kecurigaan Mila
Aku berhak untuk Bahagia
Part 1
"Mil, bukannya itu suami kamu, Mas Amar," ucap Ayu, saat kami sedang menikmati bakso di salah satu pusat perbelanjaan.
"Mana … kok aku gak lihat!" Kulirik ke arah yang ditunjukkan Ayu namun Mas Amar masih tak kelihatan.
"Sudah pergi nampaknya, tapi beneran itu suami kamu Mil! Tidak mungkin Aku salah lihat," ujar Ayu.
" Yaudah mungkin Mas Amar mau ketemu temannya atau relasinya disini, kita kan gak tau," ujarku
"Pulang yuk!" Ajakku.
"Yuk …."
***
Selesai makan bakso kami pulang. Saat berjalan menuju parkiran, tak sengaja aku melihat mobil silver milik suamiku terparkir di sana.
Benar yang diucapkan Ayu kalau tadi dia melihat suamiku, karena ada mobilnya terparkir disini.
Aku mengelah nafas panjang.
Sedang apa dia disini, pikiranku melayang kemana-mana. Seperti layang-layang yang tertiup angin.
Aku mengambil gawaiku yang ku simpan didalam tas. Mencoba menghubungi Mas Amar, namun panggilanku tak jua di angkat, mungkin dia sedang sibuk, pikirku.
***
Aku dan Ayu melajukan mobil membelah jalan raya, melupakan sejenak hiruk pikuk rumah tangga kami.
Aku dan Ayu sudah lama berteman bisa dibilang kami sahabatan, karena sejak duduk di bangku SMA kami sudah akrab.
Sampai Aku dan Ayu menikah pun kami masih tetap bersahabat, karena Alvin suaminya Ayu teman satu kantor suamiku.
***
Dalam perjalanan pulang tak lupa kami mampir membeli rujak, yah karena aku sedang berbadan dua jadi lagi suka makan yang asem-asem.
Beruntung punya sahabat yang pengertian seperti Ayu. Dia selalu mau menuruti permintaanku, termasuk beli rujak di pinggir jalan.
Sambil menikmati rujak yang rasanya pedas asam manis kayak nano-nano gitu.
Tanpa terasa hari beranjak sore dan Ayu mengantarkan ku pulang.
"Makasih Yu buat hari ini, aku seneng bisa keluar rumah. Bosen tau di rumah terus!" Ujarku
" Iya sama-sama."
"Da … da…."
***
Sampai dirumah kurebahkan badan dengan perut yang sudah membesar, ini kehamilan pertamaku.
Sudah tiga tahun aku menunggu momen ini, aku sangat bahagia saat mengetahui kehamilan ini begitupun dengan Mas Amar.
"Tok … tok …."
Aku terbangun, ternyata aku tertidur saat rebahan di kamar.
Aku berusaha bangkit dari tempat tidur, rasanya berat sekali, karena hamil berat badanku jadi bertambah.
Kuseret perlahan kaki ke arah suara yang mengetuk dari tadi, ternyata suamiku yang mengetuk pintu.
Ku bukaan pintu sambil mencium punggung tangannya tak lupa ia mencium keningku.
Sudah menjadi kebiasaan kami sejak menikah.
***
"Mas mau mandi dulu? Apa makan dulu?" Tanyaku.
"Mas langsung mandi saja dek, Mas capek mau langsung istirahat," ucapnya
Gegas Mas Amar mengambil handuk dan masuk kamar mandi.
Aneh sekali batinku, biasanya Mas Amar langsung tanya masak apa aku hari ini.
Aku jadi mikir yang aneh-aneh, namun ku tepis semua itu. Bisa jadi Mas Amar lelah atau sedang ada masalah di kantor.
Mas Amar masih dalam kamar mandi dan aku langsung ke dapur membuatkan secangkir kopi untuknya.
***
Aku berjalan menuju kamar, kulihat Mas Amar sudah terbaring di atas tempat tidur, benar saja selesai mandi dia langsung tertidur.
Kuperhatikan wajah gantengnya ketika tidur, aku jadi senyum-senyum sendiri.
Bahagia sekali memiliki suami yang baik ditambah sebentar lagi akan lahir bayi mungil.
Melihat MAs Amar sudah tertidur aku pun jadi ikut ngantuk dan melanjutkan tidur hingga fajar tiba.
Azan berkumandang, gegas aku bangkit dan menunaikan 2 rakaat.
Selesai sholat aku menuju dapur, kulihat bi ijah sudah sibuk memotong sayuran.
"Selamat pagi Bik," sapaku.
"Pagi Bu!" Balasnya.
Bik ijah janda satu anak yang bekerja denganku, sejak Aku menikah dia selalu menemaniku.
Bik ijah ditinggal oleh suaminya sejak anaknya umur 1 tahun hingga sekarang anaknya sudah beranjak dewasa.
Sudah 3 tahun terakhir dia ikut denganku tadinya Bik Ijah bekerja dirumah orangtuaku.
Sejak menikah aku yang memaksa Bik Ijah ikut denganku.
Bik Ijah sudah kuanggap seperti Ibuku sendiri karena sejak Aku kecil dia sudah bekerja di rumah kami.
***
Sarapan sudah terhidang di meja makan, kulihat Mas Amar juga sudah rapi.
"Mari kita sarapan Mas!" Ajakku.
Mas Amar hanya menganggukan kepala tanda setuju sambil berjalan ke luar kamar.
Kami menikmati nasi goreng yang sudah dimasak oleh Bik Ijah.
Nasi goreng buatan Bik Ijah memang enak sekali.
Ting!
Ting!
Gawai Mas Amar tiba-tiba berbunyi.
Sambil menikmati sarapan Mas Amar hanya melirik gawainya tanpa membaca pesan dari siapa!.
Aku jadi penasaran siapa yang mengirimi Mas Amar pesan pagi-pagi begini, tanyaku dalam hati.
"Dari siapa Mas?" Tanyaku.
"Hem … Alvin yang kirim pesan, hari ini ada meeting," ujarnya
Selesai sarapan Mas Amar langsung berangkat tak lupa kucium punggung tangannya dan dia membalas mencium keningku.
Kuantar lelaki halalku sampai ke teras rumah hingga mobilnya menjauh dan tak terlihat lagi.
***
Aku masuk kerumah, kulihat Bik Ijah sedang beres-beres di dapur.
Bik Ijah memang rajin sekali, dia sudah tau semua tugas di rumah ini.
Jadi aku tak perlu memberi tahunya lagi tentang apa saja yang akan dia kerjakan.
Ku hempas kan perlahan punggungku ke sofa, kehamilan ini membuatku mudah lelah apalagi ini sudah memasuki bulan ke delapan.
Tidak lama lagi aku akan melahirkan dan rumah ini akan ramai dengan tagis bayi.
Aku bersantai duduk di sofa sambil memainkan gawaiku, Aku jadi ingat kejadian kemarin yang di bilang Ayu, kalau dia melihat suamiku.
Kenapa aku sampai lupa menanyakannya sama Mas Amar.
Nanti sore saja aku tanyakan saat dia pulang kantor, gumamku.
***
Daripada bengong di rumah lebih baik Aku ke salon, pikirku.
Aku beranjak ke kamar untuk mengganti baju dan bersiap berangkat ke salon, biar nanti pulangnya bisa minta jemput suamiku.
Sesampainya di salon aku disambut Mia, karena aku sudah berlangganannya di salonnya, pegawainya langsung melayaniku untuk perawatan.
Sambil menikmati perawatan di salon mending aku kirim pesan pada Ayu, siapa tau dia juga berminat buat perawatan.
[ Yu, Aku lagi di salon sekarang kamu kesini yah, Aku tunggu]
Pesan terkirim, ceklis biru tandanya Ayu membaca pesanku.
ting!
Gawaiku berbunyi, pasti Ayu membalas pesanku.
[ Maaf Mil, hari ini aku lagi jalan sama kekasih halalku, hari ini kantor libur, manfaatkan waktu berdua dong]
Mataku terbelalak membaca pesan balasan dari Ayu, libur … tapi bukannya kata Mas Amar ada meeting.
La … kemana suamiku pergi kalau bukan ke kantor, gerutuku.
Nafasku terasa naik turun mengetahui kalau hari ini kantor suamiku libur, awas saja Mas kalau kamu membohongiku!
Aku mengepalkan tangan rasanya emosi sekali.
Selesai perawatan Aku langsung memesan taxi online dan pulang kerumah, rasanya emosi sudah di ubun-ubun.
Kemana kamu seharian ini Mas? Batinku bertanya-tanya.
***
Sesampai dirumah Aku tak menemukan suamiku, ternyata dia belum pulang.
Kemana dia?
Jantungku terasa berdebar kencang seperti habis berlari.
Aku mencoba menelpon Mas Amar, tapi panggilanku dak di jawab. Ku kirim pesan di aplikasi hijau hanya ceklis dua namun belum dibaca.
Sedang apa kamu Mas!
Rasanya aku ingin marah, entah kenapa aku begitu emosi hingga ke ubun-ubun rasanya.
Aku merasa dibodohi dan di bohongi oleh suamiku sendiri.
Aaaargh!
Kulemparkan semua barang yang ada atas nakas, emosiku semakin memuncak, tak sabar rasanya menunggu Mas Amar pulang.
***
"Assalamualaikum," ucap Mas Amar sambil berjalan masuk ke kamar.
" Dari mana saja kamu Mas! Seharian ini? Apa yang kamu lakukan di luar, bukannya kantor kamu libur hari ini?" Bentakku
" Ak … Aku tadi ke kantor sayang, tapi sampai kantor ternyata hari ini libur jadi Aku mampir kerumah Ibu," ujar nya
" Kamu bohong !?"
" Kamu sudah membohongiku Mas," teriakku.
" Aku benci kebohongan Mas," jeritku.
" Kamu tenang dulu sayang, kamu kan sedang hamil," imbuhnya
Sambil ngos-ngosan menahan emosi yang membara dan berapi-api, kuteguk segelas air di atas nakas untung saja airnya tak tumpah saat aku melempar semua barang diatasnya.
"Awas saja Mas! kalau kamu ketahuan bermain api dibelakangku," ancamku
Sambil kuacungkan jari menunjuk pada nya.
" Aku tidak akan segan-segan!"
" Tenang kan dirimu sayang! Tarik nafas pelan-pelan, kamu kan lagi hamil," ucapnya sambil mengelus punggungku.
Ku atur nafas dan emosiku yang kian memburu hingga ke ubun-ubun.
"Mas tidak akan berbuat macam-macam, kamu tenangnya,' timpalnya
Dret!
Dret!
Gawai Mas Amar berbunyi, kulirik saat ia hendak menjawab panggilan telepon.
"Siapa yang telpon Mas?" Tanyaku
" Hem …."