Gossips

1477 Words
MIRANDA’s POV Aku menghempaskan tubuh di atas sofa begitu sampai di apartemen yang kutempati. Hari ini rasanya melelahkan sekali sampai pingin makan beling hingga lupa diri. Oh, kidding. Drrrttt... Aku meraba-raba rok yang kukenakan dan meraih ponsel yang bergetar karna panggilan masuk. Dengan malas aku mengangkat panggilan itu tanpa melihat nama kontaknya terlebih dulu. "Hm," gumamku dengan malas sambil menutup mata. "MIRA, CEPAT JELASKAN APA YANG TERJADI SAMA LO!" Dengan rasa kaget luar biasa, aku menjauhkan ponsel saat suara nan berat berteriak menggelegar di seberang sana. Gila, ini sih bisa merusak telingaku! Seruku dalam hati sembari mengaktifkan mode loud speaker dan menaruh benda kecil itu di atas meja.  "HEH, DITANYA KENAPA DIAM? CEPAT CEK TWITTER DAN JELASKAN KE GUE APA YANG TERJADI!" "BISA GAK NGOMONGNYA GAK USAH PAKAI TERIAK, DANIEL FAREZKA?" Seperti seseorang yang tidak pernah berkaca, aku berteriak di depan ponselku yang masih tergeletak di atas meja. Daniel Farezka adalah sahabat sekaligus keluarga satu-satunya yang kumiliki, serta seseorang yang kupercaya tak akan mengkhianatiku sampai kapanpun. Oke, aku akan bercerita sedikit. Jadi, aku adalah seorang anak yatim piatu. Orang tuaku meninggal saat aku masih berusia 12 tahun akibat kecelakaan pesawat yang mereka tumpangi jatuh dan sempat menghilang. Karna kejadian itu, aku dirawat oleh nenek dan kakekku. Namun, keduanya pun meninggal 4 tahun yang lalu. Tragis, ya? Kurasa tidak selama aku mempunyai Daniel. Cowok itu adalah sahabatku dari kecil hingga sekarang. Ia selalu ada kapanpun aku membutuhkannya, bahkan Daniel sampai rela ikut memasuki dunia kerjaku menjadi fotografer di tempatku bekerja. Katanya sih demi menjagaku lebih dekat. Sahabat yang manis, bukan? "MIRA, LO JUGA TERIAK! ARGH, KAPAN SELESAINYA KALO GINI? UDAH, CEPAT CEK TWITTER!" Aku meraih ponsel dan membuka linimasa Twitterku. Aku membelalakkan mata saat melihat perbincangan ramai di hashtag yang trending nomor satu di sosial media itu. Semakin lama kurasakan keringat dingin bercucuran di dahiku. Makin ke sini, omongan mereka semakin ngawur. @MirandaFauzi ternyata murahan ya #MirandaFaubitch Berapa ya bayarannya @MirandaFauzi ? Mau dong buat satu malam LOL #MirandaFaubitch Kak @MirandaFauzi udah gak laku, ya? Kok jual diri gitu hmm #MirandaFaubitch Ini kok gak di konfirmasi sih? Beritanya bener ya, kak @MirandaFauzi ? #MirandaFaubitch Aw, little b***h detected @MirandaFauzi #MirandaFaubitch Dan masih banyak lagi. Tapi, yang membuatku ingin sekali gantung diri sekarang adalah Tweet dari Monica. Bahkan, aku curiga jika perempuan itu yang membuat hashtag tak berbobot itu menjadi TTI. Please look at this lil b***h, guys~ #MirandaFaubitch Aku tak mempermasalahkan caption dari Tweetnya. Tapi, 3 foto yang menampilkan gambarku sedang menggoda Oliver, berciuman dengan Oliver dan yang terakhir saat aku di dalam gendongan Oliver membuatku ingin mengamuk sekarang. Jadi, Monica sudah merencanakan semuanya sejauh ini? Hebat sekali "Sudah lihat?" Pertanyaan bernada lembut milik Daniel membuat mataku memanas karena air mata yang mendesak akan keluar. "Itu semua bohong, ‘kan? Itu bukan lo ‘kan, Ra?" " ...Itu gue, Dan. Orang di dalam foto yang Monica sebarin itu beneran gue. Tapi, lo tahu? Gue dijebak!" Tangisanku meledak dan rasanya dadaku sesak sekali. Aku baru tahu jika ditusuk dari belakang oleh orang yang dianggap teman bisa sesakit ini. "Sudah gue bilang berapa kali sih, Ra? Kan, lo baru nyesal sekarang. Sudah gue peringati dari dulu kalo Monica dan gengnya itu munafik semua," terang Daniel dengan lembut. Isakan keluar dari bibirku semakin nyaring, aku tidak pernah merasa semenyesal sekarang. "Gue harus apa sekarang, Dan?" tanyaku dengan lirih yang dibalas hembusan napas berat dari Daniel. "Boleh gak gue mati sekarang?" Tanyaku putus asa. "Dosa masih banyak kok mau mati? Sudah gila, ya?!" Baru saja aku mau mengamuk mendengar hal itu. Tapi, Daniel kembali bersuara. "Lo harus buat konferensi pers secepatnya. Tenang, gue bakal bujuk Big Boss karna dia gak bisa nolak permintaanku!" seruan yang diiringi tawa kecil itu mau tak mau membuatku tersenyum tipis. Sudah kubilang ‘kan kalo Big Boss itu suka main sama berondong ganteng! "Makasih ya, Dan. Gue gak tahu kalo gak ada lo...," gumamku disusul air mata yang mengalir kembali, dibarengi bersama ingusku kali ini. "Sok minta maaf lo!" seru Daniel tertawa di ujung panggilan. Aku mengembungkan pipi saat ia melanjutkan ucapannya. "Jorok ah, pake acara ingusan lagi." "Rese lo, ah!" Seruku lalu memutuskan panggilan dan menaruh asal ponselku di atas meja. Aku menutup mata, berusaha menjernihkan pikiran yang sangat lelah sekarang. ... Lusanya, aku mengadakan konferensi pers. Aku tidak mengerti bagaimana caranya Daniel membujuk Big Boss yang super menyebalkan itu. Tapi, itu bukanlah hal penting lagi sekarang. "Rileks saja, Ra!" ucapan yang terdengar seperti perintah berasal dari Daniel membuatku makin gugup. Pasalnya, konferensi ini benar-benar akan berat dan merepotkan. "Lo pasti bisa, Ra. Percaya pada sahabat paling ganteng lo ini!" "Kepedean lo!" seruku sambil menabok punggung Daniel dengan diiringi tawa kecil. Ah, keberadaan Daniel selalu membuatku merasa lebih baik. "Nona Miranda, konferensi persnya akan segera dimulai." Aku mengangguk pelan saat salah satu krew memanggilku. Dengan langkah pasti aku memasuki ruangan konferensi hari ini. Begitu aku menampakan diri, para wartawan mulai mengambil gambarku dan memasang wajah siap menggerogoti dengan seribu pertanyaan. "Kita akan memulai konferensi pers atas skandal yang dialami Miranda Fauzi sekarang." ... Aku mulai merasa tidak sanggup lagi menjawab pertanyaan dari para wartawan yang tidak ada habisnya. Bahkan, orang-orang yang ikut terlibat untuk menjawab masalah ini pun ikut kelabakan. "Semuanya tenang!" seruku dengan emosi yang ditahan. Perlahan ruangan itu mulai hening dan aku berdehem sebentar sebelum lanjut bicara. "Seperti yang saya jelaskan berkali-kali tadi, saya akui jika orang di dalam foto yang dipublikasikan oleh mantan rekan kerja saya, Monica Lestari, itu adalah saya sendiri. Dan saya akui juga, jika saya memang b******u dengan seorang lelaki di tempat hiburan malam itu. Kuharap kalian tidak mengungkit masalah lelaki tersebut. Lalu, mengapa Monica Lestari adalah mantan kerja saya? Karna saya resmi pensiun dari dunia hiburan atas beberapa masalah pribadi. Saya permisi." Setelah mengucapkan pengakuan itu, aku berjalan cepat menjauh dari puluhan wartawan yang dengan cepat menyerbuku dengan pertanyaan yang saling bersahutan hingga membuat kepalaku pening. ... OLIVER’s POV Aku merasakan tubuhku menegang dan keringat dingin bercucuran ketika melihat perempuan yang kutemui di klub waktu itu mengadakan sebuah konferensi pers di televisi. Perempuan manis namun payah bernama Miranda ternyata seorang model. Ah, nafsu makanku jadi hilang melihat berita yang ditampilkan oleh televisi restoran yang menjadi tempat makan siangku dengan rekan kerja sekaligus sahabat dekatku, Gabriel. "Rame banget di mana-mana bicarain Miranda Fauzi.” Aku menoleh mendengar penuturan Gabriel yang masih asyik menggulir layar iPad dengan menggelengkan kepalanya pelan. "Mereka yang mengatai Miranda sudah kayak paling sempurna saja." "Kok bisa rame banget, ya? Memangnya seterkenal apa sih Miranda Fauzi?" Pertanyaanku mengundang pelototan yang berlebihan dari Gabriel. "KE MANA SAJA KAMU, VER? MASA KAGAK TAHU MIRANDA FAUZI?" Aku menutup telinga mendengar teriakan menggelegar dari Gabriel yang mengundang tatapan risih dari pengunjung restoran. "Santai saja kali, Gab. Memang siapa sih tuh cewek di mata orang-orang? Kayaknya terkenal banget," ucapku sambil menaikkan sebelah alis. Gabriel menatapku dengan sorot kasihan yang membuatku melempar gulungan tisu ke wajahnya. "Matanya biasa saja dan cepat jawab!" Perintahku kemudian. "Miranda Fauzi itu Super Model yang pernah kerja sama di majalah Vogue tahu! Bahkan, pernah jadi model pakaian dalam yang entah aku lupa namanya. Masa gak tahu sih, Ver?" Gabriel menatapku dengan sorot tak percaya yang membuatku ingin sekali menusuk matanya dengan garpu sekarang. "Maaf saja, aku tidak punya waktu untuk membaca majalah seperti itu atau memperhatikan model pakaian dalam, Gab. Jadi, wajar saja aku tidak mengenal perempuan itu, ‘kan?" Gabriel menggeleng kuat mendengar penuturanku yang membuatku mendecih kesal. "Wajar dari mana? Model seksi, berbakat, manis dan cantik kayak gitu malah aneh kalo kaum adam seperti kita tidak mengetahuinya, Ver. Yah, kecuali kalo kamu..." Aku memicingkan mata saat Gabriel menggaruk tengkuknya dengan salah tingkah setelah mengucapkan kata-kata yang tak lengkap diucapkan itu. "Kalo aku apa? Gay? Iya?!" Bukannya menjawab, Gabriel malah tertawa garing dengan suara nyaring yang terdengar menyebalkan. "Bukan aku yang ngomong, ya. Kamu yang bilang sendiri.” Decihan yang disusul dengan lirikan tajam nan sinis dariku membuat Gabriel meneguk air lirnya sendiri sebelum memainkan kembali iPad miliknya. "Tapi, ada yang janggal dari gosip yang dibeberkan sama Monica di Twitter. Entah perasaanku saja, tapi cowok yang bersama Miranda mirip banget sama kamu, Ver. Coba deh kamu lihat." Aku menerima iPad yang Gabriel berikan dengan tangan sedikit gemetar dan perasaan gelisah tentang apa yang akan ditunjukan oleh Gabriel. Rasanya tubuhku lemas melihat tiga foto yang menampilkan diriku dan Miranda pada malam itu. Tapi, bukannya Monica ini rekan kerja dari Miranda, ya? Kok malah Monica yang menyebarkan hal ini di sosial media, terlebih dengan bahasa kasar?! Dunia hiburan ternyata sekejam itu ya, ringisku dalam hati. "Mirip banget, ‘kan? Itu kamu, Ver?" tanya Gabriel dengan nada penasaran yang sangat terlihat jelas. Aku berdehem sebentar sebelum beranjak dari kursiku. "Eh? Jawab dulu dong, Ver!" Gabriel menahan tanganku dengan cepat. "Ck, kuakui orang di foto itu memang Oliver yang kamu kenal. Puas?!" bisikku sebelum berlalu dengan cepat meninggalkan Gabriel yang syok dengan mulut menganga di tempatnya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD