Some Three

1697 Words
Bagi beberapa orang mempunyai sahabat berarti mempunyai orang yang bisa membuat kita nyaman, tempat untuk kita berbagi, tempat untuk kita berkeluh kesah, berbagi tawa, canda atau tangis, bahkan terkadang sahabat adalah orang yang paling mengerti kita di bandingkan diri kita sendiri ataupun keluarga kita. Banyak orang berkata bahwa mencari seribu musuh itu mudah, namun mencari satu orang sahabat sejati itu sulitnya bukan main. Bahkan mencari sebuah jarum di tumpukan jerami lebih mudah ketimbang mencari sahabat yang rela melakukan apapun untukmu. Dan Deeva mungkin satu dari sedikit orang yang beruntung memiliki sahabat sejati yang selalu berada di sisinya. Tempatnya membagi tangis, tawa, canda , bahkan uangnya. Deeva mendesah. Untuk yang terakhir ia benar-benar membenci Reyhan. Ini bukan pertama kali, lebih dari separuh uang jajan bulanannya harus lenyap di tangan Reyhan hanya untuk melepaskan dahaga untuk membeli belt-belt mahal karya Designer ternama dunia untuk menambah koleksinya. Deeva memastikan bahwa ini terakhir kalinya Reyhan bisa seenak jidatnya merebut benda yang tak pernah bisa bertahan lebih dari satu minggu mengisi dompet cantik miliknya. Ia pastikan jika bulan ini Reyhan tidak membayar semua utangnya, ia akan mengambil seluruh koleksi belt mahalnya dan menjualnya kembali di second hand's store yang menerima penjualan kembali produk-produk mahal. Hembusan napas lega Deeva diselingi napas terengah begitu terdengar dari arah pintu masuk. Mata abu-abu cantiknya mengelilingi kelas. Ruang kelas dengan kursi meninggi bak tangga yang sudah penuh dengan orang-orang yang ingin mengabdikan diri ke masyarakat. Senyum leganya tak dapat di sembunyikan saat melihat meja dosen yang biasanya telah terisi oleh dosen Ter-killer di FK sekarang terlihat kosong. “Terlambat lagi?” celetuk salah satu temannya membuatnya merengut kesal kemudian mengangguk. “Alah, paling juga dia keasyikan bermesraan dengan orang yang ngakunya teman, tapi sebenarnya tau deh,” celetuk sinis seseorang membuat Deeva menatap kesal kepadanya. Rosy, gadis cantik dengan tubuh sempurna menatapnya dengan pandangan meremehkan. Tangan Deeva mengepal ingin menjambak rambut merahnya karena ucapan sinis yang ia ucapkan. Orang yang terus menatapnya tak suka sejak pernyataan cintanya ditolak Reyhan pada masa awal mereka masuk kuliah. Rosy. Nama yang berarti mawar, bagitu sesuai dengan dirinya. Cantik tapi berduri. Deeva menatap Rosy sinis. Tatapan matanya menilai penampilan Rosy; tanktop hitam dengan rok terlalu mini, belum lagi kuku panjang terawat berkutek merah membuatnya terlihat tak cocok belajar di fakultas kedokteran. “kenapa cemburu? Minimal gue bisa ngobrol terus natap muka dia dari deket dari pada Lo, yang Cuma bisa ngeharapin dia untuk natap lo dan balas cinta bertepuk sebelah tangan itu ” ucap Deeva sinis. Kesal dengan konfrontasi yang akan dibuat oleh nenek lampir di depannya ini, dia tahu bahwa nenek lampir ini suka tebar pesona ke Reyhan sejak mereka masih jadi MABA, namun anehnya species yang satu ini tak pernah digubris oleh Reyhan. Berbeda dengan species-spesies dari fakultas lain yang langsung dia setujui hanya dengan satu rayuan. Rosy terlihat tersinggung dengan ucapan Deeva sontak berdiri dan inghin menantangnya, namun terhenti saat mendengar suara langkah seseorang. Bergegas, Deeva duduk di samping Nisa, Putri dan Angga yang selalu bisa jadi partner in crime nya. Mereka terkikik mendengar balasan Deeva pada Rosy tadi. “Perkenalkan...” suara berat seseorang mengagetkan semua orang. Mata mereka terfokus kepada serang pria yang meletakan tas dan beberapa buku di atas meja dosen mereka. “Saya Radit, asisten dosen yang akan menggantikan Dr. Riska yang akan berhalangan hadir selama 2 bulan ke depan.” Deeva terdiam, ia dan hampir semua mahasiswi di kelasnya menatap asisten dosen yang memperkenalkan diri sebagai Radit. Ia berdecak kagum saat melihat wajah tampan dan tubuh tegap yang Radit miliki. Tubuhnya terlihat seperti calon TNI atau bahkan Polisi daripada seorang dokter atau mungkin dokter muda. Mata Deeva menerjab beberapa kali melihat pakaian semi formal yang ia kenakan. Celana jeans yang berpadu dengan kemeja biru yang melekat di tubuh tegapnya, lengan kemeja yang ia singsingkan hingga ke siku menper lihatkan belahan di area lengan yang terlihat begitu seksi. God, He ‘s damn so sexy. Puji Deeva dalam hati, entah mengapa dia selalu tertarik dengan pria yang mempunyai lekukan di area lengan seperti Daddy -nya dulu, saat mereka pertama kali bertemu. Deeva terpaku saat pria itu menatap lekat kepadanya. Senyum menawan yang ia perlihatkan kepadanya membuat jantung Deeva berdetak lebih cepat. Bergegas, ia menundukan wajahnya kembali membuka buku kedokteran yang ia bawa, mencoba fokus kepada buku tebal di depannya. ****** “Sumpah ganteng banget!” pekik Nisa sesaat setelah kuliah selesai sembari berjalan ke luar kelas. “Siapa?” tanya Putri melihat ke arah teman se Gank mereka yang terlihat menatap asdos bar dengan tatapan terpana. “Sumpah, kalau gue nggak punya Dimas, sudah gue kecengin itu asdos,” kelakar si Centil Nisa membuatnya mendapat jitakan dari Putri, Wanita paling rasional di Fk bisa berteman dengan wanita paling Halu di fakultas ini. Deeva hanya menggelengkan kepala melihat musuh bebuyutan ini kembali perang mulut seperti biasa. “Tapi, gue suka banget bagaimana cara lo ngelawan itu nenek lampir. Sumpah keren banget. Kesel banget gue ngelihat tu anak suka banget jatuhin kita, k*****t memang,” ujar Angga -nama lengkapnya Anggraini Deasy, tapi entah mengapa cewek tomboy ini lebih suka dipanggil Angga daripada Raini, atau bahkan Deasy. Menurutnya Angga itu cocok untuknya yang boyish daripada kedua nama itu yang terdengar sangat feminis. “Bener... coba lo lihat tadi bagaimana rahang dia hampir jatuh pas Pak Radit memperkenalkan diri. Aduh, seharusnya tadi gue foto terus gue jadiin Meme, biar viral sekalian,” decak Nisa membuat Deeva hanya bisa menggelengkan kepala lalu memberi kode mereka untuk keluar kelas. Dia masih memikirkan tatapan mata teduh yang asisten dosennya itu berikan saat menatapnya tadi, senyumnya terlalu menawan membuat jantungnya berdebar. Sedari tadi, dia hanya menundukan kepala tak berani menatap pria itu. “Menurut lo, dr. Riska kemana sampai harus diganti dengan Pak Radit?” “ada seminar ke tentang kanker di Singapur,” celetuk Deeva tanpa sadar mengucapkan apa yang Mama Reyhan katakan malam tadi membuat semua orang mengarah kepadanya. Dia mengigit dalam bibirnya, meruntuki dirinya yang keceplosan. “Lu kok bisa tahu?” tanya Putri yang paling kritis. “Ehm ...” Deeva terlihat sedikit tak salah tingkah, “gue kemarin konsultasi sama dr. Riska. Iya ... konsultasi,” uja Deeva mengangguk-anggukan kepalanya membuat Putri mendelik sebelum kemudian menganggukan kepala. “Deeva!” pekik seseorang dari kejauhan lalu memeluk tubuhnya dari belakang membuat beberapa beberapa mahasiswi yang tidak mengenal mereka berteriak, sedangkan ketiga teman Deeva yang lain hanya bisa menggelengkan kepala. “Rambut gue, bangke!” pekik Deeva kesal saat Reyhan dengan seenak jidatnya kembali menghancurkan tatanan rambutnya. Dia menggerakan tubuhnya, lalu mendorong tubuh Reyhan agar tidak memeluknya di tengah kampus seperti ini. “Hai ..... kalian bertiga tambah cakep saja,” goda Reyhan membuat ketiga teman Deeva hanya memutar mata mereka sudah hapal dengan sahabat sehidup semati Deeva ini. “Lu jangan peluk-peluk gue sembarangan. Entar di kira kita pacaran. Sialan lo,” decik Deeva kesal yang hanya dijawab dnegan jendikan bahunya. “Yei, lu biasanya biasa saja, Kenapa hari ini nolak? Ada cowok yang lu taksir bakalan salah paham sama kita begitu makanya nggak mau gue peluk?” tebak Reyhan membuat wajah Deeva blushing sejenak sebelum kemudian menggelengkan kepala. “Gue nggak suka, Anjrit..” deliknya membuat Reyhan hanya mengangguk tak peduli mendengar dumelan sahabatnya itu. “Entar pulang bareng. Tunggu gue di mobil,” ujar Reyhan memberikan kunci mobilnya kepada Deeva. “Gue ke kelas gue dulu, Gaes. Bye...” pamitnya dengan segala tebar pesona yang sudah membuat Deeva muak. “Ini kita kalau nggak sudah terbiasa ngelihat tabiat lo berdua nih, yah. Bakalan berpikir kalau kalian berdua pacaran atau parahnya pasangan yang baru saja nikah,” ucap Angga geli melihat tingkah yang dilakukan kedua sahabat ini. “Najis gue nikah sama dia,” decit Deeva menggelengkan kepala ogah membuat ketiga temannya tertawa. “Hati-hati lo Va, kali saja kalian jodoh beneran jadi pasangan suami istri,” ledek Nisa membuat Deeva menutup telinganya dengan tangan, mencoba memekakan telinganya agar tidak mendengar perkataan-perkataan tidak masuk akal yang diucapkan oleh ketiga partner in crime nya ini. Radit tersenyum. Matanya tak dapat ia alihkan kepada gadis yang ada di depannya. Tadi, ia begitu penasaran saat melihat perempuan itu berlari menuju calon kelasnya dengan terburu-buru. Dan sekarang ia bisa melihat secara langsung gadis itu. Wajah gadis itu terlihat begitu cantik, matanya memancarkan binar, bulu matanya lentik, bahkan lesung pipi yang terlihat di saat dia tersenyum membuatnya tak dapat melepaskan pandangan dari gadis itu.. Beberapa kali, Radit harus mencoba memfokuskan diri saat tanpa sengaja mata mereka kembali bertemu. Ada sesuatu yang membuatnya begitu tertarik dengan gadis itu. Matanya terus memperhatikan gadis itu yang terlihat repot membereskan barang-barangnya. Radit tersenyum kecil saat melihat gadis itu tersenyum sungkan kepadanya, lalu berdiri dan di tarik oleh beberapa orang temannya agar keluar. Tiba-tiba, Radit seolah teringat sesuatu. Dengan cepat, ia mengobrak-abrik tasnya dan menemukan dompet pink yang ia temukan tadi. Bergegas, ia keluar guna menggembalikan dompet itu kepada gadis tadi. Langkahnya terhenti saat melihat gadis itu sedang bercanda dengan beberapa orang temannya yang menariknya tadi. Tangannya menepuk dompet pink itu ingin mengembalikannya kepada gadia itu. “Deeva!” teriak seseorang memeluk gadis itu dari belakang membuat Radit terhenti. Mata Radit menatap pria tampan sedang mengacak rambut gadis itu mesra sehingga membuatnya berdecak kesal memukul pria itu dengan buku tebal yang ia bawa. Pria itu terkekeh tak peduli, kembali merangkul bahu gadis itu sehingga membuatnya mendelikan mata kesal. Radit menghela napas. Mungkin, ini belum saatnya ia mengembalikan dompet itu kepada gadis tadi. “Deeva,” gumamnya perlahan meninggalkan pemandangan itu. Setidaknya, ia telah mengetahui nama gadis itu. Dan mungkin besok dia dapat mengembalikan dompet gadis itu yang dia temukan tadi. Dia kembali mengalihkan pandangan ke arah pria yang memeluk gadis itu dari belakang, memicingkan mata, seolah wajah pria itu terlalu familiar untuknya. Radit menarik napas dalam sebelum akhirnya menggelengkan kepala membuang pikirannya yang tidak-tidak. Berusaha untuk membuat pikirannya keep positive. Tahu bahwa dia masih banyak kesempatan untuk bertemu dengan gadis itu lagi atau mungkin akan berkenalan dengan gadis yang baru dia ketahui namanya itu. Deeva. "Nama yang cantik," gumam Radit semakin memegang erat dompet yang dia temukan tadi pagi. ****** dikarenakan masih galau mau update yang mana, jadi aku 2-3 hari kedepan bakalan update Marrying The doctor sama Some barengan, Fa(bi)licious bakalan aku update agak malaman ya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD