the story begins ...

563 Words
Love, what is it? How can we be sure that we really love someone? Pernahkah kamu terpikir apa sejatinya definisi cinta sehingga hampir seluruh umat manusia mendamba? Seolah segala keberhasilan tak begitu lengkap kalau kamu gagal dalam asmara. Kalau kamu tidak berhasil menunjukkan satu makhluk yang kamu sebut ia adalah belahan jiwa. Bagaimana caranya kamu meyakinkan itu? Apa hanya dinilai dari perasaan ingin terus bersama? Rela berkorban? Atau, mungkin keengganan dalam melepaskan? Lalu, what about fights... and conflicts? Can we still love each other when we are seventy? Eighty? Ninety? Aku selalu bertanya-tanya tentang hal itu. Hampir setiap momen ketika otakku sedang tak digunakan untuk memikirkan rangkaian kata agar naskahku segera rampung. Bertanya pada diri sendiri yang seringkali nggak menemukan jawaban. Sebab, aku pernah patah ketika sedang begitu bangga memamerkan apa definisi cinta bagiku. Cinta yang menggelora. Cinta yang penuh euforia. Cinta yang menjanjikan. Cinta yang membahagiakan. Sampai datang masanya, satu perempuan dengan perut yang menonjol, memperkenalkan diri sebagai calon ibu dari benih yang kekasihku tanam. Lalu, aku memulai kembali dengan cinta yang baru. Berharap akan ada definisi lain yang kiranya bisa membuatku paham bahwa cinta bukan sesuatu hal yang mutlak. Dan, aku terpenuhi, memiliki cinta yang berbeda. Cinta yang mengajarkan banyak hal. Cinta yang penuh dengan humor tetapi menyejukkan. Cinta yang penuh pengalaman tentang perjalanan. Hingga, cinta yang penuh pembelajaran bahwa yang terlihat sempurna, dialah penyimpan banyak luka sebenarnya. Kekasihku, memiliki hidup yang tak sanggup untuk kuterima. Ia merupakan penipu. Penipu untuk banyak orang dan berkali-kali bertemankan dengan besi bui. Kini, aku tak mengerti lagi esensi dari mencinta dan dicinta. Aku juga tak berniat menambatkan hati pada siapa pun. For me, tanpa perlu menghakmiliki satu, aku pun masih bisa merasakan bahagia. Tanpa label bahwa aku sudah dimiliki. Tanpa aturan yang dibuat tak kasat mata dengan interpretasi yang hanya kami tahu. Dan, tanpa jaminan apa pun kalau seumpama nanti, aku dan dia sama-sama tersakiti. Jadi, begini lebih baik. Mendengarkan banyak cerita dari mereka yang sudah terjebak dalam sebuah ikatan (yang katanya) suci. Menghibur mereka yang mengaku tak mendapatkan apa yang seharusnya didapat. Juga, menjadi pundak kalau tiba-tiba sang 'pemimpin' sedang merasa jatuh. Dengan begitu, aku bisa ikut berpetualang lewat cerita. Setidaknya, sampai aku bertemu dengan satu laki-laki malang yang terlihat sangat tersesat. Saat itu, kami tak sengaja bertemu di sebuah pub (satu-satunya tempat yang menurutku lebih baik dari tempat hiburan malam lainnya). Ia duduk di sebelahku dan tanpa basa-basi berkata, "Apakah perempuan tahu kalau pertanyaan sesimpel, 'Kamu apa kabar, Mas?' yang dia lontarkan ketika sang laki-laki masuk rumah adalah peluruh lelah?" Entah bagaimana berjalannya, sekarang, dia bilang kalau aku adalah peluruh itu. Dan, entah pula bagaimana, aku berhenti menjadi peluruh banyak laki-laki dan hanya fokus pada satu; dia. Dan, kadang aku pun bertanya-tanya, is happiness possible with a man or woman who is not free? Dia membutuhkanku, begitupun aku yang dengan senang hati menerima uang dari dompetnya. For God's sake, semua manusia mabuk karena uang. Namun, ada perempuan lain yang pada malam hari kadang berada dalam dekapan hangatnya. Namun, ada keluarga yang akan ngamuk begitu tahu keberadaanku di sini. Dan, namun, aku sama sekali nggak peduli. Apa salahku yang bisa memberi suaminya sesuatu yang tak bisa perempuan itu penuhi? Dan, kamu, masih punya definisi cinta yang bisa membuatmu bertahan dalam lingkaran hidup mengerikan itu? Me? Karena aku adalah Saveta Prautami, maka, f**k love, f**k society, just stay pretty, be educated and get money. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD