PROLOG

265 Words
Waktu berlalu begitu cepat. Meninggalkan jejak-jejak kenangan yang mulai mengabur. Empat belas hari berjumpa, merangkai cerita dan angan bersama. Saling menyapa, bersenda gurau, hingga merasai nyaman yang melilit sanubari. Empat tahun sudah kenangan itu tersimpan rapi, pada sebuah gelang yang selalu mengerat di pergelangan tangan. Dekat dengan nadi, seolah ada kehidupan yang dipancarkan dari anyaman yang meliliti kedua ujung besi, dengan ukiran nama dua orang yang tiba-tiba terasa asing bagi Tifa. Asing, karena sebagian ingatan tentang seseorang itu hilang hampir tak berbekas. Yang tersisa hanya serakan benda-benda yang memiliki nama sama. Siapa kamu, yang mengusik sanubari. Siapa kamu, yang merasa ada namun tak nampak. Siapa kita, seolah ada sepenggal kisah yang belum usai. Bahkan saat bertanya pada dedaunan, bahkan berseru pada langit, pun berteriak pada laut. Tak ada jawaban. Tak ada kepastian. Hanya abu-abu. Siapa, di mana, kapan, bagaimana, berbagai pertanyaan berkecamuk dalam relung. Hampa, redup, tak tersentuh. Anehnya, tetap saja diyakini. Bahwa memang pernah dan masih ada kisah itu. *** Satu nama, yang selalu Iko ingat. Tak pernah ada yang lain, sebelum maupun sesudahnya. Pertemuan dan menjalani hari-hari singkat dengan seorang gadis yang membuatnya jatuh hati, empat tahun lalu di sebuah hutan belantara. Diiringi riuh semangat para pemuda yang mengencangkan rasa empati. Semua tak lagi sama. Saat jarak dan waktu seolah memberi batas teramat tinggi nan tebal pada keduanya. Harapan sederhananya, hanyalah bertemu dengan satu nama yang sejak pertama kali sudah terukir di hati. Kenangan kecil yang masih ia simpan, adalah semangatnya. Akankah takdir mempertemukan mereka. Mempertanyakan siapa kamu, masihkah ada rindu menggebu yang sama, dan ... ingatkah pada mimpi yang mereka rajut lalu?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD