Episode 03

812 Words
"Songong loe" Mas Prima menoyor kepalaku pelan ketika sorenya dia terpaksa datang karena aku tidak merespon pesan dan telfonnya. Dan aku dengan cengiran lebarnya menodong dia membelikanku makan karena kelaparan. "Dari jam 2 gw telfonin loe tapi gak dianggap. Eh bujug ternyata lagi pules. Keboo emang" Pletak Aku melempar kulit kacang ke arah kepalanya dan sukses mengenai jidatnya yang nongnong. Geramlah ia dan langsung menoyor balik kepalaku. Mas Prima sudah seperti kakak bagiku yang yatim piatu ini. Aku hanya punya bu Nina ibu asuhku di panti dan lusinan adik adik yang  tinggal di panti. Makanya dengan Mas Prima aku sudah sangat dekat dan bahkan tidak berjarak karena sudah seperti keluarga bagiku. Aku kenal dia sejak 5 tahun lalu dan selalu mengikutinya pindah kemanapun. Gak ding. Baru dua kali koq pindah dan kita sepaket. Hehee "Loe tahu gak Ndut?" "Apaa??" "Tadi pak Rama telfon ke Pak Hans. Katanya dia suka sama desain loe yang tadi. Dan dia nawarin kontrak ekslusif buat agency kita untuk setahun. Kebayang gak loe produk Wiratama Groups itu seperti apa? Banyak benerr" "What??? Mi apah Mas?" Mataku terbelalak seperti hendak keluar. "Limarius dodol! Masa gw beginian becanda" mas Prima pura pura ngambeg. "Yeaaayyyy" "Tapi paling nanti kita harus presentasi dulu team siapa yang di pake nyuk.." "Pede aja keleuuss... yang penting kontrak ekslusif agency kita gituhh. Kita pasti menang dongg! Yeaaahhhhh" Tanpa tahu malu.. aku berjingkrak jingkrak seperti anak kecil dapet permen. "Eh gempa gempaaaaaa!" Aku tak peduli lagi dengan candaan mas Prima. Yang jelas aku hepiii bangett.. pundi pundiku akan terus dan terus bertambah. Kebutuhan panti juga makin lancar jayaaa! Aahhh indahnya ...   ⚘   Aku memasuki halaman panti dengan gerbang yang terbuka lebar. Ada sebuah mobil mpv putih lumayan besar yang terparkir di halaman. Motor sudah ku matikan dari tadi supaya tidak menimbulkan kehebohan anak anak setiap aku pulang. Tak ingin mengganggu tamu, aku memasuki panti melalui pintu samping yang langsung terhubung dengan ruang bermain anak anak yang luas. "Kak Dellaaa..." Seorang anak kecil perempuan dengan rambut dikepang yang menyambutku. Namanya Cilla, dia anak yang waktu bayinya sakit sakitan sejak di geletakkan begitu saja di pintu rumah panti. Beruntung seiring waktu, gadis cilik itu membaik. Usianya sudah enam tahun sekarang. Cilla langsung memelukku dengan erat. Tak pakai lama, beberapa anak lain yang ada diruangan langsung melakukan aksi serupa. Aku langsung mengajak mereka duduk diruang tengah dan membuka bawaanku. Semua ku bagi satu satu supaya adil. Yang tidak ada akan aku simpan dulu sampai mereka datang. "Kak.. dongeng lagi kaak.." Eno gadis kecil lainnya mulai merayuku dengan mata polosnya. Semua anak panti tahu bahwa aku akan memberikan dongeng untuk mereka setiap kali datang. "Boleh.. tapi tunggu lengkap dulu ya. Nanti kakak harus ulang lagi repot dwongg dwongg dwong." Anak anak tertawa mendengar jawabanku. Sereceh itulah mereka untuk bahagia. "Ibu lagi ada tamu Kak.. mau bagikan sumbangan katanya setelah ini" Tyas yang menjawab ketika aku bertanya Ibu dimana. "Kak Della izin istirahat dulu boleh? Naik motor capekk juga sayang.." "Aku pijitin ya Kak.." "Aku juga mau pijitin.." "Aku .." "Aku.." Aku langsung menganggukkan kepala dengan senang hati. Anak anak itu selalu membuatku tak mampu untuk menolak. Ku langkahkan kakiku menuju kamar disebelah kamar Ibu panti. Disanalah biasa aku tidur kalau menginap disini. Aku tak menyadari ketika ada sepasang mata kecil menatapku sendu dari balik pintu ruang tamu   ⚘   Dengan manja, tubuh Ibu aku gelondoti setiap menginap. Dialah ibuku yang sebenarnya bagiku. Ibu sejati yang tak pernah menyerah membesarkan kami walau dengan ekonomi yang sangat terbatas. Aku sengaja ikut tiduran disamping Ibu ketika anak anak panti sudah terlelap. Kebiasaanku setiap pulang adalah bermanja manja dengan beliau seperti sekarang ini. "Kaka udah umur berapa sekarang?" Dari berbagai topik obrolan, selalu hal itulah yang beliau tanyakan. Bukan berarti dia tidak ingat usiaku. "Ibuu...." rungutku mulai malas Ibu tersenyum lalu mengelus elus rambutku dengan penuh hangat. "Abisnya belum pernah kesini sama siapa kek gitu.. masa sama si jago terus?" "Jago itu teman setia yang ruar biasa Bu.. gak akan ada duanya.." elakku Ibu menjawil hidungku yang agak mancung dengan gemas. Btw hidungku gak pasaran lho ya.. mancunglah kalau dilihat dari pinggir pake sedotan trus dilihat dari Jayawijaya. "Sudah mau dua tujuh. Mau nunggu apa? Kerjaan kaka mapan.. cantik.. baik hati.." "Dan tidak sombong.. "  sambarku cepat. Karena hanya kata kata itulah yang selalu beliau ulang. Ibu menjitak keningku dengan kesal. "Pokoknya tahun ini yaa Kak.. ingat umur.." "Bu..." "Kenapa?" "Kaka kuatir gak bisa membantu ibu kalau menikah nanti. Ibu sama siapa urus adek adek disini?" "Emang kamu sudah punya calon?" "Belumm.." Lagi lagi ibu menjitak keningku pelan. "Gak usah mikir aneh aneh. Adik adikmu semua rizkinya sudah gusti Allah tetapkan. InsyaAllah ada jalannya.." Aku memeluk ibu lebih erat. Hanya beliau yang tahu alasan alasanku yang paling dalam sebenarnya. "Kamu berhak bahagia Kak.. Ibu doakan kamu bahagia.." Tak terasa air mataku menetes. Doa ibu bagiku adalah hal paling luar biasa dibanding kenikmatan lainnya. Makasih Ibu!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD