Kalau gini terus bosen juga ya,” ucap Rika, perawat umum. “Yaelah Rik. Kita kan baru pertama kali masuk di hari pertama. Wajar dong kalau masih sepi,” ucap Dini. “Kalau menurutku sih gak wajar ya. Dulu pas aku kerja di salah satu puskesmas kampung lain, baru hari pertama udah ramai banget. Beda sama puskesmas ini,” ucap Rika. “Mungkin itu kebetulan aja kali Rik. Kebetulan di tempat kamu kerja dulu lagi banyak yang sakit. Kalau di kampung ini mungkin semua sehat dan gak ada yang sakit makannya gak ada pasien yang datang,” ucap Dini. “Kamu gimana sih Din? Kamu kan orang kampung sini juga harusnya kamu tahu dong keadaan masyarakat kampung kita gimana. Sebagian besar orang kampung kita masih berobat ke Mbah Sapto. Mereka udah percaya baget sama Mbah Sapto jadi bakal susah buat kasih tahu mereka,” ucap Rika. “Mbah Sapto itu siapa?” tanya Karina. “Mbah Sapto itu tabib sekaligus dukun di kampung kita. Kalau orang kampung ada yang sakit, mereka langsung ke rumah Mbah Sapto,” ucap Rika. “Terus langsung sembuh?” tanya Karina. “Gak tahu juga sih. Aku jarang ketemu warga, jadi gak banyak tahu soal pengobatan Mbah Sapto. Yang aku tahu Mbah Sapto itu sesepuh di kampung kita dan terkenal akan kesaktiannya,” ucap Rika. Saat Karina, Rika, dan Dini sedang berbincang-bincang, Sela dan Endang datang dari luar sembari membawa buku. Sela adalah salah satu petugas puskesmas yang bertugas sebagai Tata Usaha dan Endang bertugas sebagai Staff Administrasi. “Dari mana aja kalian?” tanya Rika. “Kita habis dari kelurahan. Kita disuruh rapat sama kalian untuk membahas ini,” ucap Endang sembari menunjukkan isi buku yang dia bawa. “Loh bukannya tadi pagi kita semua udah rapat sama pak Herman? dan kalian kan ikut rapat juga. Ngapain kita harus rapat lagi coba? Kan kita baru rapat satu 2 jam yang lalu,” ucap Dini. “Ya mana kita tahu? Kita kan cuma menjalankan tugas dari Pak Herman. Sebentar lagi kan jam istirahat, lebih baik kita rapat sekarang deh biar cepat selesai. Soalnya nanti kita berdua disuruh ke kelurahan lagi untuk kasih tahu hasil rapat,” ucap Sela. “Gak usah ke ruang rapat ya. Disini aja kita bahasanya, toh cuma sebentar. Lagian kan di puskesmas cuma ada kita, jalanan luar juga sepi,” ucap Dini. “Gimana Rin?” tanya Rika pada Karina. “Aku ngikut aja apa kata Dini. Dia kan Kepala Puskesmas, jadi akan lebih baik kalau kita mengikuti keputusan dia,” ucap Karina dan disetujui oleh mereka. Mereka membahas siapa saja yang akan dibutuhkan di puskesmas itu. Setelah dipikirkan bersama, mereka membutuhkan beberapa petugas lainnya. Semua dipikirkan dan dibahas bersama oleh semua petugas di puskesmas itu. “Puskesmas kita kan masih cukup kecil ya. Kayaknya gak perlu terlalu banyak petugas deh kecuali yang emang penting-penting banget,” ucap Dini. Setelah dibahas, mereka akhirnya memutuskan beberapa petugas yang diperlukan seperti Dokter Gigi, Satpam, Petugas Kebersihan dan beberapa lainnya. “Udah ini aja ya,” ucap Dini. “Ya udah kalau gitu langsung kita antar ya,” Sela. Sela dan Endang kembali segera membawa hasil laporan rapat itu ke kelurahan. Karena sebentar lagi jam istirahat, Dini dan Rika pulang ke rumah masing-masing untuk makan siang dan istirahat sejenak. Sementara itu, Karina bingung harus makan siang dimana karena di kampung itu belum banyak warung di pinggir jalan. “Rin, aku pulang bentar ya mau makan siang nih. Nanti aku balik lagi jam satu” ucap Dini pada Karina lalu bergegas pergi dengan membawa tasnya. “Aku juga ya Rin. Aku juga mau pulang, rumahku dekat dari sini kok. Kamu gak apa-apa kan kalau sendirian disini? atau kamu mau ikut ke rumahku?” tanya Rika pada Karina. “Enggak deh Rik. Aku disini aja,” jawab Karina. “Oh ya udah, aku duluan ya,” ucap Rika kemudian bergegas untuk pulang. Sekarang hanya tinggal Karina sendiri di puskesmas itu. Karina bingung mencari makan dimana karena warung makan masih jarang di kampung tersebut. Karina juga sudah mencoba memesan makanan secara online tetapi kurir tidak mau mengantarkan karena jaraknya terlalu jauh dari kota dan akses menuju kampung itu juga cukup sulit. Beberapa saat kemudian ada pemuda yang datang dengan penampilan khasnya. Pria itu mengenakan celana panjang dan baju koko yang sepertinya tidak asing lagi bagi Karina. Ya, dia adalah Farhan. Rupanya Farhan datang ke puskesmas bukan karena sakit melainkan untuk mencari Pak Herman.  “Farhan, kamu sakit?” tanya Karina. “Sakit? Enggak kok,” jawab Farhan. “Terus kamu ngapain ke puskesmas?” tanya Karina. “Aku mau ketemu Pak Herman? Pak Hermannya ada?” tanya Farhan. “Kalau cari Pak Herman mah di kelurahan bukan di puskesmas,” ucap Karina. “Tadi Pak Herman nelfon aku katanya aku Pak Herman lagi di puskesmas,” ucap Farhan. “Kalau tadi Pak Herman emang lagi di puskesmas tapi sekarang udah di kelurahan,” ucap Karina. “Kenapa kamu nyari Pak Herman? Ada perlu apa?” tanya Karina. “Aku juga gak tau sih. Tadi Pak Herman nelfon aku dan minta aku ketemu dia,” ucap Farhan. “Haduh, capek banget jauh-jauh jalan kaki mau ketemu Pak Herman malah orangnya gak ada,” imbuhnya. Farhan duduk di kursi tunggu Puskesmas lalu meluruskan kaki untuk beristirahat. “Berhubung kamu udah sampai disini. Gimana kalau kamu anterin aku cari makan siang, setelah itu aku anterin kamu ke kelurahan,” ucap Karina kemudian duduk di kursi sebelah Farhan. “Boleh tapi kita mampir ke masjid dulu ya,” ucap Farhan. “Kamu mau bersih-bersih masjid? Yah, bakal lama dong,” ucap Karina. “Enggak kok. Tadi aku udah bersihin masjid. Aku mau mampir ke masjid cuma mau sholat aja soalnya bentar lagi kan waktu sholat dhuhur,” ucap Farhan. “Oh gitu. Ya udah kita Let’s Go sekarang ya!” ucap Karina. Karina dan Farhan pun langsung berangkat ke masjid. Karina tidak ikut sholat Dzuhur karena sedang halangan. Karena itu, Karina menunggu Farhan di mobil. Setelah selesai sholat, Farhan mengajak Karina untuk makan di warung bakso langganannya. Mereka makan sembari berbincang-bincang santai. ***** Di Warung Bakso Setelah mengendarai mobil kurang lebih 15 menit, mereka sampai juga di warung bakso langganan Farhan. Warung bakso itu terkenal memiliki rasa yang lezat dan harga yang murah, sehingga menjadi tempat favorit Farhan. Untungnya hari ini warung bakso itu sepi, sehingga Farhan dan Karina lebih leluasa untuk mengobrol. “Jadi ini warung bakso yang kamu maksud?” tanya Karina. “Iya, ini warung bakso langganan aku,” ucap Farhan. Farhan dan Karina lalu memilih tempat duduk dan memesan dua mangkuk bakso. Pemilik warung bakso itu adalah Pak Jalal tetapi Farhan biasa memanggilnya Abah Jalal. Farhan sudah lama mengenal Pak Jalal dan sangat akrab dengannya. Pak Jalal juga sudah menganggap Farhan seperti anaknya sendiri. “Assalamualaikum,” ucap Farhan pada Pak Jalal lalu mencium tangannya. “Waalaikumsalam. Kemane aje lo? Sombong banget lo sampe gak mau ketemu abahnya sendiri,” ucap Pak Jalal dengan gaya bicara khas Betawi. “Hehehe.. Maaf ya Bah. Akhir-akhir ini saya banyak kesibukan jadi baru sekarang ketemu Abah,” ucap Farhan. “Tumben sepi Bah, biasanya rame banget sampai saya gak kebagian,” ucap Farhan. “Udah seminggu ini warung bakso gue sepi. Mungkin belum rejeki gue kali ya,” ucap Pak Jalal. “Sabar ya Bah,” ucap Farhan. “Iye, gue mah sabar tiap hari,” jawab Pak Jalal. “Siapa nih yang lo bawa? Perasaan dulu cewek yang sering lo bawa ke tempat gue bukan dia,” ucap Pak Jalal. “Oh iya sampai lupa. Kenalin ini Karina Bah, dia Dokter baru di puskesmas kampung kita ini,” ucap Farhan. “Perkenalkan nama saya Karina,” ucap Karina tersenyum pada Pak Jalal. “Oh iya-iya. Saya baru tahu loh kalau ada puskesmas di kampung kita,” ucap Pak Jalal. “Memangnya pas ada penyuluhan di kantor kelurahan, Abah gak ikut?” tanya Farhan. “Kagak tau gue. Gak ada yang ngasih tahu soalnya,” ucap Pak Jalal. “Ya udah sekarang lo mau pesen apa?” tanya Pak Jalal. “Saya bakso Iga sama es teh. Kamu apa Rin?” tanya Farhan pada Karina. “Aku pesen bakso sama kayak kamu tapi minumnya air putih aja,” ucap Karina. “Bakso Iga 2. Minumnya Es teh sama Air putih ya Bah,” ucap Farhan. “Beneran cuma air putih aja nih? Gue punya 99 menu minuman loh Bu Dokter,” ucap Pak Jalal. “Saya lebih suka minum air putih Pak karena air putih itu lebih sehat. Dengan minum air putih yang cukup, tubuh kita tidak akan dehidrasi. Air putih itu sangat penting terutama untuk pencernaan, penyerapan, sirkulasi, pembuatan air liur, transportasi nutrisi, dan pemeliharaan suhu tubuh. Selain itu, …” ucap Karina tetapi sudah dipotong oleh Pak Jalal. “E..E.. iya bu Dokter. Terima kasih informasinya yang sangat bermanfaat ini,” ucap Pak Jalal kemudian pergi untuk membuatkan pesanan Karina dan Farhan. “Hahaha Abah-abah, selalu aja menghindar kalau dapat pencerahan positif. Percuma deh kamu ngomongin manfaat air putih sama Abah gak bakal di denger,” ucap Farhan. “Kok kamu panggilnya Abah?” tanya Karina. “Beliau itu namanya Pak Jalal tapi karena aku udah kenal banget nih sama beliau jadi beliau minta aku panggil Abah aja,” jawab Farhan. “Aku udah langganan bakso Abah dari jaman aku masih SMA. Pokoknya udah lama banget deh kenal sama Abah,” imbuhnya. Beberapa saat kemudian, Pak Jalal sudah selesai membuat pesanan Farhan dan Karina. Kemudian Pak Jalal menaruh pesanan mereka di meja mereka. “Ini bakso Iga, Es Teh, dan Air Putih. Silahkan,” ucap Pak Jalal menaruh pesanan itu di meja mereka. “Makasih Bah,” ucap Farhan. “Makasih Pak,” ucap Karina. “Farhan, Bu Dokter, kalian silahkan makan. Gue tinggal dulu,” ucap Pak Jalal. “Mau kemana Bah?” tanya Farhan. “Gue mau ke rumah Mpok Yati ambil ayam,” jawab Pak Jalal. “Ya udah Pak hati-hati di jalan,” ucap Farhan. “Iye,” jawab Pak Jalal. Sekarang hanya tinggal Farhan dan Karina. Seperti yang Karina katakan semalam, Karina ingin menyampaikan apa yang ia alami. Karina masih penasaran mengapa ada yang tidak suka ia menjadi dokter di puskesmas itu. “Far, aku mau cerita kejadian tadi malam,” ucap Karina. “Gimana kejadiannya?” tanya Farhan sembari makan baksonya. “Preman-preman itu hadang mobil aku di jalan terus minta aku jangan jadi dokter di puskesmas. Mereka juga ngancem-ngancem aku katanya kalau aku masih tetep jadi dokter di puskesmas kampung ini, mereka gak segan-segan mencelakai aku. Intinya, mereka gak suka ada aku atau dokter lainnya di kampung mereka.” ucap Karina. “Preman-preman semalem itu bukan warga kampung sini,” ucap Farhan. “Terus mereka siapa?” tanya Karina. “Kemungkinan mereka itu preman suruhan yang gak suka kalau ada puskesmas di kampung ini. Kalau menurut aku sih kamu harus lapor ke Pak Herman biar diusut sampai tuntas,” ucap Farhan. Pak Jalal yang sedari tadi mengambil ayam kini sudah kembali. Pak Jalal datang dengan menenteng dua ayam jago. Pak Jalal menaruh ayam tersebut, kemudian menyusul Farhan dan Karina. Pak Jalal mengambil kursi lalu duduk di sebelah Farhan. “Far, tadi gue ketemu cewek lo di rumah Mpok Yati ternyata dia lagi beli ayam juga,” ucap Pak Jalal. “Ya Ampun, ternyata Farhan udah punya pacar,” batin Karina. “Cewek siapa sih Bah? Saya udah lama gak pacaran,” ucap Farhan. “Loh jadi lo sama cewek yang sering lo ajak kemari dulu udah putus? Lo gimana sih, cewek secakep itu kok lo lepas,” ucap Pak Jalal. “Belum jodoh saya Bah,” ucap Farhan. “Rin kamu udah?” tanya Farhan. “Udah,” jawab Karina. “Berapa semua Bah?” tanya Farhan. “Ntar dulu dong, gue masih penasaran dengan hubungan lo sama cewek lo itu. Siapa namanya?” ucap Pak Jalal. “Tiara Bah. Kita udah lama putus,” ucap Farhan. “Semua jadi berapa Bah? Buruan ya Bah, saya buru-buru,” ucap Farhan. “Totalnya 47 ribu,” ucap Pak Jalal. Karina hendak mengambil uang dari tasnya tetapi dicegah oleh Farhan, “Karina biar aku yang bayar,” “Oh iya udah, makasih ya,” ucap Karina. “Ini uangnya Bah. Kembaliannya ambil aja,” ucap Farhan memberikan uang lima puluh ribu. ***** Setelah membayar bakso itu, Farhan dan Karina bergegas ke kelurahan untuk bertemu Pak Herman. Saat di mobil, Karina mempertanyakan siapa itu Tiara. Karina penasaran dengan wanita yang pernah dekat dengan Farhan itu. “Tiara itu siapa Far?” tanya Karina “Mantan aku dulu. Dia rekan kerja aku di kantor dulu tapi sejak aku resign, aku putus sama dia,” ucap Farhan sambil menyetir mobil. “Putus kenapa?” tanya Karina. “Ada beberapa hal yang gak bisa aku jelasin sama kamu. Intinya kita udah gak nemu kecocokan lagi,” ucap Farhan. “Oh gitu, yaudah gak apa-apa. Mungkin hal itu terlalu privacy dan gak seharusnya kamu ceritain ke orang,” ucap Karina. Di Kantor Kelurahan Sesampainya di kantor kelurahan, Farhan dan Karina langsung mencari keberadaan Pak Herman. Mereka kemudian masuk ke ruangan Pak Herman dan membicarakan beberapa hal penting. “Assalamualaikum,” ucap Farhan diikuti Karina. “Waalaikumsalam,” jawab Pak Herman. “Silahkan duduk. Kebetulan ada dokter Karina juga,” ucap Pak Herman mempersilahkan Farhan dan Karina duduk. “Tadi saya kira pak Herman ada di puskesmas, makannya saya ke puskesmas,” ucap Farhan. “Maaf ya, saya lupa ngabarin kamu kalau saya udah ke kelurahan, maklum lagi banyak yang saya pikirin,” ucap Pak Herman. “Jadi ada apa ya Pak?” tanya Farhan. “Saya mau nawarin pekerjaan sampingan buat kamu,” ucap Pak Herman. “Pekerjaan apa Pak?” tanya Farhan. “Saya mau nawarin kamu jadi sopir di puskesmas,” ucap Pak Herman. “Sebenarnya saya mau sih Pak tapi kan saya udah menyanggupi jadi marbot,” ucap Farhan. “Tugas kamu jadi marbot kan cuma sebentar. Kamu cuma bersih-bersih masjid saja setelah itu kamu bebas kan mau ngapain aja? Daripada kamu gak ada kerjaan, mending kamu jadi sopir di puskesmas. Lumayan loh honornya bisa buat memenuhi kebutuhan keluarga kamu,” ucap Pak Herman. “Saya sih mau aja Pak tapi saya harus bilang apa sama Pak Shadiq?” tanya Farhan. “Itu urusan gampang. Nanti saya yang bilang sama Pak Shadiq,” jawab Pak Herman. “Saya yakin pak Shadiq pasti setuju karena pekerjaan ini juga menyangkut kemanusiaan dan demi kebaikan kita bersama,” ucap Pak Herman. “Maksud Pak Herman?” tanya Farhan. “Pastinya kamu sudah tahu kan bagaimana sikap masyarakat kita? Saya mau kamu ubah stigma masyarakat dengan melakukan pendekatan. Saya mau kamu dan dokter Karina saling bekerja sama. Misalnya, jika ada warga yang sakit, kamu yang mengantarkannya ke puskesmas dan akan ditangani oleh Karina. Ketika ada yang meninggal di puskesmas, Karina menghubungi kamu untuk menghubungi keluarganya serta membantu mengurus jenazahnya,” ucap Pak Herman. “Kalau perlu, kamu sama dokter Karina keliling cari orang yang sakit. Saya mau warga kampung kita menjadi masyarakat yang modern dan gak ketinggalan sama kampung lain,” imbuhnya. “InsyaAllah Pak. Saya akan berusaha menjalankan tugas saya dengan baik,” ucap Farhan. “Bagus! Itu yang mau saya dengar dari kamu,” ucap Pak Herman. “Oh iya Pak, tapi kenapa harus saya sama Karina pak? Kita kan bukan muhrim. Kenapa saya tidak ditugaskan dengan sesama pria saja,” ucap Farhan. “Farhan, saya suruh kamu sama Karina bekerja sama bukan pacaran jadi tidak masalah kalau kalian bukan muhrim. Kalau saya tidak suruh kamu, siapa lagi? Pemuda yang masyarakat kenal baik itu cuma kamu dan dokter umum di puskesmas kampung kita juga cuma Karina. Saya tidak punya pilihan lain selain meminta kalian berdua,” ucap Pak Herman. “Iya Pak. Saya mengerti,” ucap Farhan. “Besok setelah kamu bersih-bersih masjid, kamu datang ke sini lagi untuk mengambil mobil ambulans. Supaya memudahkan kamu, kamu boleh bawa ambulans itu pulang tapi kamu gak boleh bawa ambulans itu untuk keperluan pribadi. Kamu hanya boleh pakai ambulans itu untuk membantu masyarakat kampung kita yang butuh pelayanan kesehatan serta untuk kegiatan sosial,” ucap Pak Herman. “Baik Pak,” ucap Farhan. “Pak, ada yang mau saya sampaikan pada bapak,” ucap Karina. “Silahkan,” ucap Pak Herman. “Kemarin pas saya pulang malam, ada empat preman yang menghadang mobil saya di jalan Pak. Mereka minta saya mundur jadi dokter di puskesmas dan mereka juga gak suka ada puskesmas di kampung kita. Mereka mengancam akan mencelakai saya kalau saya masih jadi dokter di puskesmas kampung ini,” ucap Karina. “Kamu tahu siapa mereka?” tanya Pak Herman. “Saya tidak tahu Pak, bahkan Farhan yang orang sini saja juga tidak tahu siapa mereka,” jawab Karina. “Jadi kemarin Farhan ada di TKP juga?” tanya Pak Herman. “Iya Pak. Kemarin saya nolongin Karina dari preman-preman itu. Preman itu mengaku orang sini tapi saya sama sekali belum pernah melihat mereka Pak,” ucap Farhan. “Kalian masih ingat wajah mereka?” tanya Pak Herman. “Masih Pak. Saya masih ingat jelas wajah mereka,” jawab Karina. “Ya sudah. Kamu kasih tahu saja ciri-cirinya, nanti saya akan lapor polisi,” ucap Pak Herman. Karina menyebutkan beberapa ciri preman tersebut dan dicatat Pak Herman. Selanjutnya, Pak Herman akan melaporkan mereka ke polisi. Pak Herman tidak tahu apakah ciri ini akan berhasil tetapi setidaknya dia sudah berusaha agar Karina tetap aman dan nyaman selama bertugas di puskesmas kampungnya. Setelah urusan mereka selesai dengan Pak Herman, Farhan dan Karina bergegas untuk keluar dan pergi ke puskesmas. **** Saat berjalan berdampingan, Karina mempertanyakan sikap Farhan yang seolah tidak ingin bekerja sama dengannya.  “Far, kamu gak suka ya disuruh kerja sama aku?” tanya Karina sambil berjalan bersama Farhan. “Astagfirullahaladzim. Karina, kamu kenapa ngomong kayak gitu?” tanya Farhan. “Buktinya tadi kamu keberatan pas disuruh Pak Herman kerja sama dengan aku,” ucap Karina. “Aku bukannya keberatan tapi aku takut kalau akan menimbulkan fitnah. Apalagi, kamu kan sering ketemu dan ke rumah aku,”  ucap Farhan. “Kamu gimana sih Far? Kamu selalu bilang sama adik kamu jangan suudzon dan jangan dengerin kata orang. Tapi kenapa kamu sendiri suudzon dan dengerin kata orang?” ucap Karina mempertanyakan sikap Farhan. Farhan menepuk jidatnya, “Iya juga ya, aku baru sadar.” “Bener juga sih. Kayaknya aku gak perlu pusingin apa yang akan warga omongin nanti. Lagian kita kan cuma sebatas rekan kerja dan mereka pasti ngerti kok,” ucap Farhan. “Tapi kalau nanti bisa lebih dari sebatas rekan kerja gimana?” tanya Karina dengan nada pelan. “Ha, apa tadi kamu bilang?” tanya Farhan. “E..enggak kok. Aku cuma bilang kita harus buru-buru ke puskesmas soalnya udah jam 2,” jawab Karina berjalan lebih cepat. Farhan dan Karina langsung pergi ke puskesmas. Di Puskesmas Sesampainya di Puskesmas, Farhan dan Karina tidak menemukan siapapun disana. Puskesmas sangat sepi dan pintunya juga ditutup. Melihat puskesmas yang sepi, Karina langsung menghubungi Dini. “Loh kok sepi? Apa kita kelamaan ya,” ucap Farhan. “Kita emang datengnya telat tapi bukan berarti puskesmas harus tutup jam segini juga. Puskesmas ini kan harusnya tutup jam 4, bukan jam 2,” ucap Karina. “Bentar ya. Aku mau telfon Dini dulu,” ucap Karina. Karina mengambil ponselnya dari tas kemudian menelpon Dini. “Halo Dini, kok puskesmasnya udah tutup, bukannya tutup jam 4?” tanya Karina pada Dini melalui telepon. “Jadwal puskesmas kita itu sampai pukul 14.00 atau maksimal 16.00. Karena puskesmas kita masih sepi banget, jadi kita buka sampai jam 2 siang aja. Nanti kalau masyarakat udah mulai kenal dengan puskesmas, baru deh kita buka sampai jam 4 sore,” ucap Dini melalui telepon. “Terus kamu sama anak-anak lain udah pulang semua?” tanya Karina. “Aku sama Rika udah pulang. Sela sama Endang juga langsung pulang setelah dari kelurahan tadi,” jawab Dini. “Tadi aku telpon kamu berkali-kali untuk ngabari kamu tapi gak kamu angkat,” ucap Dini. “Tadi hapeku mati, Ya udah makasih infonya ya,” ucap Karina lalu menutup telepon. “Jadi mereka bener udah pulang Kar?” tanya Farhan. “Seperti yang kamu dengar tadi. Mereka udah pulang,” ucap Karina. “Terus sekarang kamu mau langsung pulang juga?” tanya Farhan. “Sebenarnya aku pengen ke rumah kamu. Aku mau terima kasih sama Mama kamu karena berkat Mama kamu, kamu dateng nyelamatin aku,” ucap Karina. “Boleh gak kalau aku ke rumah kamu?” tanya Karina. “Boleh dong. Pintu rumahku selalu terbuka buat kamu,” ucap Farhan sambil tersenyum. Karena puskesmas sudah tutup, Karina pun menyempatkan waktu untuk ke rumah Farhan. Karina ingin berterima kasih karena berkat ibu Farhan, Farhan datang menyelamatkan Karina.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD